Tugas Berat Menanti Direktur Keuangan Baru Garuda
Jum'at, 20 November 2020 - 15:15 WIB
JAKARTA - Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) memutuskan mengangkat Prasetio sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko menggantikan Fuad Rizal selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko terdahulu.
“Kami turut menyampaikan apresiasi atas kontribusi yang telah diberikan oleh Fuad Rizal selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko yang pada hari ini telah menyelesaikan tugasnya sebagai bagian dari manajemen Garuda Indonesia. Kami percaya capaiam yang berhasil kita peroleh hingga sekarang menjadi landasan penting dalam kiprah Garuda Indonesia kedepannya,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra di Jakarta, Jumat (20/11/2020).
Sejumlah beban berat harus diemban Direktur Keuangan Garuda yang baru. Bagaimana tidak, hingga kuartal III/2020 maskapai penerbangan pelat merah ini harus menelan kerugian sebesar USD1,076 miliar atau setara Rp15,29 triliun (Rp14.214/ dolar AS). Pandemi Covid-19 menyebabkan pendapatan usaha Garuda merosot hingga 67%.
(Baca Juga : RUPS Garuda Indonesia, Prasetio Ditunjuk Sebagai Direktur Keuangan)
Berdasarkan keterbukaan informasi perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga akhir September 2020 Garuda mencatat pendapatan usaha sebesar USD1,138 miliar jatuh terpuruk dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar USD3,54 miliar.
Garuda Indonesia hanya mencatat pendapatan dari penerbangan berjadwal senilai USD917,29 juta, penerbangan tidak berjadwal sebesar USD46,92 juta, dan pendapatan lain-lain berkontribusi USD174,56 juta.
Namun untungnya Garuda telah memperoleh dana segar melalui obligasi sebesar Rp8,5 triliun. Hal ini sesuai keputusan RUPSLB dalam rangka penerbitan Obligasi Wajib Konversi (OWK) atau Mandatory Convertible Bond dengan nilai total maksimum sebesar Rp8,5 triliun dengan tenor maksimal selama tujuh tahun yang wajib dikonversi menjadi saham baru Perseroan pada tanggal jatuh tempo melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu. Persetujuan tersebut diraih melalui persetujuan suara sebesar 99,94% dari total pemegang saham yang hadir pada RUPSLB tersebut yang digelar pada Jumat (20/11).
(Baca Juga : Pandemi Membuat BUMN Rugi Makin Banyak, Terbesar di Jiwasraya)
Menurut Irfan dengan disetujuinya penerbitan OWK tersebut tentunya perseroan optimis dapat semakin mendukung upaya penguatan likuiditas dan perbaikan posisi keuangan Perseroan guna menunjang keberlangsungan usaha di masa yang akan datang.
“Dengan demikian, Garuda Indonesia dapat terus memaksimalkan peran strategisnya sebagai national flag carrier dalam menghadirkan konektivitas udara yang optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, serta turut meningkatkan peran andil Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terpercaya untuk menghadirkan layanan penerbangan yang aman dan nyaman bagi masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, dana dari yang diperoleh dari penerbitan OWK ini akan dipergunakan untuk mendukung likuditas, solvabilitas serta pembiayaan operasional perseroan.
“Kami turut menyampaikan apresiasi atas kontribusi yang telah diberikan oleh Fuad Rizal selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko yang pada hari ini telah menyelesaikan tugasnya sebagai bagian dari manajemen Garuda Indonesia. Kami percaya capaiam yang berhasil kita peroleh hingga sekarang menjadi landasan penting dalam kiprah Garuda Indonesia kedepannya,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra di Jakarta, Jumat (20/11/2020).
Sejumlah beban berat harus diemban Direktur Keuangan Garuda yang baru. Bagaimana tidak, hingga kuartal III/2020 maskapai penerbangan pelat merah ini harus menelan kerugian sebesar USD1,076 miliar atau setara Rp15,29 triliun (Rp14.214/ dolar AS). Pandemi Covid-19 menyebabkan pendapatan usaha Garuda merosot hingga 67%.
(Baca Juga : RUPS Garuda Indonesia, Prasetio Ditunjuk Sebagai Direktur Keuangan)
Berdasarkan keterbukaan informasi perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga akhir September 2020 Garuda mencatat pendapatan usaha sebesar USD1,138 miliar jatuh terpuruk dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar USD3,54 miliar.
Garuda Indonesia hanya mencatat pendapatan dari penerbangan berjadwal senilai USD917,29 juta, penerbangan tidak berjadwal sebesar USD46,92 juta, dan pendapatan lain-lain berkontribusi USD174,56 juta.
Namun untungnya Garuda telah memperoleh dana segar melalui obligasi sebesar Rp8,5 triliun. Hal ini sesuai keputusan RUPSLB dalam rangka penerbitan Obligasi Wajib Konversi (OWK) atau Mandatory Convertible Bond dengan nilai total maksimum sebesar Rp8,5 triliun dengan tenor maksimal selama tujuh tahun yang wajib dikonversi menjadi saham baru Perseroan pada tanggal jatuh tempo melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu. Persetujuan tersebut diraih melalui persetujuan suara sebesar 99,94% dari total pemegang saham yang hadir pada RUPSLB tersebut yang digelar pada Jumat (20/11).
(Baca Juga : Pandemi Membuat BUMN Rugi Makin Banyak, Terbesar di Jiwasraya)
Menurut Irfan dengan disetujuinya penerbitan OWK tersebut tentunya perseroan optimis dapat semakin mendukung upaya penguatan likuiditas dan perbaikan posisi keuangan Perseroan guna menunjang keberlangsungan usaha di masa yang akan datang.
“Dengan demikian, Garuda Indonesia dapat terus memaksimalkan peran strategisnya sebagai national flag carrier dalam menghadirkan konektivitas udara yang optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, serta turut meningkatkan peran andil Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terpercaya untuk menghadirkan layanan penerbangan yang aman dan nyaman bagi masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, dana dari yang diperoleh dari penerbitan OWK ini akan dipergunakan untuk mendukung likuditas, solvabilitas serta pembiayaan operasional perseroan.
(her)
Lihat Juga :
tulis komentar anda