Kenaikan Pungutan Ekspor CPO hanya akan Membunuh Petani Sawit
Sabtu, 05 Desember 2020 - 17:40 WIB
JAKARTA - JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan aturan baru atas pungutan ekspor(PE) terhadap minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO ) beserta produk turunannya. Kebijakan progresif ini berlaku mulai 10 Desember, mendatang. Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/ 2020 yang merevisi PMK 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit.
(Baca juga:Pungutan Ekspor CPO Berubah Per 10 Desember 2020, Ini Alasan Sri Mulyani)
PMK ini berisi skema pungutan ekspor CPO berdasarkan layer atau lapisan harga CPO. Aturan yang diteken 3 Desember 2020 ini berlaku tujuh hari setelah diundangkan.Ini artinya, aturan ini berlaku mulai 10 Desember.
Diketahui, dengan aturan baru tersebut, pada 10 Desember nanti PE melonjak dari semula USD55 per ton menjadi USD180 per ton. Melonjaknya PE hingga mencapai USD180 per ton ini selain karena adanya regulasi baru, juga karena melonjaknya harga CPO dunia. Di mana harga CPO dunia saat ini di kisaran USD880 ton cif Rotterdam.
(Baca juga:Ada Aturan Baru Soal Ekspor Sawit, Cek Ya!)
Kenaikan harga CPO ini tentu saja menjadi kabar gembira bagi para pengusaha dan petani sawit. Namun ternyata kenaikan harga CPO ini tidak dinikmati petani sawit, mengingat pemerintah juga merubah kebijakan sehingga PE melonjak.
“(Kebijakan) Ini tentunya membuat petani makin miskin. Di saat harga CPO naik, pungutan (ekspor) dinaikkan. Padahal, pemanfaatannya hanya untuk biodiesel yang dimiliki para taipan sawit,” protes Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto ketika dihubungi SINDONews, Minggu (5/12/2020).
(Baca juga:Kabar Gembira bagi Pemilik Kebun Sawit, Harga CPO Tinggi hingga Pertengahan Tahun Depan)
Dengan adanya kenaikan PE tersebut, yang dikorbankan adalah petani sawit. Sebab, dasar pembelian tandan buah segar (TBS) petani itu berdasarkan dari harga CPO dikurangi PE.
(Baca juga:Pungutan Ekspor CPO Berubah Per 10 Desember 2020, Ini Alasan Sri Mulyani)
PMK ini berisi skema pungutan ekspor CPO berdasarkan layer atau lapisan harga CPO. Aturan yang diteken 3 Desember 2020 ini berlaku tujuh hari setelah diundangkan.Ini artinya, aturan ini berlaku mulai 10 Desember.
Diketahui, dengan aturan baru tersebut, pada 10 Desember nanti PE melonjak dari semula USD55 per ton menjadi USD180 per ton. Melonjaknya PE hingga mencapai USD180 per ton ini selain karena adanya regulasi baru, juga karena melonjaknya harga CPO dunia. Di mana harga CPO dunia saat ini di kisaran USD880 ton cif Rotterdam.
(Baca juga:Ada Aturan Baru Soal Ekspor Sawit, Cek Ya!)
Kenaikan harga CPO ini tentu saja menjadi kabar gembira bagi para pengusaha dan petani sawit. Namun ternyata kenaikan harga CPO ini tidak dinikmati petani sawit, mengingat pemerintah juga merubah kebijakan sehingga PE melonjak.
“(Kebijakan) Ini tentunya membuat petani makin miskin. Di saat harga CPO naik, pungutan (ekspor) dinaikkan. Padahal, pemanfaatannya hanya untuk biodiesel yang dimiliki para taipan sawit,” protes Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto ketika dihubungi SINDONews, Minggu (5/12/2020).
(Baca juga:Kabar Gembira bagi Pemilik Kebun Sawit, Harga CPO Tinggi hingga Pertengahan Tahun Depan)
Dengan adanya kenaikan PE tersebut, yang dikorbankan adalah petani sawit. Sebab, dasar pembelian tandan buah segar (TBS) petani itu berdasarkan dari harga CPO dikurangi PE.
Lihat Juga :
tulis komentar anda