Tarif Ekspor Naik, Tren Harga Sawit Positif
Kamis, 10 Desember 2020 - 23:03 WIB
Paulus Tjakrawan, Ketua Harian APROBI berharap, pemerintah dapat merealisasikan peningkatan mandatori biodiesel menjadi B40. Tujuannya mengurangi beban pemerintah karena biodiesel dapat menekan impor bahan bakar minyak, penghematan devisa, dan memperkuat ketahanan energi.
Saat ini, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan kajian terhadap Biodiesel 40 persen (B40) untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin diesel.
“Dengan penyesuaian tarif pungutan, mandatori biodiesel terus berlanjut. Harapannya dapat ditingkatkan menjadi B40 pada tahun depan. Jika mandatori naik, konsumsi sawit di pasar domestik akan tumbuh. Ini lebih menguntungkan perekonomian Indonesia,” ujar Paulus.
Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program mandatory B30, bisa menjaga keberlanjutan industri hulu sampai hilir , menciptakan kestabilan harga CPO yang pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar ditingkat petani.
Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO menjelaskan bahwa petani sedang menikmati harga TBS yang bagus sebagai dampak keberhasilan program Mandatori B30. “Dan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebentar lagi akan ke B40 yang diharapkan semakin memberikan dampak positif kepada industri sawit dan ekonomi negara,” ujar Gulat.
Menurutnya kebijakan pemerintah menyesuaikan kenaikan tarif pungutan ekspor bertujuan menjaga keberlanjutan program sawit. Program yang dikelola BPDPKS ini mendukung B30, peremajaan sawit, peningkatan SDM, riset, dan promosi.
Karena itu, asosiasi meminta gotong royong antara pemerintah, pelaku usaha dan petani untuk berperan dalam menjaga stabilisasi harga CPO dan TBS. “Program biodiesel Ini berdampak bagus bagi roda ekonomi 21 juta petani dan keluarganya di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Semua pihak harus saling bahu membahu antara pemerintah, pelaku usaha dan petani untuk berperan dalam menjaga stabilisasi harga CPO. Ia mengatakan jika tarif pungutan ekspor tidak disesuaikan dengan kenaikan harga CPO. Dampaknya, program B30 yang sudah berjalan akan mandeg. Jika biodiesel tidak berjalan, maka stok CPO dalam negeri melimpah, tanki penampungan CPO penuh, dan TBS Petani tidak dibeli pabrik.
Sebagai solusinya, Gulat mengusulkan kebijakan bea keluar ditunda sebagai langkah relaksasi bagi industri sawit di kala pandemi. Lantaran, industri sawit terbebani dua kali pungutan yaitu bea keluar dan pungutan ekspor. Di sisi lain, pungutan ekspor tetap harus dijalankan sehingga program sawit yang dikelola BPDP-KS dapat berjalan. Mengingat, filosofi pungutan ekspor adalah dari sawit untuk membiayai kepentingan sawit.
Saat ini, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan kajian terhadap Biodiesel 40 persen (B40) untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin diesel.
“Dengan penyesuaian tarif pungutan, mandatori biodiesel terus berlanjut. Harapannya dapat ditingkatkan menjadi B40 pada tahun depan. Jika mandatori naik, konsumsi sawit di pasar domestik akan tumbuh. Ini lebih menguntungkan perekonomian Indonesia,” ujar Paulus.
Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program mandatory B30, bisa menjaga keberlanjutan industri hulu sampai hilir , menciptakan kestabilan harga CPO yang pada akhirnya juga akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar ditingkat petani.
Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO menjelaskan bahwa petani sedang menikmati harga TBS yang bagus sebagai dampak keberhasilan program Mandatori B30. “Dan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebentar lagi akan ke B40 yang diharapkan semakin memberikan dampak positif kepada industri sawit dan ekonomi negara,” ujar Gulat.
Menurutnya kebijakan pemerintah menyesuaikan kenaikan tarif pungutan ekspor bertujuan menjaga keberlanjutan program sawit. Program yang dikelola BPDPKS ini mendukung B30, peremajaan sawit, peningkatan SDM, riset, dan promosi.
Karena itu, asosiasi meminta gotong royong antara pemerintah, pelaku usaha dan petani untuk berperan dalam menjaga stabilisasi harga CPO dan TBS. “Program biodiesel Ini berdampak bagus bagi roda ekonomi 21 juta petani dan keluarganya di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Semua pihak harus saling bahu membahu antara pemerintah, pelaku usaha dan petani untuk berperan dalam menjaga stabilisasi harga CPO. Ia mengatakan jika tarif pungutan ekspor tidak disesuaikan dengan kenaikan harga CPO. Dampaknya, program B30 yang sudah berjalan akan mandeg. Jika biodiesel tidak berjalan, maka stok CPO dalam negeri melimpah, tanki penampungan CPO penuh, dan TBS Petani tidak dibeli pabrik.
Sebagai solusinya, Gulat mengusulkan kebijakan bea keluar ditunda sebagai langkah relaksasi bagi industri sawit di kala pandemi. Lantaran, industri sawit terbebani dua kali pungutan yaitu bea keluar dan pungutan ekspor. Di sisi lain, pungutan ekspor tetap harus dijalankan sehingga program sawit yang dikelola BPDP-KS dapat berjalan. Mengingat, filosofi pungutan ekspor adalah dari sawit untuk membiayai kepentingan sawit.
(akr)
tulis komentar anda