Insiden Layangan Nyangkut di Pesawat Citilink, Bisa Menimpa Semua Maskapai
Sabtu, 24 Oktober 2020 - 19:29 WIB
JAKARTA - Layang-layang tersangkut di pesawat Citilink dengan nomor penerbangan QG 1107 dari Bandara Halim ke Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Jumat kemarin (23/10/2020). Kejadian itu diketahui setelah pesawat mendarat di Bandara Adi Adisutjipto.
Pesawat Citilink tersebut berangkat dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta dan melakukan pendaratan di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pada pukul 16.46 WIB. ( Baca:Ekspor ke Negara Islam Surplus USD2,2 Miliar, Apa Saja Produknya? )
Insiden tersebut dinilai Arista Atmadjati, pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), adanya kelemahan penerapan standar operasional prosedur (SOP) penerbangan. Menurut dia, kejadian tersebut bisa saja terjadi di semua maskapai penerbangan bila aturan tidak diberlakukan secara tegas.
"Intinya itu bisa terjadi di semua maskapai penerbangan. Inikan pemberlakuan SOP di bandara belum bener. Radius di luar pagar bandara itu sebaiknya satu kilometer. Artinya tidak ada perumahaan, kalau itu terjadi di bandara yang lama (Adisutjipto) itu cukup dekat dengan perumahaan. Bisa jadi orang main layangan atau balon besar di sekitar itu," ujar Arista saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (24/10/2020).
Dia menegaskan, insiden itu bukan menggambarkan adanya kesalahan teknis pesawat Citilink, melainkan pada penerapan regulasi. Kejadian itu karena keselamatan kawasan operasi penerbangan yang digunakan masih longgar.
Dalam aturannya, kawasan penerbangan tidak diperbolehkan adanya bangunan yang bisa menambah masalah jika terjadi kecelakaan. Misalnya bangunan Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), pabrik kimia, jaringan listrik (SUTT dan SUTET), dan sebagainya.
Ada juga daerah-daerah di sekitar alat-alat bantu navigasi yang ketinggiannya juga diatur. Misalnya, daerah di sekitar Non Directional Beacon (NDB), Doppler Very High Frequency Directional Omni Range/ Distance Measuring Equipment (DVOR/DME), Instrument Landing System (ILS) dan Radar. ( Baca juga:Pertempuran Baru Pecah di Nagorno-Karabakh Setelah Perundingan )
Daerah seluas 100x100 meter dengan titik tengahnya antenna NDB, tidak diperbolehkan ada bangunan. Sampai dengan radius 300 meter, tidak ada bangunan metal seperti konstruksi baja, tiang listrik, dan sebagainya. Sementara radius 1.000 meter, tidak diperbolehkan ada benda, pohon, bangunan lain yang tingginya ditentukan berdasar tinggi antenna.
Sedangkan, Di KKOP ada juga syarat-syarat dalam mempergunakan tanah, perairan, maupun ruang udara. Syarat-syarat tersebut adalah tidak menimbulkan gangguan terhadap isyarat-isyarat navigasi penerbangan atau komunikasi radio antar-bandara dan pesawat.
Pesawat Citilink tersebut berangkat dari Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta dan melakukan pendaratan di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pada pukul 16.46 WIB. ( Baca:Ekspor ke Negara Islam Surplus USD2,2 Miliar, Apa Saja Produknya? )
Insiden tersebut dinilai Arista Atmadjati, pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), adanya kelemahan penerapan standar operasional prosedur (SOP) penerbangan. Menurut dia, kejadian tersebut bisa saja terjadi di semua maskapai penerbangan bila aturan tidak diberlakukan secara tegas.
"Intinya itu bisa terjadi di semua maskapai penerbangan. Inikan pemberlakuan SOP di bandara belum bener. Radius di luar pagar bandara itu sebaiknya satu kilometer. Artinya tidak ada perumahaan, kalau itu terjadi di bandara yang lama (Adisutjipto) itu cukup dekat dengan perumahaan. Bisa jadi orang main layangan atau balon besar di sekitar itu," ujar Arista saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (24/10/2020).
Dia menegaskan, insiden itu bukan menggambarkan adanya kesalahan teknis pesawat Citilink, melainkan pada penerapan regulasi. Kejadian itu karena keselamatan kawasan operasi penerbangan yang digunakan masih longgar.
Dalam aturannya, kawasan penerbangan tidak diperbolehkan adanya bangunan yang bisa menambah masalah jika terjadi kecelakaan. Misalnya bangunan Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), pabrik kimia, jaringan listrik (SUTT dan SUTET), dan sebagainya.
Ada juga daerah-daerah di sekitar alat-alat bantu navigasi yang ketinggiannya juga diatur. Misalnya, daerah di sekitar Non Directional Beacon (NDB), Doppler Very High Frequency Directional Omni Range/ Distance Measuring Equipment (DVOR/DME), Instrument Landing System (ILS) dan Radar. ( Baca juga:Pertempuran Baru Pecah di Nagorno-Karabakh Setelah Perundingan )
Daerah seluas 100x100 meter dengan titik tengahnya antenna NDB, tidak diperbolehkan ada bangunan. Sampai dengan radius 300 meter, tidak ada bangunan metal seperti konstruksi baja, tiang listrik, dan sebagainya. Sementara radius 1.000 meter, tidak diperbolehkan ada benda, pohon, bangunan lain yang tingginya ditentukan berdasar tinggi antenna.
Sedangkan, Di KKOP ada juga syarat-syarat dalam mempergunakan tanah, perairan, maupun ruang udara. Syarat-syarat tersebut adalah tidak menimbulkan gangguan terhadap isyarat-isyarat navigasi penerbangan atau komunikasi radio antar-bandara dan pesawat.
(uka)
tulis komentar anda