Tekan Impor, DEN: Transisi Energi Harus Cepat Terealisasi
Rabu, 09 Desember 2020 - 10:44 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan transisi energi diharapkan bisa terealisasi secepat mungkin guna mencapai ketahanan energi domestik. Dengan begitu, upaya ini bisa menghindarkan pada tingginya ketergantungan impor minyak dan Liquified Petroleum Gas (LPG).
"Harapan transisi ini cepat terealisasi. Kalau lambat nanti impor LPG, impor bensin, dan juga impor crude (minyak mentah) sebagai bahan baku kilang akan makin besar," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/12/2020).
Djoko menjelaskan transisi energi sebagai paradigma baru dalam pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral di Indonesia. Jika dulu energi menjadi andalan menjadi andalan devisa negara dan pendapatan di APBN, maka sekarang energi menjadi andalan utama bagi pertumbuhan ekonomi dan sebagai alat pencipta lapangan kerja.
( )
Di sisi lain, bonus demografi dan pertumbuhan ekonomi menggeser kebutuhan konsumsi energi. Djoko menandai pergeseran paradigma ini ditandai dengan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumi.
"Dulu produksi kita terutama minyak melebihi dari kebutuhan. Produksi bisa1,5 juta barrel per day (bpd). Sementara konsumsi kita cuman 800 bpd. Sehingga kita bisa ekspor sebagai penghasil devisa," jelasnya.
Namun seiring perkembangan zaman, tingkat konsumsi semakin meningkat dan tidak dibarengi dengan tingkat produktivitas energi fosil yang terus mengalami deklanasi. "Sekarang kontribusi hulu migas (sebagai penghasil devisa) sejak 2016 di bawah 10% sekitar 5-6%," ungkap Djoko.
( )
Guna menjawab tantangan tersebut, Pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah menyiapkan regulasi khusus untuk mempercepat pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian ESDM telah mengirimkan draft Peraturan Presiden (Perpres) EBT sehingga diharapkan EBT bisa terjangkau bagi masyarakat dan investor.
"Harapan transisi ini cepat terealisasi. Kalau lambat nanti impor LPG, impor bensin, dan juga impor crude (minyak mentah) sebagai bahan baku kilang akan makin besar," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/12/2020).
Djoko menjelaskan transisi energi sebagai paradigma baru dalam pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral di Indonesia. Jika dulu energi menjadi andalan menjadi andalan devisa negara dan pendapatan di APBN, maka sekarang energi menjadi andalan utama bagi pertumbuhan ekonomi dan sebagai alat pencipta lapangan kerja.
( )
Di sisi lain, bonus demografi dan pertumbuhan ekonomi menggeser kebutuhan konsumsi energi. Djoko menandai pergeseran paradigma ini ditandai dengan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumi.
"Dulu produksi kita terutama minyak melebihi dari kebutuhan. Produksi bisa1,5 juta barrel per day (bpd). Sementara konsumsi kita cuman 800 bpd. Sehingga kita bisa ekspor sebagai penghasil devisa," jelasnya.
Namun seiring perkembangan zaman, tingkat konsumsi semakin meningkat dan tidak dibarengi dengan tingkat produktivitas energi fosil yang terus mengalami deklanasi. "Sekarang kontribusi hulu migas (sebagai penghasil devisa) sejak 2016 di bawah 10% sekitar 5-6%," ungkap Djoko.
( )
Guna menjawab tantangan tersebut, Pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah menyiapkan regulasi khusus untuk mempercepat pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian ESDM telah mengirimkan draft Peraturan Presiden (Perpres) EBT sehingga diharapkan EBT bisa terjangkau bagi masyarakat dan investor.
tulis komentar anda