Penyederhanaan Cukai Rokok Berpotensi Picu Monopoli
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 12:15 WIB
JAKARTA - Reformasi fiskal melalui penyederhanaan cukai dinilai akan mencederai struktur industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Tak hanya itu, apabila kebijakan ini diterapkan akan memicu terjadinya pasar monopolistik.
Hal itu merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan Forum for Socio-Economic Studies (FOSES). Ketua tim riset FOSES Putra Perdana mengatakan apabila aturan penyederhanaan tarif cukai ini diterapkan dapat menghasilkan dampak kontra produktif bagi industri ini. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Kelancaran Rezeki)
Ketidakmampuan para pelaku industri untuk bersaing dapat mengarahkan industri hasil tembakau ke struktur pasar oligopolistik, bahkan dalam level yang lebih ekstrem bergeser ke monopoli. “Hanya ada segelintir pelaku industri yang mendominasi pasar, yaitu pelaku industri yang berasal dari golongan atas, yang telah memiliki pangsa pasar yang besar pula,” kata Putra dalam rilisnya, kemarin.
Jika pemerintah ingin menyelaraskan visi pembangunan nasional dengan aspek keadilan bagi pelaku usaha, pengetatan regulasi cukai dan penerapan penyederhanaan struktur tarif cukai sungguh tidak tepat. Karena hal ini malah akan meruntuhkan struktur IHT yang merupakan sektor domestik strategis, yang juga adalah kontributor tertinggi dalam penerimaan cukai negara.
“Kami berharap pemerintah meninjau lagi upaya pembangunan nasional tanpa membuka celah menyuburkan praktik oligopolistik dan monopolistik bagi IHT,” tegasnya.
Bupati Temanggung H.M. Al Khadziq berharap pemerintah pusat bisa menguatkan komitmen untuk membantu kelangsungan hidup para petani tembakau. Menurut pengakuannya, di Temanggung saat ini harga jual tembakau semakin anjlok.
Penurunan harga tembakau ini selain karena faktor cuaca yang kurang mendukung, juga karena pabrikan enggan menyerap tembakau milik petani. “Ketika saya ulik lebih jauh, ternyata alasannya karena cukai naik, penjualan mereka lantas turun. Kuota pembelian pabrikan menurun sampai 15-20%,” kata Khadzig. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
Agus Parmuji dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta agar kenaikan cukai ditunda dengan mempertimbangkan dampaknya kepada petani tembakau. Agus juga meminta pemerintah agar adil dalam menyusun regulasi terkait IHT termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Kami mohon para penyusun kebijakan untuk dapat bersikap adil terutama bagi rakyat kecil seperti petani tembakau. Karena petani juga berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan kepastian untuk tetap menyambung hidup,” ujarnya.
Hal itu merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan Forum for Socio-Economic Studies (FOSES). Ketua tim riset FOSES Putra Perdana mengatakan apabila aturan penyederhanaan tarif cukai ini diterapkan dapat menghasilkan dampak kontra produktif bagi industri ini. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Kelancaran Rezeki)
Ketidakmampuan para pelaku industri untuk bersaing dapat mengarahkan industri hasil tembakau ke struktur pasar oligopolistik, bahkan dalam level yang lebih ekstrem bergeser ke monopoli. “Hanya ada segelintir pelaku industri yang mendominasi pasar, yaitu pelaku industri yang berasal dari golongan atas, yang telah memiliki pangsa pasar yang besar pula,” kata Putra dalam rilisnya, kemarin.
Jika pemerintah ingin menyelaraskan visi pembangunan nasional dengan aspek keadilan bagi pelaku usaha, pengetatan regulasi cukai dan penerapan penyederhanaan struktur tarif cukai sungguh tidak tepat. Karena hal ini malah akan meruntuhkan struktur IHT yang merupakan sektor domestik strategis, yang juga adalah kontributor tertinggi dalam penerimaan cukai negara.
“Kami berharap pemerintah meninjau lagi upaya pembangunan nasional tanpa membuka celah menyuburkan praktik oligopolistik dan monopolistik bagi IHT,” tegasnya.
Bupati Temanggung H.M. Al Khadziq berharap pemerintah pusat bisa menguatkan komitmen untuk membantu kelangsungan hidup para petani tembakau. Menurut pengakuannya, di Temanggung saat ini harga jual tembakau semakin anjlok.
Penurunan harga tembakau ini selain karena faktor cuaca yang kurang mendukung, juga karena pabrikan enggan menyerap tembakau milik petani. “Ketika saya ulik lebih jauh, ternyata alasannya karena cukai naik, penjualan mereka lantas turun. Kuota pembelian pabrikan menurun sampai 15-20%,” kata Khadzig. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
Agus Parmuji dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta agar kenaikan cukai ditunda dengan mempertimbangkan dampaknya kepada petani tembakau. Agus juga meminta pemerintah agar adil dalam menyusun regulasi terkait IHT termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Kami mohon para penyusun kebijakan untuk dapat bersikap adil terutama bagi rakyat kecil seperti petani tembakau. Karena petani juga berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan kepastian untuk tetap menyambung hidup,” ujarnya.
tulis komentar anda