Bos Bio Farma Ungkap Alasan Pemerintah Tidak Masukkan Pfizer di Daftar Vaksin
Sabtu, 21 November 2020 - 23:58 WIB
JAKARTA - Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) merespon ihwal vaksin Pfizer hasil produksi perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer, dengan perusahaan Jerman, BioNTech. Manajemen menyampaikan alasan belum memasukan Pfizer sebagai kandidat vaksin di Indonesia.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengakui, Pfizer memiliki kualitas dan efektivitas di atas 96 persen. Meski begitu, penyimpanan (storage) vaksin tersebut dinilai minus 70 derajat celcius.
Sementara, Indonesia dinilai belum mampu menangani vaksin dengan temperatur 70 atau lebih derajat celcius. Akibatnya, jika tidak ditangani secara baik, maka vaksin justru mengalami kerusakan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
( )
"Pfizer itu memang dia baru rilis hasil uji klinis (tahap III), efektivitasnya di atas 96 persen, tapi kondisi storage-nya itu minus 70 derajat celcius. Itu Indonesia belum memiliki kemampuan seperti itu, dan bahaya sekali kalau vaksin ini tidak disimpan di suhu yang sebenarnya, dia akan rusak sehingga nantinya pada saat diberikan kepada masyarakat ini akan berbahaya," kata Honesti, Sabtu (21/11/2020).
Tentu hal ini berbeda dengan dua vaksin yang saat ini masuk dalam list pemerintah Indonesia yakni, Sinovac dan Covax. Honesti menyebut, kedua vaksin itu memiliki temperatur antara 2 hingga 8 derajat celcius. Dengan begitu, kemampuan penyesuaian vaksin asal China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tersebut sanggup ditangani Indonesia.
( )
Bos Bio Farma juga mencatat, jika Pfizer dan Moderna dimasukan dalam daftar kandidat vaksin di Tanah Air, maka pemerintah juga akan membuat serangkaian pengadaan untuk tempat penyimpanan yang kemampuannya minus 20-70 derajat Celcius.
"Makanya ditetapkan oleh Perpres bahwa untuk jenis vaksin itu ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Tentunya sudah ada kriteria tertentu yang membuat nanti Indonesia bisa deliver vaksin itu lebih cepat, mulai dari pengembangannya ataupun pengadaannya, sampai nanti distribusi dan program vaksinasinya ke masyarakat," kata dia.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengakui, Pfizer memiliki kualitas dan efektivitas di atas 96 persen. Meski begitu, penyimpanan (storage) vaksin tersebut dinilai minus 70 derajat celcius.
Sementara, Indonesia dinilai belum mampu menangani vaksin dengan temperatur 70 atau lebih derajat celcius. Akibatnya, jika tidak ditangani secara baik, maka vaksin justru mengalami kerusakan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
( )
"Pfizer itu memang dia baru rilis hasil uji klinis (tahap III), efektivitasnya di atas 96 persen, tapi kondisi storage-nya itu minus 70 derajat celcius. Itu Indonesia belum memiliki kemampuan seperti itu, dan bahaya sekali kalau vaksin ini tidak disimpan di suhu yang sebenarnya, dia akan rusak sehingga nantinya pada saat diberikan kepada masyarakat ini akan berbahaya," kata Honesti, Sabtu (21/11/2020).
Tentu hal ini berbeda dengan dua vaksin yang saat ini masuk dalam list pemerintah Indonesia yakni, Sinovac dan Covax. Honesti menyebut, kedua vaksin itu memiliki temperatur antara 2 hingga 8 derajat celcius. Dengan begitu, kemampuan penyesuaian vaksin asal China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tersebut sanggup ditangani Indonesia.
( )
Bos Bio Farma juga mencatat, jika Pfizer dan Moderna dimasukan dalam daftar kandidat vaksin di Tanah Air, maka pemerintah juga akan membuat serangkaian pengadaan untuk tempat penyimpanan yang kemampuannya minus 20-70 derajat Celcius.
"Makanya ditetapkan oleh Perpres bahwa untuk jenis vaksin itu ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Tentunya sudah ada kriteria tertentu yang membuat nanti Indonesia bisa deliver vaksin itu lebih cepat, mulai dari pengembangannya ataupun pengadaannya, sampai nanti distribusi dan program vaksinasinya ke masyarakat," kata dia.
(ind)
tulis komentar anda