Ekonomi RI Tak Tumbuh Sampai 5%, Pengamat: Pejabat Sibuk Ngurus Politik
Selasa, 07 November 2023 - 15:18 WIB
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat pada kuartal III-2023 yang tercatat di posisi 4,94% secara (year on year), menurut ekonom yakni mayoritas ditopang oleh konsumsi. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini mengatakan, capaian pertumbuhan ekonomi itu merupakan hal yang berlangsung secara organik dari aktivitas konsumsi masyarakat .
Sehingga menurut Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina itu, tidak ada kebijakan pemerintah yang terlihat banyak mengintervensi atau mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2023 lalu. Bahkan jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal ke kuartal, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III hanya tumbuh 1,69% dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Tahun 2023 ini faktor internal dan eksternal memang berat, kalau tidak extraordinary ya tidak akan mendapatkan apa-apa, segitu-gitu saja, itu juga konsumsi yang menggerakan, tanpa kebijakan pemerintah. Jadi kebijakan pemerintah itu nihil pengaruhnya terhadap ekonomi, inikan konsumsi semua," ujar Didik saat dihubungi MNC Portal, Selasa (7/11/2023).
Lebih lanjut Didik menilai, sejak kuartal II 2023 lalu sudah banyak pejabat di Kabinet Indonesia Maju yang justru lebih condong pada kegiatan partai untuk mempersiapkan diri pada kontestasi politik tahun 2024 mendatang.
"Faktor internal, pemerintah sejak kuartal II akhir sudah jarang mengurus pemerintahan, ngurus politik, apalagi sekarang, tidak diurus pemerintahannya, yang nyapres, yang partai, semua ngurus dirinya sendiri tidak ada yang ngurus rakyat, mau berharap tumbuh 6%?" sambungnya.
Menurutnya jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sekitar 273 orang, dan sekitar 100 juta di antaranya adalah penduduk kelas menengah yang sudah memiliki penghasilan. Maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat sarat ditopang oleh faktor konsumsi.
Namun faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi lain, seperti investasi, belanja pemerintah, ekspor dan impor, dinilai Didik masih kurang kontribusi pemerintah untuk mendorong faktor tersebut. Misalnya pasar ekspor dan impor pada kuartal III 2023 tercatat mengalami kontraksi. Ekspor terkontraksi 4,26% dan impor terkontraksi 6,18%.
Padahal di tengah adanya pelemahan permintaan ekspor dari negara-negara lain, pemerintah seharusnya bisa mencari atau melakukan ekspansi pasar ke negara lain yang ekonomi masih membaik.
"Yang selalu diandalkan infrastruktur, tapikan jangka panjang, tidak ada spesifik, kebijakan pemerintah yang bagus dan mendorong pertumbuhan ekonomi itu tidak ada, atau tidak kelihatan," kata Didik.
"Kita memerlukan dorongan eksternal untuk tumbuh, pertama ekspor, itu bisa mendongkrak investasi, bisa menerima cadangan devisa, bisa memperkuat rupiah, cadangan dolar, itu semua terganjal oleh faktor faktor yang saat ini terjadi, seperti suku unga tinggi, nilai tukar, dan di internalnya seperti itu, ada faktor politik. Itulah hal-hal yang menyebabkan ekonomi segitu saja, tapi itu juga keberuntungan," pungkasnya.
Sehingga menurut Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina itu, tidak ada kebijakan pemerintah yang terlihat banyak mengintervensi atau mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2023 lalu. Bahkan jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal ke kuartal, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III hanya tumbuh 1,69% dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Tahun 2023 ini faktor internal dan eksternal memang berat, kalau tidak extraordinary ya tidak akan mendapatkan apa-apa, segitu-gitu saja, itu juga konsumsi yang menggerakan, tanpa kebijakan pemerintah. Jadi kebijakan pemerintah itu nihil pengaruhnya terhadap ekonomi, inikan konsumsi semua," ujar Didik saat dihubungi MNC Portal, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut Didik menilai, sejak kuartal II 2023 lalu sudah banyak pejabat di Kabinet Indonesia Maju yang justru lebih condong pada kegiatan partai untuk mempersiapkan diri pada kontestasi politik tahun 2024 mendatang.
"Faktor internal, pemerintah sejak kuartal II akhir sudah jarang mengurus pemerintahan, ngurus politik, apalagi sekarang, tidak diurus pemerintahannya, yang nyapres, yang partai, semua ngurus dirinya sendiri tidak ada yang ngurus rakyat, mau berharap tumbuh 6%?" sambungnya.
Menurutnya jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sekitar 273 orang, dan sekitar 100 juta di antaranya adalah penduduk kelas menengah yang sudah memiliki penghasilan. Maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat sarat ditopang oleh faktor konsumsi.
Namun faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi lain, seperti investasi, belanja pemerintah, ekspor dan impor, dinilai Didik masih kurang kontribusi pemerintah untuk mendorong faktor tersebut. Misalnya pasar ekspor dan impor pada kuartal III 2023 tercatat mengalami kontraksi. Ekspor terkontraksi 4,26% dan impor terkontraksi 6,18%.
Padahal di tengah adanya pelemahan permintaan ekspor dari negara-negara lain, pemerintah seharusnya bisa mencari atau melakukan ekspansi pasar ke negara lain yang ekonomi masih membaik.
"Yang selalu diandalkan infrastruktur, tapikan jangka panjang, tidak ada spesifik, kebijakan pemerintah yang bagus dan mendorong pertumbuhan ekonomi itu tidak ada, atau tidak kelihatan," kata Didik.
"Kita memerlukan dorongan eksternal untuk tumbuh, pertama ekspor, itu bisa mendongkrak investasi, bisa menerima cadangan devisa, bisa memperkuat rupiah, cadangan dolar, itu semua terganjal oleh faktor faktor yang saat ini terjadi, seperti suku unga tinggi, nilai tukar, dan di internalnya seperti itu, ada faktor politik. Itulah hal-hal yang menyebabkan ekonomi segitu saja, tapi itu juga keberuntungan," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda