Mogok Nasional Tolak RUU Ciptaker, Said Iqbal: Masak Upah di Freeport Sama dengan di Pabrik Kerupuk
Senin, 05 Oktober 2020 - 10:27 WIB
JAKARTA - Berbagai elemen buruh menolak keras rencana pengesahan RUU Ciptaker . Penolakan itu dilakukan dengan cara menggelar aksi mogok nasional pada 6 hingga 8 Oktober 2020. Salah satu alasannya karena penghapusan regulasi tentang upah minimum kabupaten/kota (UMK) bersayarat dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). ( Baca juga:Naik Seceng, Harga Emas Berada di Level Rp1.015.000 per Gram )
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, UMK tak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada, karena setiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi, tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya.
“Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” kata Said dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Menurut dia, UMSK harus tetap ada. Namun, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
“Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan,” ujarnya.
Dia menambahkan, perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut. ( Baca juga:HUT ke-75 TNI, Olly: TNI Selalu di Hati Masyarakat Sulut )
“Jadi tidak harus sama rata, sama rasa. Faktanya setiap industri berbeda kemampuanny karena itu masih dibutuhkan UMSK,” katanya.
Dia menyebutkan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, UMK tak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada, karena setiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi, tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya.
“Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” kata Said dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Menurut dia, UMSK harus tetap ada. Namun, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.
“Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan,” ujarnya.
Dia menambahkan, perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut. ( Baca juga:HUT ke-75 TNI, Olly: TNI Selalu di Hati Masyarakat Sulut )
“Jadi tidak harus sama rata, sama rasa. Faktanya setiap industri berbeda kemampuanny karena itu masih dibutuhkan UMSK,” katanya.
Dia menyebutkan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said.
(uka)
tulis komentar anda