Ramai-ramai Tolak Pajak Hiburan 40-75%, Apindo: Pembatalan UU Enggak Gampang
Kamis, 18 Januari 2024 - 15:45 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) menilai penetapan tarif pajak hiburan sebesar 40-75% terlalu tinggi. Kondisi ini pun membuat bisnis hiburan seperti karaoke hingga spa tidak akan bisa berdaya saing.
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan, pajak hiburan yang sudah berumur 2 tahun ini punya masalah kurang sosialisasi sehingga menimbulkan polemik yang luar biasa.
"Dari segi karyawan, labour ini juga diberi insentif kan, jadi ini yang menjadi perhatian sehingga saya rasa kita akan tidak bisa berdaya saing kalau seperti ini kan," kata Shinta saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Shinta lantas mencontohkan seperti di negara Thailand yang sampai saat ini bisa menarik pariwisata jauh lebih tinggi dari Indonesia.
Untuk masalah pajak hiburan ini yang berdampak di daerah, Apindo sudah menyampaikan pada pemerintah dan diharapkan dapat memberi solusi karena harus ada judicial review.
"Jadi kalau pembatalan undang-undang enggak bisa segampang itu, kemudian harapan kami harus judicial review dulu harus masukin ke pemerintah daerah kan supaya ini bisa dievaluasi kembali," ungkap dia.
Shinta menegaskan, jika ada judicial review, maka ada payung hukum yang jelas. Sehingga jika ada perusahaan yang keberatan, aturan ini bisa ditunda terlebih dahulu.
Ketentuan tarif pajak hiburan ini pun sudah tertuang dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan telah diundangkan pada 5 Januari 2023.
Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Lihat Juga: PERPRINDO dan APINDO Berdiskusi Terkait Wacana Pemindahan Pelabuhan Impor ke Wilayah Timur
Baca Juga
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan, pajak hiburan yang sudah berumur 2 tahun ini punya masalah kurang sosialisasi sehingga menimbulkan polemik yang luar biasa.
"Dari segi karyawan, labour ini juga diberi insentif kan, jadi ini yang menjadi perhatian sehingga saya rasa kita akan tidak bisa berdaya saing kalau seperti ini kan," kata Shinta saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Baca Juga
Shinta lantas mencontohkan seperti di negara Thailand yang sampai saat ini bisa menarik pariwisata jauh lebih tinggi dari Indonesia.
Untuk masalah pajak hiburan ini yang berdampak di daerah, Apindo sudah menyampaikan pada pemerintah dan diharapkan dapat memberi solusi karena harus ada judicial review.
"Jadi kalau pembatalan undang-undang enggak bisa segampang itu, kemudian harapan kami harus judicial review dulu harus masukin ke pemerintah daerah kan supaya ini bisa dievaluasi kembali," ungkap dia.
Shinta menegaskan, jika ada judicial review, maka ada payung hukum yang jelas. Sehingga jika ada perusahaan yang keberatan, aturan ini bisa ditunda terlebih dahulu.
Ketentuan tarif pajak hiburan ini pun sudah tertuang dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan telah diundangkan pada 5 Januari 2023.
Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Lihat Juga: PERPRINDO dan APINDO Berdiskusi Terkait Wacana Pemindahan Pelabuhan Impor ke Wilayah Timur
(akr)
tulis komentar anda