Kian Menipis, Cadangan Energi Fosil RI Diramal Habis Sebelum 2045
Rabu, 18 Desember 2024 - 21:57 WIB
JAKARTA - Cadangan energi fosil Indonesia disebut kian menipis dan diperkirakan akan habis sebelum tahun 2045. Tiga jenis bahan bakar fosil yang dimanfaatkan saat ini adalah minyak bumi, batu bara , dan gas alam.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, ada tiga pendekatan untuk mengukur pasokan energi fosil di Tanah Air, yakni konservatif, moderat, dan agresif. Dengan metode konservatif, stok batu bara RI akan habis di 28 tahun mendatang, minyak bumi 21 tahun, gas alam 19 tahun.
“Nah kalau kita hubungkan tadi dengan target industrialisasi sama pertumbuhan ekonomi, gak mungkin konservatif ya kan? Pasti lebih banyak, berarti skenario moderat ataupun agresif,” ujar Faisal saat konferensi pers, Rabu (18/12/2024).
Dari pendekatan moderat, pasokan batu bara di dalam negeri bakal habis 21 tahun mendatang, gas alam 13 tahun, minyak bumi 14 tahun. Menurutnya, sumber energi erat kaitannya dengan akselerasi industrialisasi, sehingga keberlanjutan sektor industri sangat tergantung pada kapasitas energi yang ada.
Lantaran jadi komponen utama industri, maka kelangkaan energi fosil akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Dalam konteks ini, Indonesia harus mempercepat transisi dari fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 2024, pasokan batu bara mencapai 97,29 miliar ton dan cadangan 31,71 miliar ton, dimana 70% dari total sumber daya merupakan batu bara kualitas rendah dan 30% sisanya batu bara kualitas tinggi dan menengah.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 4,7 miliar barel. Kemudian, total cadangan gas bumi Indonesia mencapai 54,83 triliun kaki kubik (TSCF) dengan status proven, probable dan possible (3P).
“Dan apalagi kalau skenario agresif? Berarti kalau kita kaitkan sama 2045, kita mesti mikir ini, energi yang fosil yang akan habis itu, kita harus mengganti karena kalau enggak, kita sudah kehabisan energi, kehabisan bensin sebelum sampai 2045,” paparnya.
"Nah disinilah pentingnya, maka kita memikirkan untuk EBT. Jadi transisi energi menuju EBT itu menjadi penting kalau kita mau mencapai pertumbuhan ekonomi (8 persen),” beber dia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, ada tiga pendekatan untuk mengukur pasokan energi fosil di Tanah Air, yakni konservatif, moderat, dan agresif. Dengan metode konservatif, stok batu bara RI akan habis di 28 tahun mendatang, minyak bumi 21 tahun, gas alam 19 tahun.
“Nah kalau kita hubungkan tadi dengan target industrialisasi sama pertumbuhan ekonomi, gak mungkin konservatif ya kan? Pasti lebih banyak, berarti skenario moderat ataupun agresif,” ujar Faisal saat konferensi pers, Rabu (18/12/2024).
Dari pendekatan moderat, pasokan batu bara di dalam negeri bakal habis 21 tahun mendatang, gas alam 13 tahun, minyak bumi 14 tahun. Menurutnya, sumber energi erat kaitannya dengan akselerasi industrialisasi, sehingga keberlanjutan sektor industri sangat tergantung pada kapasitas energi yang ada.
Lantaran jadi komponen utama industri, maka kelangkaan energi fosil akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Dalam konteks ini, Indonesia harus mempercepat transisi dari fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 2024, pasokan batu bara mencapai 97,29 miliar ton dan cadangan 31,71 miliar ton, dimana 70% dari total sumber daya merupakan batu bara kualitas rendah dan 30% sisanya batu bara kualitas tinggi dan menengah.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 4,7 miliar barel. Kemudian, total cadangan gas bumi Indonesia mencapai 54,83 triliun kaki kubik (TSCF) dengan status proven, probable dan possible (3P).
“Dan apalagi kalau skenario agresif? Berarti kalau kita kaitkan sama 2045, kita mesti mikir ini, energi yang fosil yang akan habis itu, kita harus mengganti karena kalau enggak, kita sudah kehabisan energi, kehabisan bensin sebelum sampai 2045,” paparnya.
"Nah disinilah pentingnya, maka kita memikirkan untuk EBT. Jadi transisi energi menuju EBT itu menjadi penting kalau kita mau mencapai pertumbuhan ekonomi (8 persen),” beber dia.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda