MNC Media Terbukti Kuat dengan Model Bisnis yang Unik
Rabu, 19 Agustus 2020 - 19:14 WIB
JAKARTA - Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo optimistis dengan strategi bisnis yang dijalankan MNC Media yang solid dalam naungan PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Dirinya menjelaskan, dalam kondisi pandemi dan PSBB sejak kuartal pertama tahun ini, terbukti kinerja perseroan sepanjang enam bulan pertama masih dalam kategori stabil.
Meskipun terdapat kendala di beberapa unit usaha, tapi tetap mencatatkan pertumbuhan di lini bisnis lainnya.
"Model bisnis di MNC media menumbuhkan pendapatan dan memperkecil capex. Sehingga bagus untuk laba dan cash flow juga kuat. Intinya ini bagus untuk kreditur dalam obligasi dan sukuk ijarah yang kami rilis," ujar Hary dalam public expose PUB Obligasi dan Sukuk Ijarah II Tahap 1 tahun 2020 dari PT Global Mediacom Tbk (BMTR). ( Baca juga:Global Mediacom Rilis Obligasi dan Sukuk Ijarah Rp1 Triliun )
Hary kemudian menjelaskan secara detail kinerja MNC Media selama satu semester tahun ini. Secara pendapatan bersih mengalami penurunan 8% menjadi Rp5,86 triliun. Namun pelemahan tersebut masih lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di industri lainnya. Apalagi, kinerja perekonomian nasional juga mengalami pelemahan, khususnya di kuartal kedua karena pandemi dan PSBB.
"Banyak produksi konten yang tidak bisa dilakukan seperti acara Bedah Rumah dan Uang Kaget. Tapi kami masih lebih baik dibandingkan perusahaan lain di berbagai industri," ujarnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan, kabar positif karena dari sisi iklan digital berhasil naik sebesar 26% meskipun iklan non-digital turun 14% menjadi Rp3,2 Triliun. Hal ini menurutnya masih wajar karena banyak pengiklan yang menahan belanja iklan karena penjualannya turun. Situasi itu di seluruh negara kondisinya sama. Pemasukan dari konten tercatat turun 11% karena beberapa produksi tidak bisa jalan.
"Tapi mulai kuartal tiga semua balik normal karena sudah ada relaksasi PSBB transisi," jelasnya.
Di sisi lain dia menyebut bisnis dari Pay TV dan internet broadband berhasil naik 12%. Hal ini menandakan perseroan memiliki model bisnis yang unik karena tetap terjaga dengan ada unit yang naik dan juga turun. Secara EBITDA juga turun tipis hanya 3%, lalu net income tercatat turun tipis hanya 4% dalam level yang masih aman.
"Namun di sana ada pinjaman dalam USD. Kalau itu dikesampingkan, justru net income naik 7% menjadi Rp1,41 Triliun. Jadi MNC Media relatif dalam kondisi cukup baik di tengah pandemi," tegasnya.
Terakhir, dia menegaskan terkait aksi korporasi kali ini. Khusus dalam unit bisnis MNCN sebagai basis FTA TV dan konten, perseroan sudah membutuhkan modal kerja atau capex yang kecil. Ini disebabkan fasilitas produksinya sudah dibangun sejak enam tahun lalu. Dampaknya menguntungkan saat ini karena cash flow jadi sangat kuat. Sedangkan unit bisnis IPTV di masa lalu memiliki capex besar. Tapi kemudian diputuskan perseroan tidak bangun infrastruktur kabel fiber optik sendiri dan membeli kapasitas pihak lain.
"Ini mengubah capex sejak tahun ini hingga seterusnya jadi lebih kecil. Akhirnya cash flow akan kuat. Bahkan utang anak usahanya bisa diperkecil karena cash flow kuat," pungkasnya.
Meskipun terdapat kendala di beberapa unit usaha, tapi tetap mencatatkan pertumbuhan di lini bisnis lainnya.
"Model bisnis di MNC media menumbuhkan pendapatan dan memperkecil capex. Sehingga bagus untuk laba dan cash flow juga kuat. Intinya ini bagus untuk kreditur dalam obligasi dan sukuk ijarah yang kami rilis," ujar Hary dalam public expose PUB Obligasi dan Sukuk Ijarah II Tahap 1 tahun 2020 dari PT Global Mediacom Tbk (BMTR). ( Baca juga:Global Mediacom Rilis Obligasi dan Sukuk Ijarah Rp1 Triliun )
Hary kemudian menjelaskan secara detail kinerja MNC Media selama satu semester tahun ini. Secara pendapatan bersih mengalami penurunan 8% menjadi Rp5,86 triliun. Namun pelemahan tersebut masih lebih baik dibanding rata-rata perusahaan lain di industri lainnya. Apalagi, kinerja perekonomian nasional juga mengalami pelemahan, khususnya di kuartal kedua karena pandemi dan PSBB.
"Banyak produksi konten yang tidak bisa dilakukan seperti acara Bedah Rumah dan Uang Kaget. Tapi kami masih lebih baik dibandingkan perusahaan lain di berbagai industri," ujarnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan, kabar positif karena dari sisi iklan digital berhasil naik sebesar 26% meskipun iklan non-digital turun 14% menjadi Rp3,2 Triliun. Hal ini menurutnya masih wajar karena banyak pengiklan yang menahan belanja iklan karena penjualannya turun. Situasi itu di seluruh negara kondisinya sama. Pemasukan dari konten tercatat turun 11% karena beberapa produksi tidak bisa jalan.
"Tapi mulai kuartal tiga semua balik normal karena sudah ada relaksasi PSBB transisi," jelasnya.
Di sisi lain dia menyebut bisnis dari Pay TV dan internet broadband berhasil naik 12%. Hal ini menandakan perseroan memiliki model bisnis yang unik karena tetap terjaga dengan ada unit yang naik dan juga turun. Secara EBITDA juga turun tipis hanya 3%, lalu net income tercatat turun tipis hanya 4% dalam level yang masih aman.
"Namun di sana ada pinjaman dalam USD. Kalau itu dikesampingkan, justru net income naik 7% menjadi Rp1,41 Triliun. Jadi MNC Media relatif dalam kondisi cukup baik di tengah pandemi," tegasnya.
Terakhir, dia menegaskan terkait aksi korporasi kali ini. Khusus dalam unit bisnis MNCN sebagai basis FTA TV dan konten, perseroan sudah membutuhkan modal kerja atau capex yang kecil. Ini disebabkan fasilitas produksinya sudah dibangun sejak enam tahun lalu. Dampaknya menguntungkan saat ini karena cash flow jadi sangat kuat. Sedangkan unit bisnis IPTV di masa lalu memiliki capex besar. Tapi kemudian diputuskan perseroan tidak bangun infrastruktur kabel fiber optik sendiri dan membeli kapasitas pihak lain.
"Ini mengubah capex sejak tahun ini hingga seterusnya jadi lebih kecil. Akhirnya cash flow akan kuat. Bahkan utang anak usahanya bisa diperkecil karena cash flow kuat," pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda