Kesuksesan Putus Penyebaran COVID-19 Tentukan Pemulihan Ekonomi
Rabu, 15 April 2020 - 19:13 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 masih terus berlangsung. Karena itu, kebijakan pemerintah dalam menangani wabah ini akan sangat menentukan langkah perbaikan ekonomi nasional ke depannya.
Jika semua perencanaan dan proses penanggulangan kesehatan berjalan baik, diprediksi akhir Mei atau awal Juni wabah virus corona akan berakhir. Jika penularan bisa segera diakhiri, maka perekonomian nasional, meski berat, masih dapat tumbuh hingga 2%.
Agar ekonomi tumbuh positif, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan melindungi seluruh sektor ekonomi. Tidak boleh sampai mematikan salah satu industri, apalagi jika industri tersebut sudah lama berdiri dan terbukti menyumbang dan menggerakan perekonomian daerah maupun nasional.
Salah satu Industri yang tidak terpengaruh pandemik COVID-19 adalah industri pertanian dan perkebunan. Termasuk Industri hasil tembakau yang dapat menggerakkan perekonomian nasional di masa sulit seperti sekarang.
“Asumsi pertama, COVID-19 selesai di bulan Mei. Kedua, kita juga berharap patner ekonomi yang dalam 2-3 tahun terakhir ini sangat dekat, yakni China juga pulih. Mereka juga sudah mulai bergerak positif ekonominya, sehingga pemulihan dari segi sisi ekonomi mungkin bisa lebih cepat. Sebab ekspor dan impor kita dengan China lumayan cukup besar," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Prof Dr Chandra Fajri Ananda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/4/2020).
Dia menjelaskan, dari posisi itu sebenarnya yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pertumbuhan ekonomi 0% hingga negatif adalah kalau semua yang diharapkan itu tidak berjalan. "Misalnya penularan virusnya masih panjang, (sementara) aspek (program penanggulangan) kesehatan yang dilakukan sekarang tidak bekerja dengan baik. Jadi kebijakan pemerintah untuk menangani covid ini akan sangat menentukan langkah-langkah berikutnya. Kalau tidak berjalan dengan baik maka akan semakin buruk (pertumbuhan ekonominya). Angka minus itu ya realistis," papar Chandra.
Faktanya, jumlah pasien positif COVID-19 dan korban meninggal masih bertambah di awal April ini. Ditambah lagi sebaran penduduk dari Jakarta ke daerah yang mudik masih terus berlangsung. Konsekuensinya target pencegahan penularan baru selesai di bulan Mei cukup berat, kecuali pemerintah daerah melakukan gerakan yang sama dengan pusat.
"Jadi harusnya ada masif tes, orang dites semuanya atau minimal per hari orang di masing-masing daerah ada tes semacam itu. Kalau itu dilakukan saya yakin pertumbuhan ekonomi sekitar 2,3-2,4% masih bisa," kata Chandra.
Lebih lanjut Chandra mengatakan, jika pandemi corona berkepanjangan maka ada kemungkinan kondisi ekonomi makin buruk sehingga diperkirakan tumbuh hanya 1%, karena itu bangsa ini perlu melihat perkembangan negara lain. Persoalannya ekonomi negara lain pun mengalami hal yang sama, didera COVID-19.
Jika semua perencanaan dan proses penanggulangan kesehatan berjalan baik, diprediksi akhir Mei atau awal Juni wabah virus corona akan berakhir. Jika penularan bisa segera diakhiri, maka perekonomian nasional, meski berat, masih dapat tumbuh hingga 2%.
Agar ekonomi tumbuh positif, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan melindungi seluruh sektor ekonomi. Tidak boleh sampai mematikan salah satu industri, apalagi jika industri tersebut sudah lama berdiri dan terbukti menyumbang dan menggerakan perekonomian daerah maupun nasional.
Salah satu Industri yang tidak terpengaruh pandemik COVID-19 adalah industri pertanian dan perkebunan. Termasuk Industri hasil tembakau yang dapat menggerakkan perekonomian nasional di masa sulit seperti sekarang.
“Asumsi pertama, COVID-19 selesai di bulan Mei. Kedua, kita juga berharap patner ekonomi yang dalam 2-3 tahun terakhir ini sangat dekat, yakni China juga pulih. Mereka juga sudah mulai bergerak positif ekonominya, sehingga pemulihan dari segi sisi ekonomi mungkin bisa lebih cepat. Sebab ekspor dan impor kita dengan China lumayan cukup besar," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Prof Dr Chandra Fajri Ananda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/4/2020).
Dia menjelaskan, dari posisi itu sebenarnya yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pertumbuhan ekonomi 0% hingga negatif adalah kalau semua yang diharapkan itu tidak berjalan. "Misalnya penularan virusnya masih panjang, (sementara) aspek (program penanggulangan) kesehatan yang dilakukan sekarang tidak bekerja dengan baik. Jadi kebijakan pemerintah untuk menangani covid ini akan sangat menentukan langkah-langkah berikutnya. Kalau tidak berjalan dengan baik maka akan semakin buruk (pertumbuhan ekonominya). Angka minus itu ya realistis," papar Chandra.
Faktanya, jumlah pasien positif COVID-19 dan korban meninggal masih bertambah di awal April ini. Ditambah lagi sebaran penduduk dari Jakarta ke daerah yang mudik masih terus berlangsung. Konsekuensinya target pencegahan penularan baru selesai di bulan Mei cukup berat, kecuali pemerintah daerah melakukan gerakan yang sama dengan pusat.
"Jadi harusnya ada masif tes, orang dites semuanya atau minimal per hari orang di masing-masing daerah ada tes semacam itu. Kalau itu dilakukan saya yakin pertumbuhan ekonomi sekitar 2,3-2,4% masih bisa," kata Chandra.
Lebih lanjut Chandra mengatakan, jika pandemi corona berkepanjangan maka ada kemungkinan kondisi ekonomi makin buruk sehingga diperkirakan tumbuh hanya 1%, karena itu bangsa ini perlu melihat perkembangan negara lain. Persoalannya ekonomi negara lain pun mengalami hal yang sama, didera COVID-19.
tulis komentar anda