Mentari Bisa Bikin Indonesia Jadi Negara Adidaya Energi Terbarukan
Jum'at, 31 Juli 2020 - 07:35 WIB
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Pemerintah Inggris meluncurkan program Mentari: Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia. Program kemitraan ini bertujuan untuk mendukung pemulihan aktivitas ekonomi hijau di Indonesia melalui percepatan pencapaian target bauran energi sebesar 23% di tahun 2025.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyampaikan, komitmen pemerintah mengurangi emisi sekaligus mewujudkan akses energi ke masyarakat akan selalu mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga pemanfaatannya bisa berkelanjutan (sustainability).
"Komitmen Indonesia mengurangi emisi hingga 29% di tahun 2030 adalah upaya kami menuju energi bersih. Untuk mencapainya, kami saat ini sedang mempersiapkan peraturan presiden tentang feed in tariff untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal)," kata Ego dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (31/7/2020).
Langkah konkret yang diambil pemerintah adalah dengan mengkonversi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang menghasilkan emisi tinggi dengan pembangkit berbasis EBT. Berdasarkan hasil inventarisasi Kementerian ESDM, tercatat ada 2.246 unit pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), 23 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan 46 pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang direncanakan akan mengalami konversi dalam waktu tiga tahun.
"Untuk PLTD yang dikonversi berusia lebih dari 15 tahun. Sementara PLTU dan PLTGU lebih dari 20 tahun," tutur Ego.
Program Mentari yang berjalan dari tahun 2020-2030, sambung Ego, merupakan salah satu terobosan penting dari implementasi transisi energi guna menstimulus perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
"Kehadiran Mentari ini sangat tepat. Kami optimistis bahwa program ini mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta menekan kemiskinan melalui pengembangan sektor energi terbarukan," tegasnya. ( Baca juga:Inggris Tunjuk Kepala MI6 Baru untuk Hadapi Tantangan dari China-Rusia )
Ego mengakui kebijakan pembatasan fisik dan isolasi untuk mengatasai penyebaran Covid-19 berdampak signifikan bagi penurunan konsumsi global. Tercatat, konsumsi bahan bakar fosil lebih rendah 17,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, kondisi itu justru membawa berkah karena emisi CO2 bisa turun signifikan. Oleh karena itu, selama masa pandemi, produksi energi harus disesuaikan dengan mempercepat proses transisi energi bersih.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyampaikan, komitmen pemerintah mengurangi emisi sekaligus mewujudkan akses energi ke masyarakat akan selalu mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga pemanfaatannya bisa berkelanjutan (sustainability).
"Komitmen Indonesia mengurangi emisi hingga 29% di tahun 2030 adalah upaya kami menuju energi bersih. Untuk mencapainya, kami saat ini sedang mempersiapkan peraturan presiden tentang feed in tariff untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal)," kata Ego dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (31/7/2020).
Langkah konkret yang diambil pemerintah adalah dengan mengkonversi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang menghasilkan emisi tinggi dengan pembangkit berbasis EBT. Berdasarkan hasil inventarisasi Kementerian ESDM, tercatat ada 2.246 unit pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), 23 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan 46 pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) yang direncanakan akan mengalami konversi dalam waktu tiga tahun.
"Untuk PLTD yang dikonversi berusia lebih dari 15 tahun. Sementara PLTU dan PLTGU lebih dari 20 tahun," tutur Ego.
Program Mentari yang berjalan dari tahun 2020-2030, sambung Ego, merupakan salah satu terobosan penting dari implementasi transisi energi guna menstimulus perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
"Kehadiran Mentari ini sangat tepat. Kami optimistis bahwa program ini mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta menekan kemiskinan melalui pengembangan sektor energi terbarukan," tegasnya. ( Baca juga:Inggris Tunjuk Kepala MI6 Baru untuk Hadapi Tantangan dari China-Rusia )
Ego mengakui kebijakan pembatasan fisik dan isolasi untuk mengatasai penyebaran Covid-19 berdampak signifikan bagi penurunan konsumsi global. Tercatat, konsumsi bahan bakar fosil lebih rendah 17,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun, kondisi itu justru membawa berkah karena emisi CO2 bisa turun signifikan. Oleh karena itu, selama masa pandemi, produksi energi harus disesuaikan dengan mempercepat proses transisi energi bersih.
tulis komentar anda