Ada Pandemi, Kebutuhan Energi Beranjak Normal di 2022
Selasa, 08 Desember 2020 - 16:56 WIB
JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) mempengaruhi lanskap energi di Indonesia. Hal ini mempengaruhi penawaran, permintaan dan kebutuhan energi.
Vice President Pertamina Energi Institute, Hery Haerudin mengatakan, akibat adanya pandemi, kebutuhan energi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16% pada tahun ini. Pada tahun lalu, kebutuhan energi Indonesia mencapai 215 juta ton setara minyak.
“Dan pada jangka panjang, penurunannya akan mencapai 3%. Kebutuhan energi primer terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3% per tahun,” ujarnya dalam acara Pertamina Energy Webinar Energizing the Energy Transition, Selasa (8/12/2020).
( )
Menurut Hery, pemulihan kebutuhan energi diperkirakan akan kembali normal pada 2022. Nantinya, energi terbarukan akan menjadi pertumbuhan yang paling tinggi dengan porsi mencapai 29% di skenario market driven dan 47% di skenario green transition (GT)
“Energi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29% di skenario MD dan 47% di skenario GT pada 2050,” jelasnya.
Sementara pemanfaatan gas menurutnya juga akan meningkat, meskipun masih dengan porsi relatif stabil. Sedangkan untuk porsi batu bara dan minyak akan mengalami penurunan dikarenakan adanya transisi energi.
( )
Dari sisi emisi karbon dioksida di sektor energi, dia mengungkapkan pada 2020 mencapai sekitar hampir 500 MT. Bila dengan skenario bisnis biasa, maka emisi karbon akan meningkat signifikan menjadi hampir 1.400 MT pada 2050.
Jika dengan menggunakan skenario Market Driven menjadi sekitar 900 MT. Sedangkan bila menggunakan skenario transisi energi, maka emisi karbon bisa dijaga hampir sama dengan tahun ini sekitar 500-600 MT.
“Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, diperlukan EBT paling sedikit 16% pada 2030 yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV, biofuel, dan peningkatan pemanfaatan gas,” jelasnya.
Vice President Pertamina Energi Institute, Hery Haerudin mengatakan, akibat adanya pandemi, kebutuhan energi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16% pada tahun ini. Pada tahun lalu, kebutuhan energi Indonesia mencapai 215 juta ton setara minyak.
“Dan pada jangka panjang, penurunannya akan mencapai 3%. Kebutuhan energi primer terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3% per tahun,” ujarnya dalam acara Pertamina Energy Webinar Energizing the Energy Transition, Selasa (8/12/2020).
( )
Menurut Hery, pemulihan kebutuhan energi diperkirakan akan kembali normal pada 2022. Nantinya, energi terbarukan akan menjadi pertumbuhan yang paling tinggi dengan porsi mencapai 29% di skenario market driven dan 47% di skenario green transition (GT)
“Energi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29% di skenario MD dan 47% di skenario GT pada 2050,” jelasnya.
Sementara pemanfaatan gas menurutnya juga akan meningkat, meskipun masih dengan porsi relatif stabil. Sedangkan untuk porsi batu bara dan minyak akan mengalami penurunan dikarenakan adanya transisi energi.
( )
Dari sisi emisi karbon dioksida di sektor energi, dia mengungkapkan pada 2020 mencapai sekitar hampir 500 MT. Bila dengan skenario bisnis biasa, maka emisi karbon akan meningkat signifikan menjadi hampir 1.400 MT pada 2050.
Jika dengan menggunakan skenario Market Driven menjadi sekitar 900 MT. Sedangkan bila menggunakan skenario transisi energi, maka emisi karbon bisa dijaga hampir sama dengan tahun ini sekitar 500-600 MT.
“Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, diperlukan EBT paling sedikit 16% pada 2030 yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV, biofuel, dan peningkatan pemanfaatan gas,” jelasnya.
(ind)
tulis komentar anda