IMF: Fragmentasi Ekonomi AS-China Rugikan Pertumbuhan Global
Kamis, 09 Mei 2024 - 15:24 WIB
JAKARTA - Dana Moneter Internasional ( IMF ) memberikan peringatan bahwa meningkatnya fragmentasi ke dalam blok-blok ekonomi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) di Barat dan China mengancam kerja sama perdagangan dan pertumbuhan global secara keseluruhan.
Wakil Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath mengatakan, peristiwa seperti pandemi dan konflik Ukraina telah menghambat perdagangan dunia dengan cara yang belum pernah terlihat sejak akhir Perang Dingin. Menurut Gopinath, dampak dari fragmentasi ekonomi diperkirakan akan jauh lebih besar dibandingkan era Perang Dingin karena ketergantungan ekonomi global yang lebih tinggi pada perdagangan.
IMF memperkirakan bahwa kerugian ekonomi terhadap PDB global bisa mencapai 7% dalam skenario fragmentasi yang ekstrem. Jika keadaan berjalan lebih tenang, dampaknya bisa serendah 0,2%. IMF dalam kesimpulannya menyebutkan, negara-negara berpendapatan rendah kemungkinan besar akan terkena dampak paling parah karena ketergantungan mereka yang lebih besar pada impor pertanian dan investasi asing dari negara-negara maju.
"Negara-negara di seluruh dunia semakin dipandu oleh keamanan ekonomi dan kekhawatiran keamanan nasional dalam menentukan dengan siapa mereka berdagang dan berinvestasi," kata Gopinath, dilansir oleh Russia Today, Kamis (9/5/2024).
Dia menambahkan, hal ini mengakibatkan negara-negara terpaksa memilih untuk memihak antara China dan Amerika Serikat. Meskipun penguatan ketahanan ekonomi tidak selalu buruk, kata dia, tren fragmentasi mengancam peralihan dari sistem perdagangan global berbasis aturan dan pembalikan signifikan keuntungan dari integrasi ekonomi.
Hubungan perdagangan antara AS dan China telah memburuk secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan kedua belah pihak saling menuduh melakukan eskalasi. Washington telah meningkatkan pembatasan perdagangan terhadap China, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.
Sementara, Beijing yang membantah keras tudingan itu juga menegur AS karena ikut campur dalam urusan dalam negerinya, khususnya terkait penjualan senjata ke Taiwan.
Menurut IMF, meningkatnya ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tercermin secara global, dengan lebih dari 3.000 pembatasan perdagangan yang diberlakukan oleh negara-negara di seluruh dunia pada tahun 2022 dan 2023, atau lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun 2019.
Data IMF menunjukkan, pangsa impor China terhadap AS turun sebesar 8 persen poin antara tahun 2017 dan 2023. Sementara pangsa ekspor AS terhadap China turun sekitar 4 persen poin pada periode yang sama.
Perdagangan antarblok negara-negara yang bersekutu dengan China atau AS juga terkena dampak negatif. Blok AS sebagian besar terdiri dari Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, sedangkan negara-negara yang condong ke China antara lain Rusia, Eritrea, Mali, Nikaragua, dan Suriah.
Wakil Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath mengatakan, peristiwa seperti pandemi dan konflik Ukraina telah menghambat perdagangan dunia dengan cara yang belum pernah terlihat sejak akhir Perang Dingin. Menurut Gopinath, dampak dari fragmentasi ekonomi diperkirakan akan jauh lebih besar dibandingkan era Perang Dingin karena ketergantungan ekonomi global yang lebih tinggi pada perdagangan.
IMF memperkirakan bahwa kerugian ekonomi terhadap PDB global bisa mencapai 7% dalam skenario fragmentasi yang ekstrem. Jika keadaan berjalan lebih tenang, dampaknya bisa serendah 0,2%. IMF dalam kesimpulannya menyebutkan, negara-negara berpendapatan rendah kemungkinan besar akan terkena dampak paling parah karena ketergantungan mereka yang lebih besar pada impor pertanian dan investasi asing dari negara-negara maju.
"Negara-negara di seluruh dunia semakin dipandu oleh keamanan ekonomi dan kekhawatiran keamanan nasional dalam menentukan dengan siapa mereka berdagang dan berinvestasi," kata Gopinath, dilansir oleh Russia Today, Kamis (9/5/2024).
Dia menambahkan, hal ini mengakibatkan negara-negara terpaksa memilih untuk memihak antara China dan Amerika Serikat. Meskipun penguatan ketahanan ekonomi tidak selalu buruk, kata dia, tren fragmentasi mengancam peralihan dari sistem perdagangan global berbasis aturan dan pembalikan signifikan keuntungan dari integrasi ekonomi.
Hubungan perdagangan antara AS dan China telah memburuk secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan kedua belah pihak saling menuduh melakukan eskalasi. Washington telah meningkatkan pembatasan perdagangan terhadap China, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.
Sementara, Beijing yang membantah keras tudingan itu juga menegur AS karena ikut campur dalam urusan dalam negerinya, khususnya terkait penjualan senjata ke Taiwan.
Menurut IMF, meningkatnya ketegangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini tercermin secara global, dengan lebih dari 3.000 pembatasan perdagangan yang diberlakukan oleh negara-negara di seluruh dunia pada tahun 2022 dan 2023, atau lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun 2019.
Data IMF menunjukkan, pangsa impor China terhadap AS turun sebesar 8 persen poin antara tahun 2017 dan 2023. Sementara pangsa ekspor AS terhadap China turun sekitar 4 persen poin pada periode yang sama.
Perdagangan antarblok negara-negara yang bersekutu dengan China atau AS juga terkena dampak negatif. Blok AS sebagian besar terdiri dari Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, sedangkan negara-negara yang condong ke China antara lain Rusia, Eritrea, Mali, Nikaragua, dan Suriah.
(fjo)
tulis komentar anda