Baja Impor Ilegal Berpotensi Ancam Proyek Nasional
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 21:29 WIB
JAKARTA - Kasus pelabelan SNI terhadap baja impor yang didatangkan dari Thailand dinilai dapat menjadi ancaman bagi proyek strategis nasional. Pasalnya, baja yang diimpor isa berkualitas rendah sehingga hanya bisa dipergunakan pada proyek tertentu.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai, pemalsuan SNI terhadap produk besi baja, apalagi yang berkualitas rendah, dapat mengganggu bahkan membahayakan proyek srategis nasional.
(Baca Juga: Hipmi: Industri Baja Digempur Barang Impor dan Selundupan)
"Kalau memang produk tersebut ditujukan untuk proyek tertentu jelas sangat mengganggu. Yang dikhawatirkan juga dilempar ke pasar dalam negeri yang luas. Saya kira perlu penelusuran yang lebih jauh," kata Tauhid kepada media.
Dia menjelaskan, kerugian akan dialami oleh konsumen pada proyek tertentu. Misalnya karena belum ada jaminan SNI yang asli, kualitas produk tersebut diragukan memenuhi syarat atau tidak, dan bahkan bisa membahayakan karena produk itu digunakan untuk bangunan, gedung, atau infrastruktur.
"Khawatirnya yang masuk ke Indonesia barang berkualtas rendah. Akhirnya memang punya umur yang lebih pendek. Berisiko ada yang kecelakaan dan sebagainya, ini kan yang kita hindari," tegasnya.
Sebagai informasi, Polisi telah menyita 4.600 ton baja impor dari gudang milik PT Gunung Inti Sempurna (GIS). PT GIS bisa melakukan impor karena mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan izin dari Kementerian Perdagangan. Namun dalam perjalannya terungkap bahwa dasar pemberian rekomendasi dan izin itu adalah dari purchase order (P0) palsu.
Mantan Dirut PT Gunung Baja Konstruksi (GBK) Ken Pangestu memastikan bahwa perusahaannya tidak pernah menerbitkan purchase order (PO) sebagai dasar pengajuan impor besi siku dari Thailand. "Saat diperiksa polisi saya disodori data PO yang nilainya mencapai Rp2 triliun. Kami tidak pernah keluarkan PO sebanyak itu," jelasnya belum lama ini.
Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai bahwa perlu ketegasan dari aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menghentikan praktik semacam ini. "Ini sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo yang zero kompromi terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi. Apalagi saat ini pemerintah ingin menciptakan kemandirian bangsa. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku industri dalam negeri yang melakukan pemalsuan impor besi siku dari negara lain," tegasnya.
(Baca Juga: DPR Minta Polisi Transparan Sidik Kasus Pemalsuan Label SNI)
Guna mencegah hal itu berulang, menurut Tauhid garda terdepan yang bertanggung jawab adalah di pintu masuk utama atau pelabuhan. Perlunya melakukan pengecekan produk yang mengacu pada standar SNI. Terutama dari Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Selain itu, menurutnya perlu juga dilakukan sidak di pasar. Hal ini menurutnya bisa mendorong pengurangan volume produk yang tidak berkualitas atau bahkan ilegal. "Saya pikir sidak pasar perlu dilakukan untuk mengurangi volume kualitas yang diturunkan atau ilegal," tandasnya.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai, pemalsuan SNI terhadap produk besi baja, apalagi yang berkualitas rendah, dapat mengganggu bahkan membahayakan proyek srategis nasional.
(Baca Juga: Hipmi: Industri Baja Digempur Barang Impor dan Selundupan)
"Kalau memang produk tersebut ditujukan untuk proyek tertentu jelas sangat mengganggu. Yang dikhawatirkan juga dilempar ke pasar dalam negeri yang luas. Saya kira perlu penelusuran yang lebih jauh," kata Tauhid kepada media.
Dia menjelaskan, kerugian akan dialami oleh konsumen pada proyek tertentu. Misalnya karena belum ada jaminan SNI yang asli, kualitas produk tersebut diragukan memenuhi syarat atau tidak, dan bahkan bisa membahayakan karena produk itu digunakan untuk bangunan, gedung, atau infrastruktur.
"Khawatirnya yang masuk ke Indonesia barang berkualtas rendah. Akhirnya memang punya umur yang lebih pendek. Berisiko ada yang kecelakaan dan sebagainya, ini kan yang kita hindari," tegasnya.
Sebagai informasi, Polisi telah menyita 4.600 ton baja impor dari gudang milik PT Gunung Inti Sempurna (GIS). PT GIS bisa melakukan impor karena mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan izin dari Kementerian Perdagangan. Namun dalam perjalannya terungkap bahwa dasar pemberian rekomendasi dan izin itu adalah dari purchase order (P0) palsu.
Mantan Dirut PT Gunung Baja Konstruksi (GBK) Ken Pangestu memastikan bahwa perusahaannya tidak pernah menerbitkan purchase order (PO) sebagai dasar pengajuan impor besi siku dari Thailand. "Saat diperiksa polisi saya disodori data PO yang nilainya mencapai Rp2 triliun. Kami tidak pernah keluarkan PO sebanyak itu," jelasnya belum lama ini.
Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai bahwa perlu ketegasan dari aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menghentikan praktik semacam ini. "Ini sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo yang zero kompromi terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi. Apalagi saat ini pemerintah ingin menciptakan kemandirian bangsa. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku industri dalam negeri yang melakukan pemalsuan impor besi siku dari negara lain," tegasnya.
(Baca Juga: DPR Minta Polisi Transparan Sidik Kasus Pemalsuan Label SNI)
Guna mencegah hal itu berulang, menurut Tauhid garda terdepan yang bertanggung jawab adalah di pintu masuk utama atau pelabuhan. Perlunya melakukan pengecekan produk yang mengacu pada standar SNI. Terutama dari Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Selain itu, menurutnya perlu juga dilakukan sidak di pasar. Hal ini menurutnya bisa mendorong pengurangan volume produk yang tidak berkualitas atau bahkan ilegal. "Saya pikir sidak pasar perlu dilakukan untuk mengurangi volume kualitas yang diturunkan atau ilegal," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda