Tarif Ekspor Naik, Tren Harga Sawit Positif
Kamis, 10 Desember 2020 - 23:03 WIB
JAKARTA - Pelaku industri biodiesel menyambut positif penyesuaian tarif pungutan ekspor sawit melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Beleid ini menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan industri dan keberlanjutan program sawit di bawah pengelolaan BPDPKS.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) MP Tumanggor mengapresiasi, komitmen pemerintah dalam program B30 melalui penerbitan PMK Nomor 191/2020. Sebab, mandatori B30 telah terbukti meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri.
(Baca Juga: Dongkrak Ekspor Minyak Sawit, Jadikan Perdagangan Panglima )
Di tengah lesunya pasar ekspor sawit, biodiesel menjadi penyeimbang antara produksi dan permintaan. Alhasil, tren harga sawit terus positif menjelang akhir tahun 2020.
“Kami mendukung penyesuaian tarif pungutan di dalam PMK Nomor 191/2020. Aturan ini semakin memperkuat program hilir sawit di tahun depan. Selain itu, konsumsi domestik akan meningkat seiring keberlanjutan B30 yang rencananya ditingkatkan menjadi B40. Targetnya, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021,” ujar Tumanggor di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Di tengah lesunya pasar global, penggunaan biodiesel di dalam negeri mampu menyerap produksi minyak sawit dan TBS petani. Alhasil, harga CPO menjelang akhir tahun di atas USD800 per metrik ton. Harga TBS petani rerata di atas Rp 1.700 per kilogram bahkan mampu tembus Rp 2.000 per kilogram.
Tumanggor mengatakan, pungutan ekspor sawit telah dirasakan manfaatnya bagi industri sawit. Di bawah pengelolaan BPDPKS yang profesional, mulai dari pengusaha, petani, peneliti, dan masyarakat dapat memanfaatkan dana program sawit.
“Tidak benar bahwa pungutan ekspor lebih banyak disalurkan kepada perusahaan. Karena dana ini juga dimanfaatkan bagi pengembangan sawit petani dan pemangku kepentingan lain,” kata Tumanggor.
(Baca Juga: Tarif Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit Diubah, Tertinggi Bisa USD255 per Ton )
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) MP Tumanggor mengapresiasi, komitmen pemerintah dalam program B30 melalui penerbitan PMK Nomor 191/2020. Sebab, mandatori B30 telah terbukti meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri.
(Baca Juga: Dongkrak Ekspor Minyak Sawit, Jadikan Perdagangan Panglima )
Di tengah lesunya pasar ekspor sawit, biodiesel menjadi penyeimbang antara produksi dan permintaan. Alhasil, tren harga sawit terus positif menjelang akhir tahun 2020.
“Kami mendukung penyesuaian tarif pungutan di dalam PMK Nomor 191/2020. Aturan ini semakin memperkuat program hilir sawit di tahun depan. Selain itu, konsumsi domestik akan meningkat seiring keberlanjutan B30 yang rencananya ditingkatkan menjadi B40. Targetnya, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021,” ujar Tumanggor di Jakarta, Kamis (10/12/2020).
Di tengah lesunya pasar global, penggunaan biodiesel di dalam negeri mampu menyerap produksi minyak sawit dan TBS petani. Alhasil, harga CPO menjelang akhir tahun di atas USD800 per metrik ton. Harga TBS petani rerata di atas Rp 1.700 per kilogram bahkan mampu tembus Rp 2.000 per kilogram.
Tumanggor mengatakan, pungutan ekspor sawit telah dirasakan manfaatnya bagi industri sawit. Di bawah pengelolaan BPDPKS yang profesional, mulai dari pengusaha, petani, peneliti, dan masyarakat dapat memanfaatkan dana program sawit.
“Tidak benar bahwa pungutan ekspor lebih banyak disalurkan kepada perusahaan. Karena dana ini juga dimanfaatkan bagi pengembangan sawit petani dan pemangku kepentingan lain,” kata Tumanggor.
(Baca Juga: Tarif Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit Diubah, Tertinggi Bisa USD255 per Ton )
tulis komentar anda