Investasi dan Regulasi Menjadi Jangkar Berlabuh Proyek Energi Terbarukan di Indonesia

Jum'at, 13 September 2024 - 17:46 WIB
Lembaga keuangan masih perlu diyakinkan untuk berinvestasi bagi proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.Foto/Dok
JAKARTA - Melalui Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024, pemerintah, lembaga keuangan dan pelaku usaha bertemu untuk mencari solusi dalam mempercepat transisi energi di Indonesia. Investasi dan regulasi menjadi pokok bahasan pada hari ketiga ISEW 2024, sebagai tantangan yang perlu dijembatani antara pemerintah, Lembaga keuangan dan pelaku usaha dalam mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan.

Meskipun memiliki potensi energi terbarukan lebih dari 3.686 GW (ESDM), proyek energi terbarukan di Indonesia terhambat oleh beberapa tantangan. Berdasarkan hasil diskusi ISEW 2024 hari ketiga terdapat lima tantangan utama. Pertama, kurangnya akses terhadap modal dan terbatasnya opsi pembiayaan. Kedua, kurangnya insentif finansial. Ketiga, ketidakpastian kebijakan. Keempat, kurangnya peta jalan investasi berkelanjutan. Kelima, risiko dan probabilitas proyek.





Project Lead CASE for Southeast Asia – GIZ Energy Programme Indonesia/ASEAN, Deni Gumilang mengatakan bahwa lembaga keuangan masih perlu diyakinkan untuk berinvestasi bagi proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia karena dianggap sebagai investasi dengan risiko tinggi dengan jangka pengembalian yang cukup lama.

“untuk membuka peluang-peluang investasi pada proyek energi terbarukan, Indonesia perlu menerapkan instrumen-instrumen de-risking terutama pada pengurangan risiko kebijakan yang sejalan dengan pengurangan risiko keuangan dalam meningkatkan peran pihak swasta. Investasi sektor swasta sangat penting untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris terutama di sektor energi, dengan 80-85% dari pembiayaan yang dibutuhkan diharapkan berasal dari pihak swasta tersebut. Sementara, pemerintah memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan kerangka kebijakan yang mengurangi risiko investasi tersebut. “ kata Deni.

Berdasarkan laporan De-Risking Facilities for The Development of Indonesia’s Renewable Power Sector (CASE, 2022), terdapat sembilan instrumen yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko dari investasi pada proyek-proyek energi terbarukan: jaminan proyek dan finansial, pinjaman berbasis kinerja, sekuritisasi aset, obligasi hijau, modal awal, hibah yang bisa dikonversi, agregasi asset, pembiayaan mezzanine dan kredit lunak. Instrumen-instrumen ini diharapkan dapat menarik pembiayaan dari berbagai investor bagi pengembang energi terbarukan di Indonesia.

Meningkatnya pembiayaan berkelanjutan bagi proyek energi terbarukan di Indonesia akan mengubah suplai dan permintaan energi terbarukan, seiring menurunnya dependensi akan energi fosil untuk mencapai target penurunan emisi sesuai dengan peta jalan net zero emission (NZE) 2060 atau lebih cepat. Meskipun secara nasional bauran energi terbarukan baru mencapai 13,1% pada tahun 2023, pelaku usaha perlu terus mendukung dengan bertransisi energi secara mandiri.

Kepala KADIN Energy Transition Task Force (KADIN ETTF), Antony Utomo menyatakan bahwa peluang investasi untuk pengembangan energi terbarukan sangat besar, namun tantangan-tantangan dari sisi regulasi, harga, persaingan dengan energi fosil yang disubsidi masih menghambat peluang tersebut.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami memiliki tiga inisiatif bagi pemilik usaha dalam mendukung sektor swasta untuk bertransisi energi: pengembangan industri hijau, peningkatan kapasitas manufaktur energi terbarukan dan mengembangkan sistem distribusi energi yang dapat diimplementasikan di daerah yang memiliki keterbatasan akses listrik,“ jelas Antony.



Selain pendanaan, dukungan secara teknis dan pengembangan kapasitas juga menjadi salah satu kunci keberhasilan transisi energi di Indonesia. Manajer Proyek CASE for Southeast Asia, Institute for Essential Services Reform (IESR), Agus Tampubolon menjelaskan bahwa beberapa teknologi energi terbarukan masih menjadi suatu hal yang baru bagi Indonesia. Pengembangan kapasitas bagi pekerja sangat diperlukan untuk beradaptasi dengan teknologi baru yang akan digunakan pada sektor energi, bahkan industri.

“Teknologi energi terbarukan akan terus berkembang untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Dukungan finansial dan regulasi sangat penting agar teknologi energi terbarukan ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Selain itu, kedepannya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga perlu diperhatikan untuk memastikan masyarakat bisa masuk pada sektor kerja hijau yang akan terbuka dari transisi energi,,” kata Agus
(fch)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More