Pantas AS Takut Iran Terlibat Perang Israel-Hamas, Dampak Ekonominya Dahsyat!
Selasa, 17 Oktober 2023 - 14:22 WIB
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat ( AS ) terang-terangan mengaku khawatir dengan kemungkinan Iran akan terlibat langsung dalam perang antara Israel dan Hamas. Saking takutnya, AS sampai mengerahkan dua kapal induk dan kelompok tempur pendukungnya ke laut Mediterania untuk berjaga-jaga.
Mengutip laporan Bloomberg yang dilansir Russia Today, dampak ekonomi kemungkinan besar menjadi pemicu utama kekhawatiran AS tersebut. Merujuk pada laporan tersebut, perekonomian global diprediksi bakal jatuh ke dalam resesi akibat meroketnya harga minyak jika Iran terlibat dalam konflik Israel-Palestina.
Menurut Bloomberg Economics, para analis melihat dampak terhadap pertumbuhan dan inflasi global dalam tiga skenario potensial: dengan permusuhan yang sebagian besar terbatas pada Israel dan wilayah Palestina; dengan konflik yang menyebar ke Lebanon dan Suriah; dan dengan konfrontasi langsung antara Israel dan Iran.
Meski ketiga skenario tersebut kemungkinan besar sama-sama akan menyebabkan lonjakan harga minyak, inflasi yang lebih tinggi, dan pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat, apara analis menilai perang langsung antara Iran dan Israel bakal menyebabkan kerusakan yang paling besar.
"Semakin luas penyebaran konflik, semakin besar dampaknya secara global dibandingkan regional. Konflik di Timur Tengah dapat menimbulkan guncangan di seluruh dunia karena kawasan ini merupakan pemasok penting energi dan jalur pelayaran utama," tulis mereka.
Jika hal ini terjadi, harga minyak diyakini bisa melonjak hingga USD150 per barel. Inflasi global kemungkinan akan melonjak menjadi 6,7% dari perkiraan IMF tahun 2024 saat ini sebesar 5,8%. Selanjutnya, pertumbuhan global kemungkinan akan menyusut sebesar 1% dari proyeksi saat ini untuk tahun depan, menjadi 1,7%. Angka ini akan menjadi angka terburuk sejak tahun 1982, dan secara moneter, akan merugikan perekonomian global sebesar USD1 triliun atau sekira Rp15.000 triliun.
"Kapasitas produksi cadangan di Arab Saudi dan UEA mungkin tidak dapat menyelamatkan situasi jika Iran memutuskan untuk menutup Selat Hormuz, yang menjadi jalur lewatnya seperlima pasokan minyak harian dunia. Juga akan terjadi pergeseran penghindaran risiko (risk-off) yang lebih ekstrem di pasar keuangan," para analis memperingatkan.
Para analis mengklaim dampaknya akan terasa cepat karena banyak negara masih berjuang melawan inflasi yang disebabkan oleh sanksi Barat terhadap Rusia terkait Ukraina, yang telah mengubah orientasi perdagangan global, termasuk aliran minyak dan gas. Mereka memperingatkan bahwa perang di kawasan penghasil energi dapat mendorong perekonomian global ke dalam resesi.
Namun Bloomberg mencatat bahwa konflik langsung antara Iran dan Israel masih merupakan "skenario dengan probabilitas rendah."
Permusuhan bulan ini antara pejuang Palestina Hamas, yang menguasai Gaza, dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), telah menyebabkan lonjakan harga minyak global. Patokan internasional minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember ditutup pada USD90,8 per barel pada hari Jumat (13/10), naik dari sekitar USD84 per barel pada minggu sebelumnya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Mengutip laporan Bloomberg yang dilansir Russia Today, dampak ekonomi kemungkinan besar menjadi pemicu utama kekhawatiran AS tersebut. Merujuk pada laporan tersebut, perekonomian global diprediksi bakal jatuh ke dalam resesi akibat meroketnya harga minyak jika Iran terlibat dalam konflik Israel-Palestina.
Menurut Bloomberg Economics, para analis melihat dampak terhadap pertumbuhan dan inflasi global dalam tiga skenario potensial: dengan permusuhan yang sebagian besar terbatas pada Israel dan wilayah Palestina; dengan konflik yang menyebar ke Lebanon dan Suriah; dan dengan konfrontasi langsung antara Israel dan Iran.
Meski ketiga skenario tersebut kemungkinan besar sama-sama akan menyebabkan lonjakan harga minyak, inflasi yang lebih tinggi, dan pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat, apara analis menilai perang langsung antara Iran dan Israel bakal menyebabkan kerusakan yang paling besar.
"Semakin luas penyebaran konflik, semakin besar dampaknya secara global dibandingkan regional. Konflik di Timur Tengah dapat menimbulkan guncangan di seluruh dunia karena kawasan ini merupakan pemasok penting energi dan jalur pelayaran utama," tulis mereka.
Jika hal ini terjadi, harga minyak diyakini bisa melonjak hingga USD150 per barel. Inflasi global kemungkinan akan melonjak menjadi 6,7% dari perkiraan IMF tahun 2024 saat ini sebesar 5,8%. Selanjutnya, pertumbuhan global kemungkinan akan menyusut sebesar 1% dari proyeksi saat ini untuk tahun depan, menjadi 1,7%. Angka ini akan menjadi angka terburuk sejak tahun 1982, dan secara moneter, akan merugikan perekonomian global sebesar USD1 triliun atau sekira Rp15.000 triliun.
"Kapasitas produksi cadangan di Arab Saudi dan UEA mungkin tidak dapat menyelamatkan situasi jika Iran memutuskan untuk menutup Selat Hormuz, yang menjadi jalur lewatnya seperlima pasokan minyak harian dunia. Juga akan terjadi pergeseran penghindaran risiko (risk-off) yang lebih ekstrem di pasar keuangan," para analis memperingatkan.
Para analis mengklaim dampaknya akan terasa cepat karena banyak negara masih berjuang melawan inflasi yang disebabkan oleh sanksi Barat terhadap Rusia terkait Ukraina, yang telah mengubah orientasi perdagangan global, termasuk aliran minyak dan gas. Mereka memperingatkan bahwa perang di kawasan penghasil energi dapat mendorong perekonomian global ke dalam resesi.
Namun Bloomberg mencatat bahwa konflik langsung antara Iran dan Israel masih merupakan "skenario dengan probabilitas rendah."
Permusuhan bulan ini antara pejuang Palestina Hamas, yang menguasai Gaza, dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), telah menyebabkan lonjakan harga minyak global. Patokan internasional minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember ditutup pada USD90,8 per barel pada hari Jumat (13/10), naik dari sekitar USD84 per barel pada minggu sebelumnya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(fjo)
tulis komentar anda