Bidik Target 2030, Tata Kelola Hulu Migas Perlu Dibenahi

Senin, 30 November 2020 - 08:09 WIB
loading...
Bidik Target 2030, Tata...
Peningkatan iklim berusaha, sanctity of contract, dan adanya peraturan yang saling mendukung merupakan kunci perbaikan tata kelola hulu migas yang dibutuhkan demi meningkatkan investasi hulu migas Indonesia. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peningkatan iklim berusaha, sanctity of contract, dan adanya peraturan yang saling mendukung merupakan kunci perbaikan tata kelola hulu migas yang dibutuhkan demi meningkatkan investasi hulu migas Indonesia. Persyaratan itu mutlak dipenuhi untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar gas kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.

Tenaga Ahli Komite Pengawas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf mengungkapkan, ketiga faktor tersebut berdasarkan pengalaman di beberapa negara yang dianggap sukses meningkatkan produksi migasnya. (Baca: Sempurnakan Wudhu Agar Ibadah Diterima Allah Ta'ala)

“Persyaratan tersebut merupakan kesimpulan yang disampaikan setelah menampilkan beberapa contoh negara yang telah berhasil meningkatkan produksinya, yaitu Libya, Mesir dan Malaysia,” kata Nanang saat menjadi pembicara dalam forum group discussion (FGD) “ Tata Kelola Hulu Migas dalam Mendukung Pencapaian Target Produksi”, baru-baru ini.

Menurut dia, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara yang telah berhasil meningkatkan produksi tersebut. Dia mencontohkan, saat terjadi revolusi Arab Spring, Libya masih melakukan impor minyak tetapi sekarang mereka telah menjadi eksportir minyak.

“Negara-negara itu melakukan perubahan radikal pada sistem tata kelola migas, misalnya untuk lapangan marginal dibuat sesimpel mungkin sehingga menarik investor untuk masuk ke lapangan marginal maupun lapangan kecil,” kata Nanang.

Contoh lain adalah reformasi tata kelola migas di Mesir dan Kolumbia yang terjadi sangat dramatikal. Karena setelah dilakukan perbaikan-perbaikan, hanya butuh waktu tiga tahun untuk membuat produksi negara tersebut meningkat pesat. (Baca juga: Seleksi Guru PPPK, Guru Wajib Terdata di Dapodik)

“Stakeholders collaboration dilakukan di negara lain sehingga mampu membangun iklim investasi migas yang menarik investor,” katanya.

Nanang berpendapat, hal yang sama harus dilakukan Indonesia. Hal ini akan tercermin dari kebijakan, regulasi, dan praktik-praktiknya. Paling mudah, kata dia, jika sektor ini dianggap vital dan penting, maka saat sektor migas berhadapan dengan sektor lain, sektor migas akan menjadi prioritas.

“Misalnya, lokasi migas terdapat perkebunan atau pertambangan dan lain-lainnya, maka yang diprioritaskan adalah pembebasan lahan untuk migas. Hal-hal semacam ini dilakukan di negara lain, termasuk Mesir. Keunggulan di Mesir adalah kesucian kontrak bagi hasilnya disepakati dan dilindungi,” kata Nanang.

Pengamat energi dari Institut Teknologi 10 November Mukhtasor mengatakan, dalam rangka meningkatkan daya saing, ada tiga aspek yang harus dibenahi, yaitu legal, keuangan, dan operasi. Kemudian, juga harus diperhatikan aspek tata kelola, risiko, dan compliance. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1659 seconds (0.1#10.140)