Koperasi Simpan Pinjam Sarat Masalah Hingga Gagal Bayar, Teten: Kok Aneh?
Kamis, 13 Agustus 2020 - 15:15 WIB
JAKARTA - Jumlah koperasi di Indonesia cukup banyak, mencapai 126 ribu. Dari angka tersebut, koperasi simpan pinjam (KSP) masih menduduki posisi jenis koperasi terbanyak, dengan jumlah unit usaha simpan pinjam mencapai 59,9%. Sayangnya, jumlah KSP yang besar ini ternyata dibayangi oleh banyaknya kendala yang belum terselesaikan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyampaikan, koperasi yang mengelola keuangan harus disertai kemampuan manajerial yang baik, sertifikasi keterampilan bagi pihak pengelola, dan juga aturan pengawasan.
"Ada beberapa KSP yang kita awasi, dan terbongkar ada yang gagal bayar. Kok aneh ada koperasi yang gagal bayar? Faktanya ada, karena koperasi mengumpulkan uang dari anggota, tapi diinvestasikan justru bukan untuk kepentingan anggota, melainkan usaha besar," ujar Teten dalam webinar bertema "Masihkah Koperasi Menjadi Andalan?" yang diselenggarakan oleh Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) dan Inke Maris & Associates di Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Karena usaha-usaha besar ini mengalami krisis juga, otomatis investasi koperasi ini pun ikut macet. Dia juga menyoroti standar pengawasan KSP yang masih lemah. (Baca juga: RI Diambang Krisis Tenaga Medis, Terawan: Perlu Ditambah Lagi! )
"Orang yang simpan uang di koperasi tidak mendapatkan perlindungan, sementara di bank, mereka mendapatkan penjaminan. Kalau sistem pengawasan ini tidak kita benahi, maka koperasi tidak akan menjadi pilihan bagi mereka untuk menaruh simpanan, berinvestasi, atau bahkan menjadi anggota," tegas Teten.
Untuk itu, saat ini pihak KemenKop UKM sedang memikirkan bagaimana agar ada lembaga penjaminan dan ada semacam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk koperasi.
"Lewat LPDB sendiri, kami ingin bekerjasama dengan KSP, termasuk koperasi syariah, untuk menjadi channeling pembiayaan UMKM, sehingga lebih mudah bagi kami untuk mengurus 64 juta UMKM kalau mereka bergabung dalam koperasi-koperasi yang ada atau membentuk koperasi baru. Jadi, pembiayaan murah bisa kami salurkan lewat situ," papar Teten.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyampaikan, koperasi yang mengelola keuangan harus disertai kemampuan manajerial yang baik, sertifikasi keterampilan bagi pihak pengelola, dan juga aturan pengawasan.
"Ada beberapa KSP yang kita awasi, dan terbongkar ada yang gagal bayar. Kok aneh ada koperasi yang gagal bayar? Faktanya ada, karena koperasi mengumpulkan uang dari anggota, tapi diinvestasikan justru bukan untuk kepentingan anggota, melainkan usaha besar," ujar Teten dalam webinar bertema "Masihkah Koperasi Menjadi Andalan?" yang diselenggarakan oleh Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) dan Inke Maris & Associates di Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Karena usaha-usaha besar ini mengalami krisis juga, otomatis investasi koperasi ini pun ikut macet. Dia juga menyoroti standar pengawasan KSP yang masih lemah. (Baca juga: RI Diambang Krisis Tenaga Medis, Terawan: Perlu Ditambah Lagi! )
"Orang yang simpan uang di koperasi tidak mendapatkan perlindungan, sementara di bank, mereka mendapatkan penjaminan. Kalau sistem pengawasan ini tidak kita benahi, maka koperasi tidak akan menjadi pilihan bagi mereka untuk menaruh simpanan, berinvestasi, atau bahkan menjadi anggota," tegas Teten.
Untuk itu, saat ini pihak KemenKop UKM sedang memikirkan bagaimana agar ada lembaga penjaminan dan ada semacam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk koperasi.
"Lewat LPDB sendiri, kami ingin bekerjasama dengan KSP, termasuk koperasi syariah, untuk menjadi channeling pembiayaan UMKM, sehingga lebih mudah bagi kami untuk mengurus 64 juta UMKM kalau mereka bergabung dalam koperasi-koperasi yang ada atau membentuk koperasi baru. Jadi, pembiayaan murah bisa kami salurkan lewat situ," papar Teten.
(ind)
tulis komentar anda