Produk HPTL Meningkat, Pemerintah Harus Tingkatkan Kajian Ilmiah
Sabtu, 19 September 2020 - 08:35 WIB
JAKARTA - Tren penjualan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) semakin besar. Kian besarnya tren penjualan ini menandakan semakin banyak orang yang terlibat dalam industri ini.
“Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan pelaku usaha dalam memberikan masukan kepada pemerintah,” ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri, dalam rilisnya, kemarin. (Baca: Inilah Tips Melawan rasa Malas Beribadah)
Namun, Heri mengakui tidak dapat mengatakan apakah tren HPTL akan terus meningkat atau malah menurun ke depannya. Untuk itu, saran dia, perlu segera dibentuk semacam roadmap terkait industri ini.
“Alhasil, dapat terlihat dampaknya, mulai dari pendapatan negara dari cukai, tenaga kerja, industri, serta ekspor dan impor sehingga ke depannya bisa ada kebijakan yang lebih tepat,” katanya.
Heri menyarankan pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah secara komprehensif terkait industri HPTL ini. Hal tersebut diperlukan sebelum diputuskan apakah industri ini perlu didukung atau sebaliknya.
“Harus ada pernyataan sikap dari pemerintah apakah industri ini akan dibawa ke arah sunset industry (sedikit demi sedikit dihilangkan) atau akan dibawa ke arah yang lebih maju lagi. Tentunya hal itu harus didasari oleh kajian-kajian ilmiah di sisi kesehatannya dan sisi-sisi lainnya,” ujarnya. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Menurutnya, kajian-kajian ilmiah mengenai HPTL yang khusus dilakukan di Indonesia mesti terus ditingkatkan agar produk yang akan ditawarkan benar-benar bisa diterima masyarakat sebagai sebuah alternatif.
Dalam kesempatan terpisah, Prof Tikki Pangestu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO yang juga Profesor di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin, Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan, keberadaan produk Alternative Nicotine Delivery System (ANDS) seperti vape sebagai produk alternatif akan sulit didukung tanpa penelitian yang memadai.
Padahal, kata dia, sejumlah penelitian di negara-negara maju telah membuktikan bahwa kehadiran vape mampu menjadi alternatif bagi para perokok konvensional.
Yang mesti menjadi perhatian bersama adalah minimnya kajian dan penelitian lokal dalam mengkaji dampak dan risiko produk alternatif seperti vape, di mana hal ini akan berkontribusi dalam merancang peraturan terkait vape di Indonesia. (Lihat videonya: Istana Para Raja di Wilayah Sulsel Berusia Ratusan Tahun)
Sementara itu, karena kurangnya penelitian lokal, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menganggap ANDS, seperti vape/rokok elektrik, sama bahayanya atau bahkan lebih berbahaya daripada rokok konvensional.
Tikki menyarankan agar penelitian mengenai ANDS harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevan dalam industri produk nikotin alternatif, seperti pemerintah, pakar kesehatan, akademisi, pelaku bisnis, dan asosiasi. (Sudarsono)
“Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan pelaku usaha dalam memberikan masukan kepada pemerintah,” ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri, dalam rilisnya, kemarin. (Baca: Inilah Tips Melawan rasa Malas Beribadah)
Namun, Heri mengakui tidak dapat mengatakan apakah tren HPTL akan terus meningkat atau malah menurun ke depannya. Untuk itu, saran dia, perlu segera dibentuk semacam roadmap terkait industri ini.
“Alhasil, dapat terlihat dampaknya, mulai dari pendapatan negara dari cukai, tenaga kerja, industri, serta ekspor dan impor sehingga ke depannya bisa ada kebijakan yang lebih tepat,” katanya.
Heri menyarankan pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah secara komprehensif terkait industri HPTL ini. Hal tersebut diperlukan sebelum diputuskan apakah industri ini perlu didukung atau sebaliknya.
“Harus ada pernyataan sikap dari pemerintah apakah industri ini akan dibawa ke arah sunset industry (sedikit demi sedikit dihilangkan) atau akan dibawa ke arah yang lebih maju lagi. Tentunya hal itu harus didasari oleh kajian-kajian ilmiah di sisi kesehatannya dan sisi-sisi lainnya,” ujarnya. (Baca juga: Masih Banyak Siswa Belum Miliki Gawai dan Kesulitan Sinyal)
Menurutnya, kajian-kajian ilmiah mengenai HPTL yang khusus dilakukan di Indonesia mesti terus ditingkatkan agar produk yang akan ditawarkan benar-benar bisa diterima masyarakat sebagai sebuah alternatif.
Dalam kesempatan terpisah, Prof Tikki Pangestu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO yang juga Profesor di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin, Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan, keberadaan produk Alternative Nicotine Delivery System (ANDS) seperti vape sebagai produk alternatif akan sulit didukung tanpa penelitian yang memadai.
Padahal, kata dia, sejumlah penelitian di negara-negara maju telah membuktikan bahwa kehadiran vape mampu menjadi alternatif bagi para perokok konvensional.
Yang mesti menjadi perhatian bersama adalah minimnya kajian dan penelitian lokal dalam mengkaji dampak dan risiko produk alternatif seperti vape, di mana hal ini akan berkontribusi dalam merancang peraturan terkait vape di Indonesia. (Lihat videonya: Istana Para Raja di Wilayah Sulsel Berusia Ratusan Tahun)
Sementara itu, karena kurangnya penelitian lokal, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menganggap ANDS, seperti vape/rokok elektrik, sama bahayanya atau bahkan lebih berbahaya daripada rokok konvensional.
Tikki menyarankan agar penelitian mengenai ANDS harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevan dalam industri produk nikotin alternatif, seperti pemerintah, pakar kesehatan, akademisi, pelaku bisnis, dan asosiasi. (Sudarsono)
(ysw)
tulis komentar anda