Ini Tuntutan Pengusaha Ritel atas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Sabtu, 09 Januari 2021 - 17:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah akan menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali mulai 11-25 Januari 2021. Mengenai hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyambut baik adanya penerapan PPKM.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pelaku usaha siap mendukung kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif Covid-19. Tetapi, pemerintah juga semestinya membuat kebijakan yang tidak sampai kembali menggerus dan mematikan pelaku usaha peritel, supplier, dan UMKM yang menitipkan dan menjual produknya melalui gerai-gerai ritel dan mall. Pasalnya, selama ini peritel dan mall bukan klaster penyebaran Covid-19. ( Baca juga:Pengusaha Minta Pengendalian Pandemi Jangan Nanggung )
"Mal dan ritel bukan klaster pandemi, karena yang berkunjung ke ritel dan mal masih sangat terbatas selama pandemi ini dan kita berkomitmen konsisten menjalankan protokol kesehatan," ujar Roy dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Sabtu (9/1/2021).
"Di tahun 2020 kita memperjuangkan bersama agar negatif terhadap pandemi Covid-19, tetapi di tahun 2021, kita perlu memperjuangkan bersama, seimbang dalam rem dan gas untuk maju positif dalam semangat optimisme ekonomi yang telah dinyatakan pemerintah di akhir tahun lalu karena vaksin dapat direalisasikan tahun 2021 ini," sambungnya.
Roy menambahkan, pengetatan pembatasan kegiatan sangat perlu ditingkatkan terlebih pada kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dan kompromi. Sikap masyarakat terhadap pandemi, secara garis besar terdiri tiga tipe, yaitu masyarakat yang tahu adanya pandemi dan patuh protokol kesehatan-3 M, masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak disiplin atas protokol kesehatan, dan adanya tipe masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak peduli dan cenderung senngaja melanggar protokol kesehatan.
Dia menyebut, dengan adanya pembatasan ketat maka bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat golongan ekonomi lemah kiranya dapat dijalankan sesegera. Bantuan juga harus diberikan tepat waktu dengan ber-integritas, konsisten dan didukung dengan data yang sangat akurat dengan memanfaatkan digitalisasi.
"Sehingga menghindari interaksi pemberi dan penerima dan dapat memfokuskan masyarakat penerima hanya membelanjakan kebutuhan pokok saja atas BLT tersebut sehingga memberi dampak bagi peningkatan demand konsumsi rumah tangga, penyokong 57% pembentuk pertumbuhan ekonomi melalui PDB Indonesia," ucapnya.
Roy juga menyebut, pada penerapan PPKM dapat pula dijadikan momentum untuk pemerintah menyalurkan subsidi bantuan langsung tunai bagi upah atau gaji para pekerja di ritel modern dan mal yang berdasar UMR dengan memberikan subsidi 50% sehingga dapat mencegah potensi kebangkrutan atau penutupan gerai usaha dari peritel maupun mal atau pusat belanja.
"Akibat pandemi selama tahun 2020 yang terdampak rata-rata negatif 12%, dibanding tahun 2019 pada level positif 5,17%, yang berimbas pula pada keprihatinan terhadap bertambahnya pekerja yang dirumahkan maupun PHK, akibat ketidakmampuan peritel membayarkan biaya operasional," kata dia. ( Baca juga:Keterangan Komnas HAM Soal FPI Bikin Bingung, Warganet Minta Kasus Diusut Tuntas )
Aprindo juga berharap pada kebijakan fiskal dan moneter yang berkelanjutan, peritel dan mal juga menunggu alokasi dan akses untuk kredit korporasi dana PEN dengan bunga murah 3-3,8% dibanding bunga tinggi 9-10% saat ini akibat belum adanya juklak/juknis dari 15 bank yang ditunjuk menyalurkan dana PEN bagi pelaku usaha korporasi swasta.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pelaku usaha siap mendukung kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif Covid-19. Tetapi, pemerintah juga semestinya membuat kebijakan yang tidak sampai kembali menggerus dan mematikan pelaku usaha peritel, supplier, dan UMKM yang menitipkan dan menjual produknya melalui gerai-gerai ritel dan mall. Pasalnya, selama ini peritel dan mall bukan klaster penyebaran Covid-19. ( Baca juga:Pengusaha Minta Pengendalian Pandemi Jangan Nanggung )
"Mal dan ritel bukan klaster pandemi, karena yang berkunjung ke ritel dan mal masih sangat terbatas selama pandemi ini dan kita berkomitmen konsisten menjalankan protokol kesehatan," ujar Roy dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Sabtu (9/1/2021).
"Di tahun 2020 kita memperjuangkan bersama agar negatif terhadap pandemi Covid-19, tetapi di tahun 2021, kita perlu memperjuangkan bersama, seimbang dalam rem dan gas untuk maju positif dalam semangat optimisme ekonomi yang telah dinyatakan pemerintah di akhir tahun lalu karena vaksin dapat direalisasikan tahun 2021 ini," sambungnya.
Roy menambahkan, pengetatan pembatasan kegiatan sangat perlu ditingkatkan terlebih pada kedisiplinan seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali dan kompromi. Sikap masyarakat terhadap pandemi, secara garis besar terdiri tiga tipe, yaitu masyarakat yang tahu adanya pandemi dan patuh protokol kesehatan-3 M, masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak disiplin atas protokol kesehatan, dan adanya tipe masyarakat yang tahu adanya pandemi tetapi tidak peduli dan cenderung senngaja melanggar protokol kesehatan.
Dia menyebut, dengan adanya pembatasan ketat maka bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat golongan ekonomi lemah kiranya dapat dijalankan sesegera. Bantuan juga harus diberikan tepat waktu dengan ber-integritas, konsisten dan didukung dengan data yang sangat akurat dengan memanfaatkan digitalisasi.
"Sehingga menghindari interaksi pemberi dan penerima dan dapat memfokuskan masyarakat penerima hanya membelanjakan kebutuhan pokok saja atas BLT tersebut sehingga memberi dampak bagi peningkatan demand konsumsi rumah tangga, penyokong 57% pembentuk pertumbuhan ekonomi melalui PDB Indonesia," ucapnya.
Roy juga menyebut, pada penerapan PPKM dapat pula dijadikan momentum untuk pemerintah menyalurkan subsidi bantuan langsung tunai bagi upah atau gaji para pekerja di ritel modern dan mal yang berdasar UMR dengan memberikan subsidi 50% sehingga dapat mencegah potensi kebangkrutan atau penutupan gerai usaha dari peritel maupun mal atau pusat belanja.
"Akibat pandemi selama tahun 2020 yang terdampak rata-rata negatif 12%, dibanding tahun 2019 pada level positif 5,17%, yang berimbas pula pada keprihatinan terhadap bertambahnya pekerja yang dirumahkan maupun PHK, akibat ketidakmampuan peritel membayarkan biaya operasional," kata dia. ( Baca juga:Keterangan Komnas HAM Soal FPI Bikin Bingung, Warganet Minta Kasus Diusut Tuntas )
Aprindo juga berharap pada kebijakan fiskal dan moneter yang berkelanjutan, peritel dan mal juga menunggu alokasi dan akses untuk kredit korporasi dana PEN dengan bunga murah 3-3,8% dibanding bunga tinggi 9-10% saat ini akibat belum adanya juklak/juknis dari 15 bank yang ditunjuk menyalurkan dana PEN bagi pelaku usaha korporasi swasta.
(uka)
tulis komentar anda