Aturan RPP Rokok Bakal Terbit, Kemnaker Wanti-wanti Bisa Berefek PHK
Kamis, 16 November 2023 - 20:47 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan tentang Pelaksanaan Undang-undang atau UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif (RPP Pengamanan Zat Adiktif/ RPP Rokok ).
Adapun aturan tersebut banyak menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama pada bagian pengaturan produk tembakau yang berisi banyak larangan, sehingga diyakini dapat mematikan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) .
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri menilai, bahwa terdapat sejumlah pasal-pasal yang akan berdampak terhadap hubungan ke ketenagakerjaan yakni Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karenanya, Indah mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan sejumlah pandangan keberatan dan masukan terkait pasal-pasal tersebut dalam rapat lintas kementerian terutama kepada Kementerian Kesehatan.
"Makanya kami kasih masukan dan pandangan agar pasal-pasalnya tidak memberikan dampak pada PHK," katanya saat dihubungi MNC Portal, Kamis (16/11/2023).
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga meminta agar RPP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 agar lebih diperhatikan terhadap keberlangsungan IHT.
"IHT itu menggerakan industri lainnya. Karena itu, harus bijaksana dalam melahirkan kebijakan yang tepat dan berkeadilan," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, Senin (30/10/2023).
Edy menambahkan Kemenperin mendorong terwujudnya keseimbangan peraturan dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Apalagi, ia menegaskan, aspek ekonomi dari IHT menjadi tempat bergantung bagi mata pencaharian petani tembakau, petani cengkeh, dan banyak pihak lainnya, baik dalam ekosistem langsung maupun tidak langsung dari IHT.
”Pada prinsipnya, kami masih konsisten memperjuangkan aspirasi IHT dan menempatkan kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi pada titik keseimbangan yang tepat,” ujar Edy.
Sebab dengan begitu, lanjutnya, dampak positif dari eksistensi IHT yang selama ini menjadi tumpuan hidup jutaan masyarakat Indonesia tetap bisa diperoleh. ”Pada saat yang sama, dampak negatif juga dapat dikendalikan dengan baik,” imbuhnya.
Baca Juga
Adapun aturan tersebut banyak menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama pada bagian pengaturan produk tembakau yang berisi banyak larangan, sehingga diyakini dapat mematikan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) .
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri menilai, bahwa terdapat sejumlah pasal-pasal yang akan berdampak terhadap hubungan ke ketenagakerjaan yakni Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karenanya, Indah mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan sejumlah pandangan keberatan dan masukan terkait pasal-pasal tersebut dalam rapat lintas kementerian terutama kepada Kementerian Kesehatan.
"Makanya kami kasih masukan dan pandangan agar pasal-pasalnya tidak memberikan dampak pada PHK," katanya saat dihubungi MNC Portal, Kamis (16/11/2023).
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga meminta agar RPP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 agar lebih diperhatikan terhadap keberlangsungan IHT.
"IHT itu menggerakan industri lainnya. Karena itu, harus bijaksana dalam melahirkan kebijakan yang tepat dan berkeadilan," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, Senin (30/10/2023).
Edy menambahkan Kemenperin mendorong terwujudnya keseimbangan peraturan dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Apalagi, ia menegaskan, aspek ekonomi dari IHT menjadi tempat bergantung bagi mata pencaharian petani tembakau, petani cengkeh, dan banyak pihak lainnya, baik dalam ekosistem langsung maupun tidak langsung dari IHT.
”Pada prinsipnya, kami masih konsisten memperjuangkan aspirasi IHT dan menempatkan kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi pada titik keseimbangan yang tepat,” ujar Edy.
Sebab dengan begitu, lanjutnya, dampak positif dari eksistensi IHT yang selama ini menjadi tumpuan hidup jutaan masyarakat Indonesia tetap bisa diperoleh. ”Pada saat yang sama, dampak negatif juga dapat dikendalikan dengan baik,” imbuhnya.
(akr)
tulis komentar anda