Bertahun-tahun Penyakit Kuno Masih Menghantui Industri Migas RI, Adakah Solusi Anyar?
Rabu, 02 Desember 2020 - 11:07 WIB
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, industri hulu migas merupakan industri yang sarat dengan ketidakpastian. Sehingga untuk menarik investasi agar produksi migas meningkat, maka ketidakpastian tersebut harus dikurangi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, sumber ketidakpastian tersebut dapat berasal dari eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, fluktuasi atau turunnya harga minyak seperti yang dialami Indonesia saat ini. Adapun dari sisi internal dapat berupa regulasi atau perizinan yang terlalu kompleks, atau terkait insentif pendukung keekonomian lapangan, baik yang berada di dalam maupun di luar jangkauan kontrol Kementerian ESDM. Karena itu, pihak Kementerian ESDM akan mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi kondisi ketidakpastian tersebut.
"Kami melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi ketidakpastian dengan harapan dapat meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia," ujar Arifin dalam International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2020, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Adapun Arifin merinci sejumlah langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah pertama, penyederhanaan Perizinan. Sebagian besar perizinan migas telah dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.
"Saya ingin mendengar, sudah seefektif apa sistem pelayanan itu sekarang serta mana-mana yang masih perlu dioptimalkan? Masukan dari konvensi mengenai ini, kami tunggu," kata dia.
Kedua, penyediaan dan keterbukaan data. Melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah telah mendorong keterbukaan akses data bagi para investor. Di mana, pemerintah telah berperan aktif untuk penyediaan data baru dari selesainya akuisisi data seismic 2D 32.200 km Open Area.
Ketiga, fleksibilitas sistem fiskal. Pemerintah telah memberikan kebebasan kepada kontraktor migas untuk menentukan pilihan jenis kontrak, baik menggunakan Gross Split atau Production Sharing Contract(PSC). Sehingga diharapkan investasi di sub sektor migas semakin menarik dan meningkat.
Untuk mempercepat waktu monetisasi yang salah satunya diakibatkan adanya gap harga keekonomian lapangan di sisi hulu dan kemampuan serap di sisi hilir, maka Kementerian ESDM menyusun kebijakan berupa penurunan harga gas, untuk mendorong tumbuhnya industri domestik. Selain itu saat ini sedang disusun kebijakan Grand Strategi Energi Nasional.
"Terakhir stimulus fiskal. Harus kita sadari bahwa kejayaan migas telah berlalu, untuk itu Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil (split) untuk negara, tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor," ujar dia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, sumber ketidakpastian tersebut dapat berasal dari eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, fluktuasi atau turunnya harga minyak seperti yang dialami Indonesia saat ini. Adapun dari sisi internal dapat berupa regulasi atau perizinan yang terlalu kompleks, atau terkait insentif pendukung keekonomian lapangan, baik yang berada di dalam maupun di luar jangkauan kontrol Kementerian ESDM. Karena itu, pihak Kementerian ESDM akan mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi kondisi ketidakpastian tersebut.
"Kami melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi ketidakpastian dengan harapan dapat meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia," ujar Arifin dalam International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2020, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Adapun Arifin merinci sejumlah langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah pertama, penyederhanaan Perizinan. Sebagian besar perizinan migas telah dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.
"Saya ingin mendengar, sudah seefektif apa sistem pelayanan itu sekarang serta mana-mana yang masih perlu dioptimalkan? Masukan dari konvensi mengenai ini, kami tunggu," kata dia.
Kedua, penyediaan dan keterbukaan data. Melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah telah mendorong keterbukaan akses data bagi para investor. Di mana, pemerintah telah berperan aktif untuk penyediaan data baru dari selesainya akuisisi data seismic 2D 32.200 km Open Area.
Ketiga, fleksibilitas sistem fiskal. Pemerintah telah memberikan kebebasan kepada kontraktor migas untuk menentukan pilihan jenis kontrak, baik menggunakan Gross Split atau Production Sharing Contract(PSC). Sehingga diharapkan investasi di sub sektor migas semakin menarik dan meningkat.
Untuk mempercepat waktu monetisasi yang salah satunya diakibatkan adanya gap harga keekonomian lapangan di sisi hulu dan kemampuan serap di sisi hilir, maka Kementerian ESDM menyusun kebijakan berupa penurunan harga gas, untuk mendorong tumbuhnya industri domestik. Selain itu saat ini sedang disusun kebijakan Grand Strategi Energi Nasional.
"Terakhir stimulus fiskal. Harus kita sadari bahwa kejayaan migas telah berlalu, untuk itu Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil (split) untuk negara, tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor," ujar dia.
(nng)
tulis komentar anda