Kerap Ditanya, Dirut BMS Beberkan Sedikit Perbedaan Bank Syariah dengan Konvensional
Jum'at, 25 September 2020 - 21:30 WIB
JAKARTA - Direktur Utama Bank Mandiri Syariah (BMS) Toni E.B Subari menyampaikan tantangan besar bagi perbankan syariah di Indonesia mengenai literasinya. Ia mengaku masih sering ditanya perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional .
"Padanya umumnya masyarakat tahunya hanya pada istilah, bunga diganti margin, kalo deposito bunga diganti misbah, kalo pinjaman diganti jual beli, atau sewa-menyewa," katanya dalam diskusi secara virtual, Jumat(25/9/2020).
Toni menjelaskan, deposan atau nasabah bagi perbankan syariah adalah investor. Dalam hal ini, konsep yang kami tawarkan itu bagi hasil.
"Jadi kita tidak bicara bagi bunga 6%, tidak begitu. Tetapi ada perjanjiannya," terang Toni. ( Baca juga:Kali Ini Misbakhun Puji Keberanian dan Kejujuran Sri Mulyani )
Toni yang selaku Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencontohkan, bagi hasil perjanjian 60:40. 60% untuk nasabah dan 40% bank. Sehingga ketika perbankan menempatkan dana itu kepada nasabah pembiayaan, dalam bentuk sewa-menyewa atau penyertaan, atau jual beli, perbankan akan memperoleh pendapatan margin sesuai dengan penyajiannya.
"Misalkan kami menerima 10%, investor dapat 6%. ketika perbankan dapat 11%, maka investor dapat 6,6%. Dan saat turun misalnya, dapet 9% maka investor dapat 5,4%," jelasnya.
Ia menuturkan, ini merupakan konsep bagi hasil yang seimbang. Ketika naik, perbankan syariah akan bagi tinggi ke investor, namun pas turun kita bagi secara proporsional.
"Jadi tidak terpatok 6% saja seperti di bank konvensional. Kalo naik kita bagi tinggi, kalo turun kita bagi secara proporsional," kata Toni.
Selain itu, yang menjadi pembeda adalah penempatan pada pembiayaan dalam syariah itu tidak boleh ditempatkan di semua tempat. Artinya, tempat industri makanan dan minuman yang non-halal tidak boleh dilakukan.
"Padanya umumnya masyarakat tahunya hanya pada istilah, bunga diganti margin, kalo deposito bunga diganti misbah, kalo pinjaman diganti jual beli, atau sewa-menyewa," katanya dalam diskusi secara virtual, Jumat(25/9/2020).
Toni menjelaskan, deposan atau nasabah bagi perbankan syariah adalah investor. Dalam hal ini, konsep yang kami tawarkan itu bagi hasil.
"Jadi kita tidak bicara bagi bunga 6%, tidak begitu. Tetapi ada perjanjiannya," terang Toni. ( Baca juga:Kali Ini Misbakhun Puji Keberanian dan Kejujuran Sri Mulyani )
Toni yang selaku Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencontohkan, bagi hasil perjanjian 60:40. 60% untuk nasabah dan 40% bank. Sehingga ketika perbankan menempatkan dana itu kepada nasabah pembiayaan, dalam bentuk sewa-menyewa atau penyertaan, atau jual beli, perbankan akan memperoleh pendapatan margin sesuai dengan penyajiannya.
"Misalkan kami menerima 10%, investor dapat 6%. ketika perbankan dapat 11%, maka investor dapat 6,6%. Dan saat turun misalnya, dapet 9% maka investor dapat 5,4%," jelasnya.
Ia menuturkan, ini merupakan konsep bagi hasil yang seimbang. Ketika naik, perbankan syariah akan bagi tinggi ke investor, namun pas turun kita bagi secara proporsional.
"Jadi tidak terpatok 6% saja seperti di bank konvensional. Kalo naik kita bagi tinggi, kalo turun kita bagi secara proporsional," kata Toni.
Selain itu, yang menjadi pembeda adalah penempatan pada pembiayaan dalam syariah itu tidak boleh ditempatkan di semua tempat. Artinya, tempat industri makanan dan minuman yang non-halal tidak boleh dilakukan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda