Pengaruhi Daya Saing, Asosiasi Produsen Pupuk Minta Toleransi Truk Kelebihan Muat
Rabu, 03 Juli 2024 - 13:42 WIB
Tossin juga memberikan gambaran bahwa saat kondisi truk 16 ton misalnya, kalau mengikuti kebijakan Zero ODOL, nanti truk itu hanya bisa memuat pupuk sebanyak 8 ton saja.
Dengan 16 ton itu, HPP atau penjumlahan dari biaya produksi dan distribusi misalkan Rp100. Tapi, jika mengikuti Zero ODOL, berarti truk yang tadinya membawa pupuk sebanyak 16 ton itu hanya bisa mengangkut 8 ton saja. Artinya, butuh dua truk untuk membawa muatan 16 ton. HPP-nya juga otomatis menjadi naik dua kali lipat menjadi Rp 200.
“Nah, untuk meminimalkan kenaikan besaran HPP inilah kita minta agar ada toleransi sebesar lima persen dari muatan Zero ODOL. Ini yang akan kita negosiasikan nanti dengan Kemenhub untuk menjadi berapa ton toleransinya,” ujarnya.
Pasalnya kata Tossin, ada perubahan HPP pupuk yang menjadi persoalan terhadap besaran subsidinya. “Itu akan menjadi beban pemerintah nantinya. Karena sekarang ini pemerintah menyediakan biaya subsidi pupuk itu kuantum, yaitu 9 juta ton dikali dengan HPP. Jadi kalau HPP-nya naik, otomatis subsidi juga akan naik,” tuturnya.
Begitu juga untuk pupuk komersial, Zero ODOL ini jelas-jelas akan mempengaruhi daya saing. Jika harga jual pupuknya semakin mahal, otomatis penjualan juga akan menurun. “Ini akan berpengaruh terhadap keterjangkauan petani sehingga berpotensi petani tidak dapat melakukan pemupukan sesuai dosis yang kita rekomendasikan,” katanya.
Selain itu, Tossin mengatakan, APPI juga akan menyarankan agar kelas jalan non tol dinaikkan sebelum diterapkannya kebijakan Zero ODOL. Jika tidak menurutnya, truk-truk yang mengangkut pupuk hingga ke lini IV atau kios-kios pengecer yang ada di kecamatan-kecamatan dan desa-desa akan mengalami kesulitan.
“Terkait dengan aksesibilitas ke Gudang lini IV, disarankan agar kelas jalan yang dilalui truk-truk komoditas pupuk itu dapat dinaikkan yang semula kelas III menjadi kelas I agar truk memiliki lebih banyak opsi jalan untuk dilewati,” ujarnya.
Seperti diketahui kata Tossin, kebijakan Zero ODOL ini menjadi tantangan bagi produsen pupuk untuk terus memenuhi kebutuhan pupuk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena kebijakan Zero ODOL otomatis akan menambah jumlah perjalanan truk dalam mengangkut kuantum yang sama, sehingga jumlah truk yang dibutuhkan akan lebih banyak dari sebelum kebijakan Zero ODOL diberlakukan.
Dia menuturkan, dari jumlah alokasi pupuk yang menjadi kewajiban Pupuk Indonesia sebanyak 9,04 juta ton, saat ini diangkut oleh 361.600 perjalanan (rit). Dengan kebijakan Zero ODOL, angkutan truk diperkirakan akan menjadi 502.222 rit.
Kondisi ini memang telah dipahami bersama antara produsen dengan perusahaan jasa angkutan pupuk, sebagai bagian dari komitmen untuk mengutamakan keselamatan angkutan di jalan raya, sekaligus juga menjaga agar kebutuhan pupuk nasional dapat tetap terpenuhi.
Dengan 16 ton itu, HPP atau penjumlahan dari biaya produksi dan distribusi misalkan Rp100. Tapi, jika mengikuti Zero ODOL, berarti truk yang tadinya membawa pupuk sebanyak 16 ton itu hanya bisa mengangkut 8 ton saja. Artinya, butuh dua truk untuk membawa muatan 16 ton. HPP-nya juga otomatis menjadi naik dua kali lipat menjadi Rp 200.
“Nah, untuk meminimalkan kenaikan besaran HPP inilah kita minta agar ada toleransi sebesar lima persen dari muatan Zero ODOL. Ini yang akan kita negosiasikan nanti dengan Kemenhub untuk menjadi berapa ton toleransinya,” ujarnya.
Pasalnya kata Tossin, ada perubahan HPP pupuk yang menjadi persoalan terhadap besaran subsidinya. “Itu akan menjadi beban pemerintah nantinya. Karena sekarang ini pemerintah menyediakan biaya subsidi pupuk itu kuantum, yaitu 9 juta ton dikali dengan HPP. Jadi kalau HPP-nya naik, otomatis subsidi juga akan naik,” tuturnya.
Begitu juga untuk pupuk komersial, Zero ODOL ini jelas-jelas akan mempengaruhi daya saing. Jika harga jual pupuknya semakin mahal, otomatis penjualan juga akan menurun. “Ini akan berpengaruh terhadap keterjangkauan petani sehingga berpotensi petani tidak dapat melakukan pemupukan sesuai dosis yang kita rekomendasikan,” katanya.
Selain itu, Tossin mengatakan, APPI juga akan menyarankan agar kelas jalan non tol dinaikkan sebelum diterapkannya kebijakan Zero ODOL. Jika tidak menurutnya, truk-truk yang mengangkut pupuk hingga ke lini IV atau kios-kios pengecer yang ada di kecamatan-kecamatan dan desa-desa akan mengalami kesulitan.
“Terkait dengan aksesibilitas ke Gudang lini IV, disarankan agar kelas jalan yang dilalui truk-truk komoditas pupuk itu dapat dinaikkan yang semula kelas III menjadi kelas I agar truk memiliki lebih banyak opsi jalan untuk dilewati,” ujarnya.
Seperti diketahui kata Tossin, kebijakan Zero ODOL ini menjadi tantangan bagi produsen pupuk untuk terus memenuhi kebutuhan pupuk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena kebijakan Zero ODOL otomatis akan menambah jumlah perjalanan truk dalam mengangkut kuantum yang sama, sehingga jumlah truk yang dibutuhkan akan lebih banyak dari sebelum kebijakan Zero ODOL diberlakukan.
Dia menuturkan, dari jumlah alokasi pupuk yang menjadi kewajiban Pupuk Indonesia sebanyak 9,04 juta ton, saat ini diangkut oleh 361.600 perjalanan (rit). Dengan kebijakan Zero ODOL, angkutan truk diperkirakan akan menjadi 502.222 rit.
Kondisi ini memang telah dipahami bersama antara produsen dengan perusahaan jasa angkutan pupuk, sebagai bagian dari komitmen untuk mengutamakan keselamatan angkutan di jalan raya, sekaligus juga menjaga agar kebutuhan pupuk nasional dapat tetap terpenuhi.
tulis komentar anda