Defisit APBN 2021 Dipatok 4,17%, Menkeu Janji Lebih Hati-hati Tarik Utang

Selasa, 12 Mei 2020 - 21:15 WIB
Pemerintah berjanji akan lebih berhati-hati dalam menarik utang guna membiayai defisit APBN 2021. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 mematok defisit di kisaran 3,21% hingga 4,17% terhadap produk domestik bruto (PDB). Terkait dengan itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan lebih hati-hati dalam menarik utang guna membiayai defisit di tahun depan.

Menkeu memastikan pembiayaan tahun depan akan dilakukan secara terukur dan berhati-hati. Pemerintah akan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan (sustainable) agar rasio utang terjaga dalam batas aman. Adapun rasio utang berada di kisaran 36,67% sampai 37,97% terhadap PDB.

(Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksi Defisit APBN 2021 Capai 4,17%)



"Besaran pembiayaan defisit di atas 3% ini mengacu kepada Perppu No 1/2020, agar proses pemulihan berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian," ujarnya dalam sidang paripurna, Selasa (12/5/2020).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, pemerintah akan mencari alternatif pembiayaan lain. Misalnnya adalah dengan mendorong lebih banyak pembiayaan lewat skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)

"Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya," jelas Sri Mulyani.

(Baca Juga: Menkeu Usul Tiga Kebijakan Ini untuk Pembiayaan APBN 2021)

Menurutnya, kebijakan fiskal menjadi instrumen yang sangat strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi tahun depan. Oleh karena itu, pada tahun depan, kebijakan sisi pembiayaan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung countercyclical stabilisasi ekonomi.

Berbagai langkah dilakukan, pertama peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, UMI, dan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kedua, pendalaman pasar, efisiensi cost of borrowing, dan efektivitas quasi fiskal untuk akselerasi daya saing dan peningkatan ekspor.

"Ketiga, dukungan restrukturisasi BUMN, penguatan BLU dan Sovereign Wealth Fund untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pembangunan," pungkasnya.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More