Pelajari Lembaga Investasi, Indonesia 'Berguru' kepada Negeri Beruang Merah
Rabu, 02 Desember 2020 - 14:10 WIB
JAKARTA - Pemerintah terus menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan beberapa waktu lalu.
Direktur Jendral Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah sedang menyusun lembaga pengelola investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF). Dalam proses penyusunan ini, pemerintah belaiar dengan Rusia yang sudah lebih dulu memiliki SWF.
"SWF milik Rusia, yakni Russian Direct Investment Fund dirasa memiliki kemiripan dengan LPI yang sedang kita rancang. Nah inilah kira-kira yang nanti lebih mirip dengan apa yang akan kita bikin. Kita tujuannya adalah untuk mendatangkan investasi di dalam negeri untuk bisa diinvestasikan di berbagai proyek," ujar Isa dalam video virtual, Rabu (2/12/2020). ( Baca juga:Soal RI Bikin SWF, Erick Emoh Dianggap Jiplak Malaysia )
Dia menambahkan pemerintah tidak hanya belajar dari satu SWF saja, melainkan dari banyak lembaga. Tujuannya agar LPI memiliki standar dunia.
"Walaupun pada akhirnya tidak semuanya memang aplikabel di Indonesia, tapi kita juga banyak mengambil yang baik-baik dari sana karena memang kita ingin menciptakan satu SWF/lembaga pengelolaan investasi yang berkelas dunia, berstandar internasional terutama untuk governance-nya," bebernya.
Dalam kesempatan yang lain, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengungkapkan, melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja dapat dilakukan reformasi regulasi dan transformasi ekonomi yang membantu Indonesia keluar dari middle income trap, khususnya dengan cara meningkatkan daya saing dan produktivitas tenaga kerja. ( Baca juga:Kisah Tragis Edgard John-Augustin Bionic Body Kehilangan Dua Kaki )
"Negara yang terjebak middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan dengan low income countries akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah. Sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas," tandasnya.
Untuk meningkatkan daya saing negara ini, UU Cipta Kerja mengubah konsepsi perizinan berusaha dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based). Dengan demikian bagi pelaku usaha dengan risiko rendah cukup dengan pendaftaran nomor induk berusaha (NIB), sedangkan pelaku usaha risiko menengah dengan Sertifikat Standar, dan usaha Risiko Tinggi dengan izin.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Direktur Jendral Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, pemerintah sedang menyusun lembaga pengelola investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF). Dalam proses penyusunan ini, pemerintah belaiar dengan Rusia yang sudah lebih dulu memiliki SWF.
"SWF milik Rusia, yakni Russian Direct Investment Fund dirasa memiliki kemiripan dengan LPI yang sedang kita rancang. Nah inilah kira-kira yang nanti lebih mirip dengan apa yang akan kita bikin. Kita tujuannya adalah untuk mendatangkan investasi di dalam negeri untuk bisa diinvestasikan di berbagai proyek," ujar Isa dalam video virtual, Rabu (2/12/2020). ( Baca juga:Soal RI Bikin SWF, Erick Emoh Dianggap Jiplak Malaysia )
Dia menambahkan pemerintah tidak hanya belajar dari satu SWF saja, melainkan dari banyak lembaga. Tujuannya agar LPI memiliki standar dunia.
"Walaupun pada akhirnya tidak semuanya memang aplikabel di Indonesia, tapi kita juga banyak mengambil yang baik-baik dari sana karena memang kita ingin menciptakan satu SWF/lembaga pengelolaan investasi yang berkelas dunia, berstandar internasional terutama untuk governance-nya," bebernya.
Dalam kesempatan yang lain, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengungkapkan, melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja dapat dilakukan reformasi regulasi dan transformasi ekonomi yang membantu Indonesia keluar dari middle income trap, khususnya dengan cara meningkatkan daya saing dan produktivitas tenaga kerja. ( Baca juga:Kisah Tragis Edgard John-Augustin Bionic Body Kehilangan Dua Kaki )
"Negara yang terjebak middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan dengan low income countries akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah. Sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas," tandasnya.
Untuk meningkatkan daya saing negara ini, UU Cipta Kerja mengubah konsepsi perizinan berusaha dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based). Dengan demikian bagi pelaku usaha dengan risiko rendah cukup dengan pendaftaran nomor induk berusaha (NIB), sedangkan pelaku usaha risiko menengah dengan Sertifikat Standar, dan usaha Risiko Tinggi dengan izin.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(uka)
tulis komentar anda