Branding CHSE Jadi Kunci Sektor Pariwisata Bangkit
Jum'at, 25 September 2020 - 23:51 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 meningkatkan kesadaran wisatawan akan konsep Cleanliness, Healthiness, Safety, Environment (CHSE). Di era next normal, CHSE akan menjadi pertimbangan utama bagi wisatawan dalam memilih destinasi wisata. Untuk itu, pemerintah dan pengelola destinasi wisata perlu cepat merespon isu ini dengan melakukan langkah-langkah kesehatan.
(Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, Sektor Pariwisata Jadi Perhatian )
Pengamat pemasaran dari Inventure Yuswohady mengatakan, setidaknya ada empat karakteristik dalam ekonomi pariwisata baru (new tourism economy). Pertama, CHSE menjadi prioritas dan preferensi utama konsumen. Maka kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi faktor kunci pulihnya industri ini. Di hygiene economy, disiplin protokol kesehatan menjadi alat branding paling ampuh.
"Konsumen akan semakin concern pada konsep CHSE. Mereka harus diyakinkan bahwa naik pesawat itu aman, ke restoran aman, tinggal di hotel aman. Jadi nanti strateginya bukan diskon, mau dikasih diskon berapapun orang tidak akan tertarik," ujarnya pada webinar Tourism Industry Outlook 2021, Jumat (25/9/2020).
Menurut dia, branding CHSE akan menjadi sektor pariwisata bangkit kembali. Wisatawan semakin sadar untuk menjaga kebersihan, kesehatan, dan keselamatan selama perjalanan wisata di masa depan.
Kedua, Low-Touch Economy. Industri pariwisata berubah frontal dari high-touch menjadi low-touch. Maka contactless solution menjadi pilihan utama wisatawan dan digital menjadi solusi sementara sekaligus selamanya.
(Baca Juga: Holding Aviasi dan Pariwisata Jadi Instrumen Pemulihan Ekonomi RI )
"Konsumen akan semakin mature beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Tren ke depan, traveler lebih self-service dan semua akan mengarah ke digital untuk mengurangi kontak fisik," jelasnya.
Ketiga, Less Crowd Economy. Wisatawan akan memilih destinasi dan atraksi yang jauh dari keramaian dan di remote area. Wellness dan mindfulness akan kian dicari di tengah ketakutan dan kecemasan mental akibat pandemi.
"Konsumen kecenderungannya akan mencari wisata alam dengan konsep Nature, Eco, Wellness, dan Adventure (NEWA)," jelas Yuswohady.
Keempat, Low Mobility. Wisatawan akan cenderung melakukan perjalanan pendek. Di awal, perjalanan dengan pesawat dihindari dan mereka lebih memilih menggunakan transportasi darat (roadtrip) terutama mobil pribadi.
"Jadi akan muncul micro travelers, wisatawan akan cenderung menghindari berwisata secara grup. Jaraknya tidak panjang, mungkin 5-6 jam dan waktunya tidak lama," tutur Yuswohady.
(Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, Sektor Pariwisata Jadi Perhatian )
Pengamat pemasaran dari Inventure Yuswohady mengatakan, setidaknya ada empat karakteristik dalam ekonomi pariwisata baru (new tourism economy). Pertama, CHSE menjadi prioritas dan preferensi utama konsumen. Maka kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi faktor kunci pulihnya industri ini. Di hygiene economy, disiplin protokol kesehatan menjadi alat branding paling ampuh.
"Konsumen akan semakin concern pada konsep CHSE. Mereka harus diyakinkan bahwa naik pesawat itu aman, ke restoran aman, tinggal di hotel aman. Jadi nanti strateginya bukan diskon, mau dikasih diskon berapapun orang tidak akan tertarik," ujarnya pada webinar Tourism Industry Outlook 2021, Jumat (25/9/2020).
Menurut dia, branding CHSE akan menjadi sektor pariwisata bangkit kembali. Wisatawan semakin sadar untuk menjaga kebersihan, kesehatan, dan keselamatan selama perjalanan wisata di masa depan.
Kedua, Low-Touch Economy. Industri pariwisata berubah frontal dari high-touch menjadi low-touch. Maka contactless solution menjadi pilihan utama wisatawan dan digital menjadi solusi sementara sekaligus selamanya.
(Baca Juga: Holding Aviasi dan Pariwisata Jadi Instrumen Pemulihan Ekonomi RI )
"Konsumen akan semakin mature beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Tren ke depan, traveler lebih self-service dan semua akan mengarah ke digital untuk mengurangi kontak fisik," jelasnya.
Ketiga, Less Crowd Economy. Wisatawan akan memilih destinasi dan atraksi yang jauh dari keramaian dan di remote area. Wellness dan mindfulness akan kian dicari di tengah ketakutan dan kecemasan mental akibat pandemi.
"Konsumen kecenderungannya akan mencari wisata alam dengan konsep Nature, Eco, Wellness, dan Adventure (NEWA)," jelas Yuswohady.
Keempat, Low Mobility. Wisatawan akan cenderung melakukan perjalanan pendek. Di awal, perjalanan dengan pesawat dihindari dan mereka lebih memilih menggunakan transportasi darat (roadtrip) terutama mobil pribadi.
"Jadi akan muncul micro travelers, wisatawan akan cenderung menghindari berwisata secara grup. Jaraknya tidak panjang, mungkin 5-6 jam dan waktunya tidak lama," tutur Yuswohady.
(akr)
tulis komentar anda