Implementasi Energi Surya RI Tertinggal dari Vietnam
Kamis, 16 November 2023 - 15:05 WIB
JAKARTA - Implementasi energi surya di Indonesia masih tertinggal dengan beberapa negara di Asia Tenggara (ASEAN). Salah satunya adalah Vietnam .
Chief Executive Officer (CEO) PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA Group) Rico Syah Alam mengatakan, Indonesia masih tertinggal dalam hal perkembangan implementasi energi surya di ASEAN. Vietnam sebagai negara yang menduduki peringkat pertama di ASEAN, telah memiliki total kapasitas pemasangan panel surya mencapai 23 Gigawatt.
Sementara di Indonesia, total pemasangan masih belum mencapai 1 Gigawatt. Kendati begitu, Indonesia punya potensi besar untuk meningkatkan realisasi energi surya, didorong oleh pasar di Tanah Air yang sangat besar.
“Itu artinya masih ada potensi besar, karena pasar masih besar. Ini bisa menjadi peluang bagi anak muda,” ucap Rico melalui keterangan pers, dikutip Kamis (16/11/2023).
Dia mencatat Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah, terutama komponen dasar untuk pembuatan produk yang bersifat berkelanjutan, misalnya nikel. Selain itu, suplai nikel dalam negeri memiliki peran besar dalam upaya global bertransisi energi, seperti untuk produksi kendaraan listrik hingga suplai energi untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menimbang potensi itu, perusahaan melihat pentingnya andil generasi muda untuk mengembangkan industri energi baru terbarukan di Indonesia. Rico memastikan pihaknya melibatkan peran anak muda dalam implementasi energi surya.
Saat ini, SESNA Group memiliki lebih dari 50 tenaga kerja yang didominasi oleh kelompok muda. Perusahaan juga memiliki lebih dari tiga belas proyek PLTS yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dengan kapasitas terpasang lebih dari 16 Megawatt Peak (MWp) dan lebih dari 13 MWp sedang dalam tahap konstruksi.
Proyek PLTS Independent Power Producer (IPP) SESNA Group di Sumba, Maumere, dan Ende telah beroperasi dari 2017. Hingga saat ini, kinerja IPP tersebut masih berjalan dengan baik sesuai dengan harapan.
Di samping itu, SESNA Group baru saja menandatangani kesepakatan implementasi PLTS dengan skema ZERO CAPEX sebesar 200 MWp untuk perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel di Sulawesi. Menurut Rico, proyek tersebut merupakan proyek pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas pertama yang mendukung industri pertambangan menjadi lebih berkelanjutan.
“Bidang energi terbarukan, terutama energi surya, di Indonesia masih membutuhkan banyak sumber daya manusia. Jadi, lapangan pekerjaan di bidang ini masih sangat luas. Ini kesempatan bagi anak muda untuk mengambil peran,” bebernya.
Chief Executive Officer (CEO) PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA Group) Rico Syah Alam mengatakan, Indonesia masih tertinggal dalam hal perkembangan implementasi energi surya di ASEAN. Vietnam sebagai negara yang menduduki peringkat pertama di ASEAN, telah memiliki total kapasitas pemasangan panel surya mencapai 23 Gigawatt.
Sementara di Indonesia, total pemasangan masih belum mencapai 1 Gigawatt. Kendati begitu, Indonesia punya potensi besar untuk meningkatkan realisasi energi surya, didorong oleh pasar di Tanah Air yang sangat besar.
“Itu artinya masih ada potensi besar, karena pasar masih besar. Ini bisa menjadi peluang bagi anak muda,” ucap Rico melalui keterangan pers, dikutip Kamis (16/11/2023).
Dia mencatat Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah, terutama komponen dasar untuk pembuatan produk yang bersifat berkelanjutan, misalnya nikel. Selain itu, suplai nikel dalam negeri memiliki peran besar dalam upaya global bertransisi energi, seperti untuk produksi kendaraan listrik hingga suplai energi untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menimbang potensi itu, perusahaan melihat pentingnya andil generasi muda untuk mengembangkan industri energi baru terbarukan di Indonesia. Rico memastikan pihaknya melibatkan peran anak muda dalam implementasi energi surya.
Saat ini, SESNA Group memiliki lebih dari 50 tenaga kerja yang didominasi oleh kelompok muda. Perusahaan juga memiliki lebih dari tiga belas proyek PLTS yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, dengan kapasitas terpasang lebih dari 16 Megawatt Peak (MWp) dan lebih dari 13 MWp sedang dalam tahap konstruksi.
Proyek PLTS Independent Power Producer (IPP) SESNA Group di Sumba, Maumere, dan Ende telah beroperasi dari 2017. Hingga saat ini, kinerja IPP tersebut masih berjalan dengan baik sesuai dengan harapan.
Di samping itu, SESNA Group baru saja menandatangani kesepakatan implementasi PLTS dengan skema ZERO CAPEX sebesar 200 MWp untuk perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel di Sulawesi. Menurut Rico, proyek tersebut merupakan proyek pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas pertama yang mendukung industri pertambangan menjadi lebih berkelanjutan.
Baca Juga
“Bidang energi terbarukan, terutama energi surya, di Indonesia masih membutuhkan banyak sumber daya manusia. Jadi, lapangan pekerjaan di bidang ini masih sangat luas. Ini kesempatan bagi anak muda untuk mengambil peran,” bebernya.
(uka)
tulis komentar anda