Peneliti Dorong Insentif Produk HPTL Demi Kurangi Dampak Buruk Tembakau
Kamis, 04 Februari 2021 - 23:13 WIB
JAKARTA - Studi tinjauan pustaka sistematis yang dilakukan tim peneliti Departemen Farmasi Universitas Brawijaya mengungkapkan, tiga kesimpulan tentang Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) . Pertama, HPTL seperti vape , tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, dan kantong nikotin, memiliki risiko terhadap kesehatan lebih rendah dibandingkan menggunakan rokok konvensional jika ditinjau dari nilai tanda paparan senyawa hasil pembakaran (biomarker of exposure atau BOE).
Kedua, HPTL dinilai membantu menurunkan frekuensi penggunaan rokok konvensional (smoking reduction). Dan ketiga, konsep penyesuaian cukai berdasarkan profil risiko dibutuhkan dalam menyusun regulasi khusus HPTL.
"Dalam studi ini, kami telah menyeleksi 1.400 judul artikel publikasi hasil penelitian terkait riset HPTL, dan terseleksi 30 judul artikel sesuai kriteria yang kami tentukan, di antaranya menggunakan metode Randomized Controlled Trial (RCT)," ujar Kepala Departemen Farmasetika dan Peneliti Utama Departemen Farmasi Universitas Brawijaya Oktavia Eka Puspita, dalam diskusi daring dan bedah riset bertajuk "Penyesuaian Regulasi Berdasarkan Profil Risiko Produk dalam Usaha Pengurangan Dampak Buruk Tembakau" yang digelar Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Kamis (4/2/2021).
Penelitian-penelitian tersebut menggunakan, BOE dan penanda fungsi kardiovaskular sebagai parameter penurunan risiko. BOE merupakan senyawa yang sama dengan yang dikandung asap rokok dan/atau hasil metabolisme senyawa yang terkandung dalam asap rokok oleh tubuh.
Itu menjadi penanda, seseorang telah terpapar senyawa hasil pembakaran atau pemanasan rokok.
Berdasarkan parameter tersebut, BOE, tekanan darah, denyut nadi, dan pengaruh terhadap pembuluh darah pada pengguna HPTL lebih rendah dibandingkan pada pengguna rokok konvensional. Hal ini menandakan, penggunaan HPTL yang tepat dapat berpotensi membantu menurunkan risiko konsumsi nikotin.
Oktavia juga menjelaskan, berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan tersebut sebagian besar pengguna vape mampu bertahan untuk berhenti merokok dalam 12 bulan. Temuan ini menunjukkan, HPTL dapat digunakan dalam program penurunan frekuensi merokok yang diawasi secara medis.
Baca juga: Sawit Penolong Neraca Perdagangan Indonesia, Tanpanya Bisa Defisit di 2020
Kedua, HPTL dinilai membantu menurunkan frekuensi penggunaan rokok konvensional (smoking reduction). Dan ketiga, konsep penyesuaian cukai berdasarkan profil risiko dibutuhkan dalam menyusun regulasi khusus HPTL.
"Dalam studi ini, kami telah menyeleksi 1.400 judul artikel publikasi hasil penelitian terkait riset HPTL, dan terseleksi 30 judul artikel sesuai kriteria yang kami tentukan, di antaranya menggunakan metode Randomized Controlled Trial (RCT)," ujar Kepala Departemen Farmasetika dan Peneliti Utama Departemen Farmasi Universitas Brawijaya Oktavia Eka Puspita, dalam diskusi daring dan bedah riset bertajuk "Penyesuaian Regulasi Berdasarkan Profil Risiko Produk dalam Usaha Pengurangan Dampak Buruk Tembakau" yang digelar Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Kamis (4/2/2021).
Penelitian-penelitian tersebut menggunakan, BOE dan penanda fungsi kardiovaskular sebagai parameter penurunan risiko. BOE merupakan senyawa yang sama dengan yang dikandung asap rokok dan/atau hasil metabolisme senyawa yang terkandung dalam asap rokok oleh tubuh.
Itu menjadi penanda, seseorang telah terpapar senyawa hasil pembakaran atau pemanasan rokok.
Berdasarkan parameter tersebut, BOE, tekanan darah, denyut nadi, dan pengaruh terhadap pembuluh darah pada pengguna HPTL lebih rendah dibandingkan pada pengguna rokok konvensional. Hal ini menandakan, penggunaan HPTL yang tepat dapat berpotensi membantu menurunkan risiko konsumsi nikotin.
Oktavia juga menjelaskan, berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan tersebut sebagian besar pengguna vape mampu bertahan untuk berhenti merokok dalam 12 bulan. Temuan ini menunjukkan, HPTL dapat digunakan dalam program penurunan frekuensi merokok yang diawasi secara medis.
Baca juga: Sawit Penolong Neraca Perdagangan Indonesia, Tanpanya Bisa Defisit di 2020
Lihat Juga :
tulis komentar anda