Joe Biden Menang, Saham-Saham Energi China Berjingkrakkan
Senin, 09 November 2020 - 18:58 WIB
JAKARTA - Kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih diprediksi membuat Negeri Paman Sam itu akan mempercepat langkahnya menuju energi bersih . Isu itu membuat saham perusahaan energi China yang mendominasi produksi panel surya naik.
Diketahui, selama kampanyenya Biden menyatakan komitmen untuk menghilangkan emisi karbon dari sektor kelistrikan AS pada 2035. Mewujudkan komitmen itu setidaknya akan membutuhkan peningkatan instalasi tenaga surya baru, dan itu diperkirakan akan mengangkat permintaan global. ( Baca juga:Joe Biden Presiden AS, Kabar Baik bagi Indonesia )
"Jika Anda melihat selama lima tahun terakhir, instalasi surya AS stabil cenderung datar karena administrasi Trump memang berfokus pada bahan bakar fosil. Ke depan tampaknya akan berbeda dan kemenangan Biden akan mengarah pada peningkatan langsung," ujar analis dari Daiwa Capital Markets Hong Kong Ltd, Dennis Ip, dikutip dari Bloomberg Senin (9/11/2020).
Hasil analisa Daiwa memperkirakan, instalasi tahunan AS akan naik dari sekitar 12 gigawatt menjadi 26 gigawatt selama lima tahun ke depan. Hal itu diyakini akan mendorong pertumbuhan permintaan global menjadi hampir 20% setahun, dibandingkan dengan 17,5% jika kebijakan energi AS tetap tidak berubah.
Longi Green Energy Technology Co, perusahaan tenaga surya terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar yang berpusat di Shaanxi, China, mengalami kenaikan saham 1,2% di Shanghai pada perdagangan Senin. Sementara pembuat polysilicon GCL-Poly Energy Holdings Ltd, naik 6,6% di Hong Kong. ( Baca juga:Mahfud MD Minta Aparat Kawal Habib Rizieq Selamat sampai Kediaman )
Kenaikan juga meluas ke tenaga angin, di mana perusahaan produsen turbin Xinjiang Goldwind Science & Technology Co juga mengalami kenaikan saham hingga 7,3% di waktu yang sama. Berbeda dengan perusahaan pengembangan surya JA Solar Technology Co, yang sahamnya turun hingga batas harian 10% di Shenzhen, setelah melaporkan ketuanya sedang diselidiki otoritas China.
Diketahui, selama kampanyenya Biden menyatakan komitmen untuk menghilangkan emisi karbon dari sektor kelistrikan AS pada 2035. Mewujudkan komitmen itu setidaknya akan membutuhkan peningkatan instalasi tenaga surya baru, dan itu diperkirakan akan mengangkat permintaan global. ( Baca juga:Joe Biden Presiden AS, Kabar Baik bagi Indonesia )
"Jika Anda melihat selama lima tahun terakhir, instalasi surya AS stabil cenderung datar karena administrasi Trump memang berfokus pada bahan bakar fosil. Ke depan tampaknya akan berbeda dan kemenangan Biden akan mengarah pada peningkatan langsung," ujar analis dari Daiwa Capital Markets Hong Kong Ltd, Dennis Ip, dikutip dari Bloomberg Senin (9/11/2020).
Hasil analisa Daiwa memperkirakan, instalasi tahunan AS akan naik dari sekitar 12 gigawatt menjadi 26 gigawatt selama lima tahun ke depan. Hal itu diyakini akan mendorong pertumbuhan permintaan global menjadi hampir 20% setahun, dibandingkan dengan 17,5% jika kebijakan energi AS tetap tidak berubah.
Longi Green Energy Technology Co, perusahaan tenaga surya terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar yang berpusat di Shaanxi, China, mengalami kenaikan saham 1,2% di Shanghai pada perdagangan Senin. Sementara pembuat polysilicon GCL-Poly Energy Holdings Ltd, naik 6,6% di Hong Kong. ( Baca juga:Mahfud MD Minta Aparat Kawal Habib Rizieq Selamat sampai Kediaman )
Kenaikan juga meluas ke tenaga angin, di mana perusahaan produsen turbin Xinjiang Goldwind Science & Technology Co juga mengalami kenaikan saham hingga 7,3% di waktu yang sama. Berbeda dengan perusahaan pengembangan surya JA Solar Technology Co, yang sahamnya turun hingga batas harian 10% di Shenzhen, setelah melaporkan ketuanya sedang diselidiki otoritas China.
(uka)
tulis komentar anda