Bos BI Ungkap 5 Faktor 'Keramat' yang Ancam Ekonomi Indonesia
Rabu, 29 November 2023 - 21:10 WIB
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia ( BI ) Perry Warjiyo menyebut bahwa situasi dunia sedang tidak baik-baik saja. Dunia saat ini masih terus bergejolak.
Perang Rusia-Ukraina, perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, dan kini konflik Israel dan Palestina berdampak pada fragmentasi geoekonomi. Akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada tahun 2024, sebelum mulai bersinar kembali pada tahun 2025.
"Ketidakpastian global ini masih tinggi dengan lima karakteristik. Pertama adalah slower and divergent growth," ungkap Perry dalam Pertemuan Tahunan BI 2023 di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Pertumbuhan ekonomi global akan menurun di 2,8% pada tahun 2024 sebelum meningkat ke 3% pada tahun 2025, dengan ekonomi AS yang masih baik dan China melambat. Sementara India dan Indonesia diproyeksikan tumbuh tinggi.
"Kedua, gradual disinflation, penurunan inflasi lambat meski pengetatan moneter agresif di negara maju baru akan turun di 2024. Itu pun masih di atas target karena harga energi dan pangan global, dan juga keketatan pasar tenaga kerja," sambung Perry.
Yang ketiga adalah higher for longer untuk Fed Funds Rate (FFR) yang diramal akan tinggi pada 2024, dengan yield US treasury terus meningkat karena utang AS yang membengkak.
"Keempat adalah strong dollar, dolar AS masih kuat mengakibatkan depresiasi nilai tukar seluruh dunia termasuk rupiah," sambung Perry.
Yang kelima adalah cash is the king, berupa pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju, sebagian besar ke AS karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar AS.
"Kelima gejolak tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, termasuk Indonesia tidak terkecuali. Perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang susah payah kita bangun," pungkas Perry.
Perang Rusia-Ukraina, perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, dan kini konflik Israel dan Palestina berdampak pada fragmentasi geoekonomi. Akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada tahun 2024, sebelum mulai bersinar kembali pada tahun 2025.
"Ketidakpastian global ini masih tinggi dengan lima karakteristik. Pertama adalah slower and divergent growth," ungkap Perry dalam Pertemuan Tahunan BI 2023 di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Pertumbuhan ekonomi global akan menurun di 2,8% pada tahun 2024 sebelum meningkat ke 3% pada tahun 2025, dengan ekonomi AS yang masih baik dan China melambat. Sementara India dan Indonesia diproyeksikan tumbuh tinggi.
"Kedua, gradual disinflation, penurunan inflasi lambat meski pengetatan moneter agresif di negara maju baru akan turun di 2024. Itu pun masih di atas target karena harga energi dan pangan global, dan juga keketatan pasar tenaga kerja," sambung Perry.
Yang ketiga adalah higher for longer untuk Fed Funds Rate (FFR) yang diramal akan tinggi pada 2024, dengan yield US treasury terus meningkat karena utang AS yang membengkak.
"Keempat adalah strong dollar, dolar AS masih kuat mengakibatkan depresiasi nilai tukar seluruh dunia termasuk rupiah," sambung Perry.
Yang kelima adalah cash is the king, berupa pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju, sebagian besar ke AS karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar AS.
"Kelima gejolak tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, termasuk Indonesia tidak terkecuali. Perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respons kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang susah payah kita bangun," pungkas Perry.
(uka)
tulis komentar anda