Tanpa Gelar Sarjana, Pria Ini Bangun Perusahaan Roket Senilai Rp192 Triliun
Senin, 16 Desember 2024 - 07:33 WIB
JAKARTA - CEO Rocket Lab, Peter Beck di usianya 47 tahun, berhasil membangun perusahaan roket, yang telah menembus langit meskipun kakinya tetap berpijak di Bumi.
"Beberapa orang memiliki hasrat yang membara untuk pergi ke luar angkasa. Saya hanya memiliki hasrat yang membara untuk menciptakan sesuatu yang memungkinkan orang lain pergi ke luar angkasa," kata Beck dilansir dari CNBC International, Senin (16/12/2024).
Pria asal Selandia Baru ini meluncurkan Rocket Lab pada 2006 tanpa gelar sarjana atau koneksi dengan industri luar angkasa. Perusahaannya yang berbasis di Long Beach, California ini, kini memiliki nilai pasar USD12 miliar atau setara Rp192 triliun sukses meluncurkan puluhan roket dengan menjadikannya salah satu perusahaan kedirgantaraan dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Beck memiliki kekayaan bersih sebesar USD1,3 miliar, menurut perkiraan Forbes pada bulan November. Jeff Bezos dan Richard Branson, dua miliarder lain yang memiliki perusahaan kedirgantaraan, telah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Namun Beck menegaskan bahwa ia tidak tertarik.
Dia terlibat langsung saat merencanakan dan mempersiapkan misi Rocket Lab. Meski tak tertarik melakukan perjalanan ke luar angkasa, Beck sangat menghormati para astronot. "Saya hanya akan memikirkan semua faktor keamanan pada katup dan struktur yang ada di bawah saya," kata Beck.
"Jadi, saya rasa hal itu tidak akan menyenangkan sama sekali. Ada sekelompok orang yang langka yang dapat melakukan hal tersebut, dan sayangnya saya bukan salah satu dari mereka."
Beck tidak sepenuhnya menghindari risiko. Dia cukup nyaman mengambil risiko besar, asalkan taruhannya tidak berpotensi mengancam nyawa. Mendirikan Rocket Lab pada awalnya merupakan langkah yang berisiko, mengingat kurangnya pengalaman Beck.
Bertahun-tahun kemudian, ketika perusahaan meluncurkan roket Electron pertamanya, Peter Back yakin 92% bahwa roket ini akan berhasil. Upaya tersebut gagal mencapai orbit karena adanya kesalahan peralatan, namun dengan memperbaikinya, hal itu membuka jalan bagi peluncuran-peluncuran sukses di masa depan.
"Anda harus mengambil risiko," katanya. "Jika Anda tidak mengambil risiko, tidak ada imbalannya dan Anda akan menjadi pemain tradisional seperti dinosaurus jika Anda ingin menghilangkan setiap persentase risiko."
"Beberapa orang memiliki hasrat yang membara untuk pergi ke luar angkasa. Saya hanya memiliki hasrat yang membara untuk menciptakan sesuatu yang memungkinkan orang lain pergi ke luar angkasa," kata Beck dilansir dari CNBC International, Senin (16/12/2024).
Pria asal Selandia Baru ini meluncurkan Rocket Lab pada 2006 tanpa gelar sarjana atau koneksi dengan industri luar angkasa. Perusahaannya yang berbasis di Long Beach, California ini, kini memiliki nilai pasar USD12 miliar atau setara Rp192 triliun sukses meluncurkan puluhan roket dengan menjadikannya salah satu perusahaan kedirgantaraan dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Beck memiliki kekayaan bersih sebesar USD1,3 miliar, menurut perkiraan Forbes pada bulan November. Jeff Bezos dan Richard Branson, dua miliarder lain yang memiliki perusahaan kedirgantaraan, telah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Namun Beck menegaskan bahwa ia tidak tertarik.
Dia terlibat langsung saat merencanakan dan mempersiapkan misi Rocket Lab. Meski tak tertarik melakukan perjalanan ke luar angkasa, Beck sangat menghormati para astronot. "Saya hanya akan memikirkan semua faktor keamanan pada katup dan struktur yang ada di bawah saya," kata Beck.
"Jadi, saya rasa hal itu tidak akan menyenangkan sama sekali. Ada sekelompok orang yang langka yang dapat melakukan hal tersebut, dan sayangnya saya bukan salah satu dari mereka."
Beck tidak sepenuhnya menghindari risiko. Dia cukup nyaman mengambil risiko besar, asalkan taruhannya tidak berpotensi mengancam nyawa. Mendirikan Rocket Lab pada awalnya merupakan langkah yang berisiko, mengingat kurangnya pengalaman Beck.
Bertahun-tahun kemudian, ketika perusahaan meluncurkan roket Electron pertamanya, Peter Back yakin 92% bahwa roket ini akan berhasil. Upaya tersebut gagal mencapai orbit karena adanya kesalahan peralatan, namun dengan memperbaikinya, hal itu membuka jalan bagi peluncuran-peluncuran sukses di masa depan.
"Anda harus mengambil risiko," katanya. "Jika Anda tidak mengambil risiko, tidak ada imbalannya dan Anda akan menjadi pemain tradisional seperti dinosaurus jika Anda ingin menghilangkan setiap persentase risiko."
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda