Kinerja Ekspor Menurun, Ekonom Ingatkan Waspadai Gelombang PHK

Rabu, 16 September 2020 - 09:01 WIB
Pelabuhan peti kemas. Foto: dok/SINDOnews
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Agustus 2020 mengalami surplus USD2,33 miliar. Pencapaian itu lebih rendah surplus pada Juli 2020 yang sebesar USD3,26 miliar seiring menurunnya ekspor.

BPS melaporkan ekspor Agustus 2020 mencapai USD13,07 miliar, turun 4,62% dibandingkan Juli 2020. BPS juga mencatat kinerja ekspor pada Agustus 2020 hampir seluruhnya mengalami penurunan, baik migas dan nonmigas yang masing-masing 27,23% dan 7,16% secara tahunan. (Baca: Cukup Diucapkan, Amalan Ringan Ini Pahalanya Melimpah)

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengaku khawatir dengan penurunan ekspor tersebut. Menurutnya, penurunan ekspor akan berefek pada sektor seperti batu bara, migas, dan minyak sawit (crude palm oil/CPO). Sektor-sektor itu dikhawatirkan akan melakukan efisiensi lebih dalam di kuartal ketiga akibat penurunan ekspor.

“Kita akan menghadapi gelombang PHK massal di sektor berbasis komoditas sampai waktu yang belum bisa dipastikan. Otomatis kuartal ketiga makin menguatkan Indonesia masuk pada resesi ekonomi,” kata Bhima, di Jakarta, kemarin.



Dia mengatakan, penurunan surplus perdagangan ini juga akan membuat investor asing menunda investasinya. “Dampak dari penurunan surplus diperkirakan membuat investor akan menunda untuk masuk ke sektor perkebunan dan industri manufaktur sampai situasi demand global membaik,” katanya. (Baca juga: Studi: Virus Corona Baru Mampu Menyerang Otak)

Bhima menegaskan, turunnya surplus disebabkan oleh rendahnya harga komoditas unggulan ekspor. Harga minyak dunia, misalnya, rata-rata mengalami penurunan 29,5% sejak awal tahun 2020 akibat kontraksi pada permintaan global di saat pandemi.

“Sementara harga batu bara acuan Australia mengalami penurunan 27,7% sejak awal tahun (year-to-date). Harga minyak kelapa sawit anjlok 6,1% dalam rentang waktu yang sama,” paparnya.

Dia pun mengatakan beberapa negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 mulai melakukan lock down atau pengetatan mobilitas penduduk. Ini memengaruhi ekspor nonmigas seperti alas kaki yang turun 17% dibandingkan Juli dan logam mulia dan perhiasan yang anjlok 16,6%.

“Terganggunya rantai pasok selama masa pandemi masih berdampak luas terhadap aktivitas perdagangan. Delay atau pengiriman barang yang terlambat akhirnya membuat pelaku usaha domestik menurunkan kapasitas produksinya,” katanya. (Baca juga: Paket Isolasi Mandiri Covid-19, Bisnis Legit Beresiko Tinggi)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More