Program Cofiring Biomassa PLTU Gerakkan Ekonomi Masyarakat
Minggu, 19 Mei 2024 - 14:25 WIB
JAKARTA - Program cofiring atau substitusi batu bara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap ( PLTU ) dinilai potensial dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Pasalnya, tak hanya menekan emisi gas rumah kaca, hal ini berdampak positif pula dengan menggerakkan perekonomian masyarakat.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University Dr Meika Syahbana Rusli. Menurut dia, pemanfaatan biomassa di PLTU jelas mengurangi emisi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara. Tak hanya itu, program cofiring biomassa ini menurutnya juga cocok dilakukan di Indonesia yang memiliki potensi lahan kering cukup besar.
"Lahan kering ini cocok ditanami untuk tanaman energi. Lahan kering ini masih banyak yang tidak produktif, yang hanya ditumbuhi alang-alang, rumput-rumputan atau pepohonan yang tidak termanfaatkan. Di Pulau Jawa, ada 1 juta hektare lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk tanaman energi," jelas Meika dalam keterangannya, Minggu (19/2/2024).
Meika mengungkapkan, selama ini pemanfaatan biomassa hanya bersumber dari limbah seperti dahan-dahan kering pepohonan yang tidak termanfaatkan ataupun dengan serbuk gergaji. Program hutan energi dinilai dapat menjadi solusi tepat untuk mendorong pemanfaatan biomassa dalam rangka mengejar target pengurangan emisi lewat program cofiring PLTU.
Salah satu program hutan tanaman energi sebelumnya telah digagas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di beberapa wilayah seperti Cilacap Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Kidul Yogyakarta. Meika menilai, program ini perlu diperbanyak dengan terus melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Terlebih, implementasi hutan energi memiliki manfaat berkelanjutan dimana pohonnya dapat tetap tumbuh untuk jangka panjang sebab hanya dahan atau rantingnya yang akan digunakan.
"Jadi ini juga ramah lingkungan, sustainable bahan baku dari tanaman energi ini atau kayu yang besar dipanen kemudian ditanam lagi kayu di sana. Artinya budidayanya berlanjut. Ini akan memelihara lingkungan juga menjadi teduh, tidak banyak lahan terbuka, tidak ada erosi," jelasnya.
Meika menambahkan, pemanfaatan lahan yang terbuka sebagai hutan tanaman energi juga dapat mengatasi permasalahan lahan kritis. Selain itu, program ini juga berpotensi mendorong pertambahan nilai ekonomi untuk masyarakat. "Bisa menimbulkan sirkular ekonomi di masyarakat. Ada manfaat ekonomi langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Ini benar-benar ekonomi kerakyatan," terangnya.
Meika menjelaskan, dari beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk hutan energi seperti Kaliandra, Gamal dan Lamtoro, dahan-dahannya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar biomassa. Sementara, daun-daun tanamannya dapat digunakan untuk pakan ternak. Implementasi program hutan energi dengan melibatkan masyarakat pun diharapkan dapat ikut mendorong terbentuknya organisasi kelompok tani di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran program.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University Dr Meika Syahbana Rusli. Menurut dia, pemanfaatan biomassa di PLTU jelas mengurangi emisi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara. Tak hanya itu, program cofiring biomassa ini menurutnya juga cocok dilakukan di Indonesia yang memiliki potensi lahan kering cukup besar.
"Lahan kering ini cocok ditanami untuk tanaman energi. Lahan kering ini masih banyak yang tidak produktif, yang hanya ditumbuhi alang-alang, rumput-rumputan atau pepohonan yang tidak termanfaatkan. Di Pulau Jawa, ada 1 juta hektare lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk tanaman energi," jelas Meika dalam keterangannya, Minggu (19/2/2024).
Meika mengungkapkan, selama ini pemanfaatan biomassa hanya bersumber dari limbah seperti dahan-dahan kering pepohonan yang tidak termanfaatkan ataupun dengan serbuk gergaji. Program hutan energi dinilai dapat menjadi solusi tepat untuk mendorong pemanfaatan biomassa dalam rangka mengejar target pengurangan emisi lewat program cofiring PLTU.
Salah satu program hutan tanaman energi sebelumnya telah digagas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di beberapa wilayah seperti Cilacap Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Kidul Yogyakarta. Meika menilai, program ini perlu diperbanyak dengan terus melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Terlebih, implementasi hutan energi memiliki manfaat berkelanjutan dimana pohonnya dapat tetap tumbuh untuk jangka panjang sebab hanya dahan atau rantingnya yang akan digunakan.
"Jadi ini juga ramah lingkungan, sustainable bahan baku dari tanaman energi ini atau kayu yang besar dipanen kemudian ditanam lagi kayu di sana. Artinya budidayanya berlanjut. Ini akan memelihara lingkungan juga menjadi teduh, tidak banyak lahan terbuka, tidak ada erosi," jelasnya.
Meika menambahkan, pemanfaatan lahan yang terbuka sebagai hutan tanaman energi juga dapat mengatasi permasalahan lahan kritis. Selain itu, program ini juga berpotensi mendorong pertambahan nilai ekonomi untuk masyarakat. "Bisa menimbulkan sirkular ekonomi di masyarakat. Ada manfaat ekonomi langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Ini benar-benar ekonomi kerakyatan," terangnya.
Meika menjelaskan, dari beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk hutan energi seperti Kaliandra, Gamal dan Lamtoro, dahan-dahannya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar biomassa. Sementara, daun-daun tanamannya dapat digunakan untuk pakan ternak. Implementasi program hutan energi dengan melibatkan masyarakat pun diharapkan dapat ikut mendorong terbentuknya organisasi kelompok tani di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran program.
(fjo)
tulis komentar anda