Ngutang ke Pinjol Bisa Jadi Idola Saat Pandemi
Kamis, 06 Agustus 2020 - 12:11 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat layanan financial technology (fintech) peer to peer lending atau biasa disebut pinjaman online (pinjol) harus berbenah agar bisa bertahan. Fintech lending sebenarnya dapat membantu perekonomian Indonesia bergerak di tengah wabah covid-19 sebab masyarakat dapat mengakses pendanaan tanpa perlu bertatap muka.
Menurut Pengamat IT Heru Sutadi, saat ini fintech menjadi sasaran untuk mendapatkan dana segar di tengah pandemi. Hal tersebut dikarenakan sekarang ini dampak pandemi sudah merambah kemana-mana termasuk banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Untuk mendapat pinjaman dari bank kan sulit, dana bantuan sosial (bansos) juga tidak menjangkau semua kalangan sementara kebutuhan terus berjalan. Fintech akhirnya menjadi pilihan," ujar Heru saat dihubungi di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
(Baca Juga: Tipe Masyarakat Ini Sering Terjebak Pinjaman Online Bodong )
Namun, yang patut diwaspada dari situasi ini adalah tunggakan cicilan utang. "Apalagi jika ekonomi memburuk ke depannya. Karena sampai sekarang saja pandemi masih berlangsung dan yang positif covid-19 masih meningkat," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan, di tengah pandemi yang masih berlangsung ini para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia juga perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat. Pasalnya fintech lending ilegal di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
“Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara. Mereka menggerakkan roda perekonomian. Dalam hal ini fintech lending ilegal akan menghambat pertumbuhan UKM-UKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian.
(Baca Juga: Catat, Ini Ciri-ciri Fintech Ilegal dan Investasi Bodong )
Menurut dia, sebenarnya inovasi fintech lending telah membantu banyak pelaku usaha dan pemberi dana untuk mencapai tujuan finansial dan tumbuh bersama. Namun, pihak-pihak seperti fintech lending ilegal pada akhirnya merugikan para pelaku usaha dan masyarakat. "Disarankan untuk memilih fintech lending yang terpercaya dan sudah mendapatkan izin dari OJK," katanya.
Sekedar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir Juni 2020 sudah ada sekitar 158 entitas fintech peer to peer lending dengan total penyaluran pinjaman sebesar Rp113,46 triliun. Angka tersebut naik 153,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada bulan Mei 2020, penyaluran pinjaman mencapai Rp109,18 triliun. Sementara itu, outstanding pinjaman per Juni 2020 mengalami penurunan 38,42% menjadi Rp11,77 triliun dan pada Mei 2020 sebesar Rp12,86 triliun. Adapun jumlah fintech ilegal per Juni 2020 sudah mencapai 2.591 entitas.
Menurut Pengamat IT Heru Sutadi, saat ini fintech menjadi sasaran untuk mendapatkan dana segar di tengah pandemi. Hal tersebut dikarenakan sekarang ini dampak pandemi sudah merambah kemana-mana termasuk banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Untuk mendapat pinjaman dari bank kan sulit, dana bantuan sosial (bansos) juga tidak menjangkau semua kalangan sementara kebutuhan terus berjalan. Fintech akhirnya menjadi pilihan," ujar Heru saat dihubungi di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
(Baca Juga: Tipe Masyarakat Ini Sering Terjebak Pinjaman Online Bodong )
Namun, yang patut diwaspada dari situasi ini adalah tunggakan cicilan utang. "Apalagi jika ekonomi memburuk ke depannya. Karena sampai sekarang saja pandemi masih berlangsung dan yang positif covid-19 masih meningkat," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan, di tengah pandemi yang masih berlangsung ini para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia juga perlu mengantisipasi jumlah fintech lending ilegal yang sedang meningkat. Pasalnya fintech lending ilegal di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
“Bisnis berperan penting dalam perekonomian negara. Mereka menggerakkan roda perekonomian. Dalam hal ini fintech lending ilegal akan menghambat pertumbuhan UKM-UKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian.
(Baca Juga: Catat, Ini Ciri-ciri Fintech Ilegal dan Investasi Bodong )
Menurut dia, sebenarnya inovasi fintech lending telah membantu banyak pelaku usaha dan pemberi dana untuk mencapai tujuan finansial dan tumbuh bersama. Namun, pihak-pihak seperti fintech lending ilegal pada akhirnya merugikan para pelaku usaha dan masyarakat. "Disarankan untuk memilih fintech lending yang terpercaya dan sudah mendapatkan izin dari OJK," katanya.
Sekedar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir Juni 2020 sudah ada sekitar 158 entitas fintech peer to peer lending dengan total penyaluran pinjaman sebesar Rp113,46 triliun. Angka tersebut naik 153,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada bulan Mei 2020, penyaluran pinjaman mencapai Rp109,18 triliun. Sementara itu, outstanding pinjaman per Juni 2020 mengalami penurunan 38,42% menjadi Rp11,77 triliun dan pada Mei 2020 sebesar Rp12,86 triliun. Adapun jumlah fintech ilegal per Juni 2020 sudah mencapai 2.591 entitas.
(akr)
tulis komentar anda