Keuangan Israel Babak Belur Usai Gempur Hamas, Per Hari Rugi Rp4 Triliun
Jum'at, 17 November 2023 - 13:50 WIB
Sementara itu mengutip angka awal Kementerian Keuangan, surat kabar keuangan Calcalist beberapa waktu lalu melaporkan perang Israel dengan Hamas di Jalur Gaza harus dibayar mahal. Dimana diperkirakan bakal menelan biaya sebesar 200 miliar shekel (USD51 miliar) yang jika dirupiahkan mencapai Rp795,1 triliun.
Tidak hanya itu, Israel juga telah menumpuk utang sekitar 30 miliar shekel atau USD7,8 miliar atau setara Rp120,9 triliun sejak dimulainya perang dengan Hamas. Data ini diungkap Kementerian Keuangan Israel, Senin kemarin (13/11/2023).
Perang yang dimulai pada 7 Oktober telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer serta memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban serta sandera. Pada saat yang sama, penerimaan pajak melambat.
Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau hampir USD6 miliar pada bulan Oktober, melonjak dari USD1,12 miliar pada bulan September dan meningkatkan defisit pada 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Pernyataan itu disampaikan pada awal Oktober lalu, dalam pidatonya di panel G30. Yaron mengungkapkan, saat ini sulit untuk memberikan angka pasti mengenai dampak konflik terhadap anggaran negara.
“Tetapi tidak ada keraguan bahwa perang ini akan mempunyai implikasi fiskal yang akan bergantung pada intensitas dan durasinya,” katanya dalam pernyataan yang dipublikasikan.
“Namun, dengan penyesuaian anggaran yang tepat, yang saya yakini dapat dikelola, seharusnya tidak ada perubahan besar pada posisi fundamental fiskal kita," bebernya.
Dia mencatat bahwa Israel memasuki perang ini dengan posisi fiskal yang sangat solid – rasio utang terhadap PDB tepat di bawah 60% dan defisit anggaran sekitar 1,5% PDB dengan proyeksi serupa untuk tahun 2024.
“Pengalaman masa lalu telah menunjukkan ketahanan keuangan publik Israel terhadap konflik militer,” kata Yaron, seraya menambahkan, bahwa dalam konflik-konflik sebelumnya selama 30 tahun terakhir, pemerintah mampu menanggung biaya tambahan untuk beri dukungan militer dan sipil dalam kerangka fiskal yang bertanggung jawab.
Tidak hanya itu, Israel juga telah menumpuk utang sekitar 30 miliar shekel atau USD7,8 miliar atau setara Rp120,9 triliun sejak dimulainya perang dengan Hamas. Data ini diungkap Kementerian Keuangan Israel, Senin kemarin (13/11/2023).
Perang yang dimulai pada 7 Oktober telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer serta memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban serta sandera. Pada saat yang sama, penerimaan pajak melambat.
Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau hampir USD6 miliar pada bulan Oktober, melonjak dari USD1,12 miliar pada bulan September dan meningkatkan defisit pada 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Bank Sentral Klaim Ekonomi Israel Kuat
Perang Israel dengan Hamas di Gaza bakal berdampak pada anggaran, tetapi Gubernur Bank Israel, Amir Yaron menegaskan, hal itu dapat dikendalikan. Alasannya ekonomi negara tersebut diklaim dalam kondisi posisi fiskal yang solid saat memulai perang.Pernyataan itu disampaikan pada awal Oktober lalu, dalam pidatonya di panel G30. Yaron mengungkapkan, saat ini sulit untuk memberikan angka pasti mengenai dampak konflik terhadap anggaran negara.
“Tetapi tidak ada keraguan bahwa perang ini akan mempunyai implikasi fiskal yang akan bergantung pada intensitas dan durasinya,” katanya dalam pernyataan yang dipublikasikan.
“Namun, dengan penyesuaian anggaran yang tepat, yang saya yakini dapat dikelola, seharusnya tidak ada perubahan besar pada posisi fundamental fiskal kita," bebernya.
Dia mencatat bahwa Israel memasuki perang ini dengan posisi fiskal yang sangat solid – rasio utang terhadap PDB tepat di bawah 60% dan defisit anggaran sekitar 1,5% PDB dengan proyeksi serupa untuk tahun 2024.
“Pengalaman masa lalu telah menunjukkan ketahanan keuangan publik Israel terhadap konflik militer,” kata Yaron, seraya menambahkan, bahwa dalam konflik-konflik sebelumnya selama 30 tahun terakhir, pemerintah mampu menanggung biaya tambahan untuk beri dukungan militer dan sipil dalam kerangka fiskal yang bertanggung jawab.
Lihat Juga :
tulis komentar anda