Kenaikan Cukai Lukai Hati Petani Tembakau
Rabu, 09 Desember 2020 - 14:58 WIB
JAKARTA-Jauh-jauh datang dari Lombok, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminudin, berniat menyampaikan aspirasi para petani tembakau kepada anggota Komisi XI DPR-RI. Hampir seluruh anggota Komisi XI dihubungi Sahminudin sejak tengah hari, Senin (7/12/2020) lalu, namun hanya Puteri Anetta Komarudin, anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, yang bersedia menerimanya. Sahminudin akhirnya melakukan audiensi dengan Puteri Anetta, pada malam harinya, usai rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI dengan Bank Indonesia.
Kedatangan Sahminuddin mewakili seluruh petani tembakau Indonesia, secara khusus NTB (penghasil tembakau nomor dua terbesar di Indonesia), untuk menyampaikan aspirasi para petani terkait rencana kenaikan cukai industri hasil tembakau (IHT) tahun depan. “Idealnya kenaikan cukai itu ada di kisaran 5% saja,” ujar Sahminudin.
“Kenaikan cukai tentu akan sangat berdampak pada serapan tembakau yang langsung drop karena produksi rokok turun, sedangkan produksi petani landai. Ini menghempaskan pendapatan petani tembakau di Indonesia,” kata Sahminudin. Ia juga memaparkan bahwa pemerintah dalam menaikkan cukai rokok perlu mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja, dan terutama pendapatan para petani. “Bila tidak ada pendapatan, bagaimana bisa sehat?,” tegasnya.
(Baca juga:Jika Cukai Rokok Jadi Naik di 2021, Ini Permintaan Pengusaha)
Sahminudin juga menyampaikan bahwa jika pemerintah menyarankan untuk mencari komoditas pengganti, pemerintah harus mempertimbangkan empat hal. "Apakah nilai tukarnya sama dengan komoditas saat ini? Apakah tanahnya cocok? Bagaimana dengan budaya pertanian tembakau yang sudah berlangsung turun temurun? Dan terakhir, siapa yang bisa menjamin pasarnya?," katanya.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat komisi XI DPR RI tersebut, Sahminudin juga memberikan prediksi penurunan penjualan jika cukai tetap dinaikkan. Ia mencontohkan ketika terjadi kenaikan di tahun 2019, penurunan penjualan mencapai 52 miliar batang. Apabila di tahun mendatang kembali terjadi kenaikan 23% - 35%, diprediksikan tahun 2021 akan kembali terjadi penurunan penjualan hingga 63 miliar batang, dan ini setara dengan 63.000 ton tembakau.
Sahminudin juga menambahkan, jika cukai rokok tetap dinaikkan, hal ini tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap tenaga kerja dan serapan tembakau, tetapi juga akan memperbesar peredaran rokok ilegal.
Puteri Anetta Komarudin menyampaikan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan petani tersebut akan disampaikan kepada pimpinan. Ia juga mengatakan bahwa masalah cukai rokok ini sering disuarakan. “Kemarin mau dibahas, namun di postpone hingga Januari 2021. Banyak yang sudah menyampaikan concern-nya, namun sedikit yang mengetahui dampak pada tenaga kerja,” ujar anggota dewan dari daerah pemilihan Purwakarta, Karawang, dan Bekasi ini.
Puteri meminta agar nantinya APTI NTB mengirimkan surat permintaan audiensi resmi ke Komisi XI melalui Sekretariat. Ia juga meminta Sahminudin memberikan laporan tertulis terkait dampak dari kenaikan cukai ini dan ditambahkan informasi pengurangan pendapatan secara aggregat yang dirasakan oleh petani tembakau Nusa Tenggara Barat. “Dengan data tersebut, kami bisa menyampaikan argumentasi kepada Pemerintah,” pungkas Puteri.
Kedatangan Sahminuddin mewakili seluruh petani tembakau Indonesia, secara khusus NTB (penghasil tembakau nomor dua terbesar di Indonesia), untuk menyampaikan aspirasi para petani terkait rencana kenaikan cukai industri hasil tembakau (IHT) tahun depan. “Idealnya kenaikan cukai itu ada di kisaran 5% saja,” ujar Sahminudin.
“Kenaikan cukai tentu akan sangat berdampak pada serapan tembakau yang langsung drop karena produksi rokok turun, sedangkan produksi petani landai. Ini menghempaskan pendapatan petani tembakau di Indonesia,” kata Sahminudin. Ia juga memaparkan bahwa pemerintah dalam menaikkan cukai rokok perlu mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja, dan terutama pendapatan para petani. “Bila tidak ada pendapatan, bagaimana bisa sehat?,” tegasnya.
(Baca juga:Jika Cukai Rokok Jadi Naik di 2021, Ini Permintaan Pengusaha)
Sahminudin juga menyampaikan bahwa jika pemerintah menyarankan untuk mencari komoditas pengganti, pemerintah harus mempertimbangkan empat hal. "Apakah nilai tukarnya sama dengan komoditas saat ini? Apakah tanahnya cocok? Bagaimana dengan budaya pertanian tembakau yang sudah berlangsung turun temurun? Dan terakhir, siapa yang bisa menjamin pasarnya?," katanya.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat komisi XI DPR RI tersebut, Sahminudin juga memberikan prediksi penurunan penjualan jika cukai tetap dinaikkan. Ia mencontohkan ketika terjadi kenaikan di tahun 2019, penurunan penjualan mencapai 52 miliar batang. Apabila di tahun mendatang kembali terjadi kenaikan 23% - 35%, diprediksikan tahun 2021 akan kembali terjadi penurunan penjualan hingga 63 miliar batang, dan ini setara dengan 63.000 ton tembakau.
Sahminudin juga menambahkan, jika cukai rokok tetap dinaikkan, hal ini tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap tenaga kerja dan serapan tembakau, tetapi juga akan memperbesar peredaran rokok ilegal.
Puteri Anetta Komarudin menyampaikan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan petani tersebut akan disampaikan kepada pimpinan. Ia juga mengatakan bahwa masalah cukai rokok ini sering disuarakan. “Kemarin mau dibahas, namun di postpone hingga Januari 2021. Banyak yang sudah menyampaikan concern-nya, namun sedikit yang mengetahui dampak pada tenaga kerja,” ujar anggota dewan dari daerah pemilihan Purwakarta, Karawang, dan Bekasi ini.
Puteri meminta agar nantinya APTI NTB mengirimkan surat permintaan audiensi resmi ke Komisi XI melalui Sekretariat. Ia juga meminta Sahminudin memberikan laporan tertulis terkait dampak dari kenaikan cukai ini dan ditambahkan informasi pengurangan pendapatan secara aggregat yang dirasakan oleh petani tembakau Nusa Tenggara Barat. “Dengan data tersebut, kami bisa menyampaikan argumentasi kepada Pemerintah,” pungkas Puteri.
(bai)
tulis komentar anda