Hati-hati! 3 Fenomena Global Ini Mengancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Senin, 18 November 2024 - 21:41 WIB
JAKARTA - Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede mengatakan, ada tiga fenomena global yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia . Tiga sentimen eksternal tersebut yakni konflik geopolitik, pelemahan ekonomi China dan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Pertama, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang sudah terjadi sejak 2022. Selain itu, konflik Palestina dan Israel serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih terjadi.
Namun Trump diramal tidak bakal melakukan intervensi atau cawe-cawe pada geopolitik di Timur Tengah. "Kabar baik harapannya tensi geopolitik di Timur Tengah, setelah nanti Trump, mudah-mudahan tidak makin memanas," kata Josua dalam Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta, Senin (18/11/2024).
Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menekankan, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu -julukan China- menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5% pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7% dan 4,6% secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi, China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"Seperti diketahui China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan.
Akibatnya pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan."Pada akhirnya akan berimbas pelemahan yuan, pelemahan mata uang rupiah dan mata uang lainnya, karena korelasi yuan cukup tinggi terhadap mata uang rupiah dan Asia," ujar Josua.
Pertama, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang sudah terjadi sejak 2022. Selain itu, konflik Palestina dan Israel serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih terjadi.
Namun Trump diramal tidak bakal melakukan intervensi atau cawe-cawe pada geopolitik di Timur Tengah. "Kabar baik harapannya tensi geopolitik di Timur Tengah, setelah nanti Trump, mudah-mudahan tidak makin memanas," kata Josua dalam Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta, Senin (18/11/2024).
Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menekankan, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu -julukan China- menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5% pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7% dan 4,6% secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi, China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"Seperti diketahui China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan.
Akibatnya pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan."Pada akhirnya akan berimbas pelemahan yuan, pelemahan mata uang rupiah dan mata uang lainnya, karena korelasi yuan cukup tinggi terhadap mata uang rupiah dan Asia," ujar Josua.
(akr)
tulis komentar anda