Guru Besar IPB: Waspadai Ancaman Impor Pangan
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 15:38 WIB
JAKARTA - Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak mendukung kedaulatan pangan. Menurut dia, dengan kemudahan impor akan semakin menekan petani Indonesia.
"Kami lihat pasal-pasal terkait pertanian, Indonesia saat ini mengintegrasikan secara total pangan Indonesia dengan pangan dunia internasional sehingga kemungkinan besar impor pangan kita dari luar negeri ke depan semakin lama akan semakin tinggi," ujarnya dalam webinar, Jumat (16/10/2020).
(Baca Juga: Pangan Bukan Sekadar soal Pasokan)
Andreas melanjutkan, matinya petani bawang putih di dalam negeri juga karena dibukanya keran impor bawang putih dari China. Apalagi biaya produksi di China hanya sepertiga dari biaya produksi di Indonesia. Padahal di akhir tahun 90-an, Indonesia sudah mulai swasembada bawang putih.
"Kita juga hampir pernah swasembada kedelai di tahun 90-an, lalu tahun 2000-an dibuka impor kedelai dari Amerika Serikat (AS). Bahkan importir Indonesia mendapatkan fasilitas dari pemerintah AS untuk mengimpor kedelai dari Amerika," ungkapnya.
Belum lagi harga kedelai impor hanya setengahnya dari biaya produksi kedelai di Indonesia. "Akhirnya petani kedelai kita mati juga. Sekarang sangat sedikit petani kedelai yang menanam kedelai. Hampir 70-80% produksi kedelai kita dipenuhi dari impor," imbuhnya.
Andreas menuturkan, pemerintah juga perlu mewaspadai produksi petani gula. Jika dibiarkan maka diperkirakan dalam lima tahun lagi tidak akan ada lagi petani tebu rakyat. "Sudah tidak ada lagi petani tanam tebu dan hampir 100% akan kita penuhi dari impor. Garam dan lain sebagainya juga begitu," tuturnya.
(Baca Juga: Salah Satu Fokus APBN 2021, Mewujudkan Ketahanan Pangan)
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyoroti dua UU yang diubah dalam UU Cipta Kerja, yaitu UU sistem budidaya pertanian berkelanjutan dan UU perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Kedua UU ini melarang konversi lahan. Melalui UU Cipta Kerja, proyek strategis nasional yang sebelumnya tidak disebut dalam UU ini disejajarkan dengan kepentingan umum.
"Dengan disejajarkan kepentingan umum membuat lahan-lahan pertanian sangat terancam. Dalam 2 UU yang saya sebutkan tadi, lahan pertanian beririgasi teknis itu dikecualikan dari alih fungsi. Tapi dalam UU Cipta Kerja dimasukkan menjadi objek yang bisa alih fungsi," jelasnya.
"Kami lihat pasal-pasal terkait pertanian, Indonesia saat ini mengintegrasikan secara total pangan Indonesia dengan pangan dunia internasional sehingga kemungkinan besar impor pangan kita dari luar negeri ke depan semakin lama akan semakin tinggi," ujarnya dalam webinar, Jumat (16/10/2020).
(Baca Juga: Pangan Bukan Sekadar soal Pasokan)
Andreas melanjutkan, matinya petani bawang putih di dalam negeri juga karena dibukanya keran impor bawang putih dari China. Apalagi biaya produksi di China hanya sepertiga dari biaya produksi di Indonesia. Padahal di akhir tahun 90-an, Indonesia sudah mulai swasembada bawang putih.
"Kita juga hampir pernah swasembada kedelai di tahun 90-an, lalu tahun 2000-an dibuka impor kedelai dari Amerika Serikat (AS). Bahkan importir Indonesia mendapatkan fasilitas dari pemerintah AS untuk mengimpor kedelai dari Amerika," ungkapnya.
Belum lagi harga kedelai impor hanya setengahnya dari biaya produksi kedelai di Indonesia. "Akhirnya petani kedelai kita mati juga. Sekarang sangat sedikit petani kedelai yang menanam kedelai. Hampir 70-80% produksi kedelai kita dipenuhi dari impor," imbuhnya.
Andreas menuturkan, pemerintah juga perlu mewaspadai produksi petani gula. Jika dibiarkan maka diperkirakan dalam lima tahun lagi tidak akan ada lagi petani tebu rakyat. "Sudah tidak ada lagi petani tanam tebu dan hampir 100% akan kita penuhi dari impor. Garam dan lain sebagainya juga begitu," tuturnya.
(Baca Juga: Salah Satu Fokus APBN 2021, Mewujudkan Ketahanan Pangan)
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyoroti dua UU yang diubah dalam UU Cipta Kerja, yaitu UU sistem budidaya pertanian berkelanjutan dan UU perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Kedua UU ini melarang konversi lahan. Melalui UU Cipta Kerja, proyek strategis nasional yang sebelumnya tidak disebut dalam UU ini disejajarkan dengan kepentingan umum.
"Dengan disejajarkan kepentingan umum membuat lahan-lahan pertanian sangat terancam. Dalam 2 UU yang saya sebutkan tadi, lahan pertanian beririgasi teknis itu dikecualikan dari alih fungsi. Tapi dalam UU Cipta Kerja dimasukkan menjadi objek yang bisa alih fungsi," jelasnya.
(fai)
tulis komentar anda