OJK Tegaskan Sektor Jasa Keuangan Terjaga Hadapi Perlambatan Ekonomi Global
Selasa, 09 Januari 2024 - 17:01 WIB
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) memastikan stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dalam menghadapi perlambatan ekonomi global. Hal itu didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, indikator perekonomian menunjukkan moderasi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di negara Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.
"Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi," kata Mahendra dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Desember 2023, Selasa (9/1/2024).
Namun demikian, pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konflik Palestina-Israel, serta penyelenggaraan pemilihan umum yang mencakup 50 persen populasi dunia terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan.
Secara umum sentimen di pasar keuangan gobal cenderung positif pada Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan narasi soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia.
"Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun," ungkap Mahendra.
Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif, di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Tingkat inflasi juga terjaga rendah di level 2,61 persen yoy, pada November 2023: 2,28 persen yoy.
Namun demikian, masih perlu dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen, serta melandainya pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, indikator perekonomian menunjukkan moderasi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di negara Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.
"Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi," kata Mahendra dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Desember 2023, Selasa (9/1/2024).
Namun demikian, pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konflik Palestina-Israel, serta penyelenggaraan pemilihan umum yang mencakup 50 persen populasi dunia terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan.
Secara umum sentimen di pasar keuangan gobal cenderung positif pada Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan narasi soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia.
"Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun," ungkap Mahendra.
Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif, di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Tingkat inflasi juga terjaga rendah di level 2,61 persen yoy, pada November 2023: 2,28 persen yoy.
Namun demikian, masih perlu dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen, serta melandainya pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.
(nng)
tulis komentar anda