Tarif Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit Diubah, Tertinggi Bisa USD255 per Ton
Selasa, 08 Desember 2020 - 21:29 WIB
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengubah ketentuan tarif pungutan ekspor sawit melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dengan PMK baru itu, pungutan ekspor CPO bisa naik secara berkala, dan tarif tertingginya bisa menyentuh USD255 per ton.
(Baca Juga: Pungutan Ekspor CPO Berubah Per 10 Desember 2020, Ini Alasan Sri Mulyani )
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri.
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku 7 (tujuh) hari setelah diundangkan tanggal 3 Desember 2020 (mulai berlaku tanggal 10 Desember 2020)," kata Musdhalifah Machmud di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Dalam beleid itu menerapkan rentang tarif pungutan ekspor salah satunya untuk produk CPO yang dikenakan berjenjang yakni mulai USD 5 kemudian naik menjadi USD 15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD 25. Rinciannya, dalam PMK itu disebutkan tarif pungutan untuk CPO mencapai USD 55 per ton untuk harga CPO di bawah atau sama dengan USD 670 per ton.
"Pungutan kemudian naik menjadi USD 60 untuk harga CPO USD 670 - USD 695 per ton, lalu pungutannya naik menjadi USD 75 ketika harga CPO mencapai USD 695 sampai USD 720 per ton. Untuk pungutan tertinggi mencapai USD 255 untuk harga CPO mencapai di atas USD 995 per ton," imbuh dia.
(Baca Juga: Ironis, Petani Sawit Subsidi Industri Biodiesel )
Selain itu, keberlanjutan pengembangan layanan yang dimaksud antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit dan penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
“Kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis,” pungkas Deputi Musdhalifah.
(Baca Juga: Pungutan Ekspor CPO Berubah Per 10 Desember 2020, Ini Alasan Sri Mulyani )
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri.
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk CPO dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku 7 (tujuh) hari setelah diundangkan tanggal 3 Desember 2020 (mulai berlaku tanggal 10 Desember 2020)," kata Musdhalifah Machmud di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Dalam beleid itu menerapkan rentang tarif pungutan ekspor salah satunya untuk produk CPO yang dikenakan berjenjang yakni mulai USD 5 kemudian naik menjadi USD 15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD 25. Rinciannya, dalam PMK itu disebutkan tarif pungutan untuk CPO mencapai USD 55 per ton untuk harga CPO di bawah atau sama dengan USD 670 per ton.
"Pungutan kemudian naik menjadi USD 60 untuk harga CPO USD 670 - USD 695 per ton, lalu pungutannya naik menjadi USD 75 ketika harga CPO mencapai USD 695 sampai USD 720 per ton. Untuk pungutan tertinggi mencapai USD 255 untuk harga CPO mencapai di atas USD 995 per ton," imbuh dia.
(Baca Juga: Ironis, Petani Sawit Subsidi Industri Biodiesel )
Selain itu, keberlanjutan pengembangan layanan yang dimaksud antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit dan penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
“Kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis,” pungkas Deputi Musdhalifah.
tulis komentar anda