Terkuak! Ini Penyebab APBN Jadi Jaminan Kereta Cepat
Rabu, 20 September 2023 - 15:09 WIB
JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung mendapat respons beragam. Pasalnya, lewat regulasi tersebut pemerintah menjadikan APBN sebagai jaminan atas proyek kereta cepat.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan kebijakan itu merupakan sebuah langkah inkosistensi pemerintah. Sebab proyek yang awalnya dikerjakan dengan skema Business to Business, seolah berubah menjadi goverment to bussines karena APBN dilibatkan.
"Jadi tidak ada pembahasan bahwa negara akan dilibatkan, karena ini adalah konsorsium BUMN dengan perusahan China. Tetapi seiring perjalanan waktu, ada cost overun, ada tambahan biaya, dan ternyata membangun KCJB ongkosnya sangat mahal," ujar Bhima dalam Market Review IDXChannel, Rabu (20/9/2023).
Bhima menilai penjaminan APBN untuk proyek KCJB juga merupakan bentuk antisipasi apabila ekspektasi jumlah penumpang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Sebab di tengah biaya konstruksi yang membengkak itu, PT KCIC juga harus mengeluarkan biaya operasional karena proyek tersebut kini sudah rampung dan siap dikomersilkan.
"Kalau melihat saat ini makin berat saya rasa, cost overun kan dihitung dari konstruksi yang membengkak, ada kenaikan suku bunga. Tapi ada faktor baru, pada saat kereta beroperasi komersial, nanti ada biaya maintenence, ada biaya yang keluar karena operasional. Ini kita belum bicara (biayanya)," lanjutnya.
Sehingga di samping harus membayar biaya konstruksi yang membengkak itu, maka negara akan memberikan penjaminan atas biaya operasional hingga maintenence atau pemeliharaan ketika dioperasikan.
"Begitu ada berbagi kondisi ketika kereta cepat misalnya dinilai tidak sanggup lagi membayar pinjaman dan tidak sanggup lagi membiayai operasiona, maka di situ akan masuk dalam balanced APBN," kata Bhima.
Menurutnya, APBN sebetulnya tidak perlu menjadi jaminan apabila pada saat perencanaan, proyek sudah diukur detail mulai proyeksi penumpang, biaya operasional, biaya maintenence, hingga profit yang akan dihasilkan dari sebuah proyek.
"Kalau proyek KCJB ini profit, tiket juga bisa diserap, sehingga ekspektasi penumpang bisa terpenuhi, tidak perlu adanya penjaminan. Kenapa ada jaminan karena mungkin ada kondisi keuangan ke depan yang berisiko," tukas Bhima.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan kebijakan itu merupakan sebuah langkah inkosistensi pemerintah. Sebab proyek yang awalnya dikerjakan dengan skema Business to Business, seolah berubah menjadi goverment to bussines karena APBN dilibatkan.
"Jadi tidak ada pembahasan bahwa negara akan dilibatkan, karena ini adalah konsorsium BUMN dengan perusahan China. Tetapi seiring perjalanan waktu, ada cost overun, ada tambahan biaya, dan ternyata membangun KCJB ongkosnya sangat mahal," ujar Bhima dalam Market Review IDXChannel, Rabu (20/9/2023).
Bhima menilai penjaminan APBN untuk proyek KCJB juga merupakan bentuk antisipasi apabila ekspektasi jumlah penumpang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Sebab di tengah biaya konstruksi yang membengkak itu, PT KCIC juga harus mengeluarkan biaya operasional karena proyek tersebut kini sudah rampung dan siap dikomersilkan.
"Kalau melihat saat ini makin berat saya rasa, cost overun kan dihitung dari konstruksi yang membengkak, ada kenaikan suku bunga. Tapi ada faktor baru, pada saat kereta beroperasi komersial, nanti ada biaya maintenence, ada biaya yang keluar karena operasional. Ini kita belum bicara (biayanya)," lanjutnya.
Sehingga di samping harus membayar biaya konstruksi yang membengkak itu, maka negara akan memberikan penjaminan atas biaya operasional hingga maintenence atau pemeliharaan ketika dioperasikan.
"Begitu ada berbagi kondisi ketika kereta cepat misalnya dinilai tidak sanggup lagi membayar pinjaman dan tidak sanggup lagi membiayai operasiona, maka di situ akan masuk dalam balanced APBN," kata Bhima.
Menurutnya, APBN sebetulnya tidak perlu menjadi jaminan apabila pada saat perencanaan, proyek sudah diukur detail mulai proyeksi penumpang, biaya operasional, biaya maintenence, hingga profit yang akan dihasilkan dari sebuah proyek.
"Kalau proyek KCJB ini profit, tiket juga bisa diserap, sehingga ekspektasi penumpang bisa terpenuhi, tidak perlu adanya penjaminan. Kenapa ada jaminan karena mungkin ada kondisi keuangan ke depan yang berisiko," tukas Bhima.
(uka)
tulis komentar anda