Catat Ya! Pemulihan Ekspor Jadi Kabar Baik, Tapi Konsumsi Belum Pulih
Minggu, 22 November 2020 - 09:33 WIB
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, pemerintah harus mendorong konsumsi kelas menengah dan atas untuk berbelanja. Hal ini untuk memperbaiki aktivitas ekonomi Indonesia dan keluar dari jurang resesi di akhir tahun ini. Apalagi, ekonomi ASEAN sudah terjadi pembalikan arah dengan pertumbuhan kinerja ekspor yang positif 8,45%.
"Ini kabar baiknya ada pemulihan ekspor yang lebih cepat. Kita berharap ada perbaikan kualitas surplus perdagangan pada akhir tahun tersisa," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (22/11/2020).
(Baca Juga: Ngedur 8 Bulan Surplus, Neraca Dagang Oktober Cetak Rekor )
Menurutnya, neraca dagang surplus pada bulan Oktober sebesar USD3,61 miliar ini didapat dari nilai ekspor Oktober USD 14,39 miliar yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan impor yakni USD10,78 miliar. "Meskipun tetap perlu dicermati bahwa surplus masih disebabkan impor yang menurun cukup dalam karena aktivitas di dalam negeri belum pulih," katanya.
Kata dia, angka surplus ini sesuai dengan prediksi melihat masih rendahnya permintaan bahan baku industri di dalam negeri. Impor bahan baku yang turun 5% dibandingkan bulan September 2020 atau minus USD415,7 juta mencerminkan produsen masih menahan kenaikan produksi karena daya beli konsumen masih turun.
"Data ini sejalan dengan indeks penjualan riil BI yang terkontraksi 8,7% pada bulan September. Indeks keyakinan konsumen pun masih menurun dari 83,4 menjadi 79 pada Oktober," terangnya.
(Baca Juga: Pemerintah Akui Surplus Neraca Dagang Tak Berarti Ekonomi Stabil )
Selain itu selama konsumen kelas menengah dan atas tahan belanja, maka industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor. Lalu dari sisi impor barang konsumsi negatif -7,58% dibanding bulan sebelumnya.
"Padahal pelaku usaha biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11.11 pada bulan berikutnya. Penjualan lewat e-commerce meskipun naik, tapi belum bisa mengimbangi penurunan tajam pada ritel konvensional. Ini berarti konsumsi memang belum pulih," bebernya.
Sementara dari kinerja ekspor non migas ada kenaikan 3,54% secara month to month. Ekspor disuport oleh perbaikan permintaan di China yang naik 8,9% dibanding bulan sebelumnya. "Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6% dari total ekspor," tandasnya.
"Ini kabar baiknya ada pemulihan ekspor yang lebih cepat. Kita berharap ada perbaikan kualitas surplus perdagangan pada akhir tahun tersisa," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (22/11/2020).
(Baca Juga: Ngedur 8 Bulan Surplus, Neraca Dagang Oktober Cetak Rekor )
Menurutnya, neraca dagang surplus pada bulan Oktober sebesar USD3,61 miliar ini didapat dari nilai ekspor Oktober USD 14,39 miliar yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan impor yakni USD10,78 miliar. "Meskipun tetap perlu dicermati bahwa surplus masih disebabkan impor yang menurun cukup dalam karena aktivitas di dalam negeri belum pulih," katanya.
Kata dia, angka surplus ini sesuai dengan prediksi melihat masih rendahnya permintaan bahan baku industri di dalam negeri. Impor bahan baku yang turun 5% dibandingkan bulan September 2020 atau minus USD415,7 juta mencerminkan produsen masih menahan kenaikan produksi karena daya beli konsumen masih turun.
"Data ini sejalan dengan indeks penjualan riil BI yang terkontraksi 8,7% pada bulan September. Indeks keyakinan konsumen pun masih menurun dari 83,4 menjadi 79 pada Oktober," terangnya.
(Baca Juga: Pemerintah Akui Surplus Neraca Dagang Tak Berarti Ekonomi Stabil )
Selain itu selama konsumen kelas menengah dan atas tahan belanja, maka industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor. Lalu dari sisi impor barang konsumsi negatif -7,58% dibanding bulan sebelumnya.
"Padahal pelaku usaha biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11.11 pada bulan berikutnya. Penjualan lewat e-commerce meskipun naik, tapi belum bisa mengimbangi penurunan tajam pada ritel konvensional. Ini berarti konsumsi memang belum pulih," bebernya.
Sementara dari kinerja ekspor non migas ada kenaikan 3,54% secara month to month. Ekspor disuport oleh perbaikan permintaan di China yang naik 8,9% dibanding bulan sebelumnya. "Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6% dari total ekspor," tandasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda