Otoritas Bursa Disarankan Beri Kepastian Aturan Soal Backdoor Listing
Selasa, 16 Februari 2021 - 16:47 WIB
JAKARTA - Praktik backdoor listing atau menjadi perusahaan terbuka dengan jalur membeli saham perusahaan yang sudah tercatat (listing) di bursa bukan sesuatu yang dilarang.
Bahkan, metode ini terbilang sebagai cara yang paling mudah dan cepat bagi korporasi untuk dapat masuk ke bursa tanpa perlu melewati berbagai syarat yang rumit untuk bisa mencatatkan sahamnya. Khususnya, di tengah tekanan ekonomi seperti sekarang.
Isu backdoor listing ini kembali menyeruak terkait rencana aksi korporasi dari emiten PT Indosat Tbk yang akan merger dengan Hutchison 3 Indonesia (Tri). Konsolidasi keduanya diperkirakan membuka peluang backdoor listing bagi Tri yang saat ini bukan perusahaan terbuka.
Pengamat pasar modal Reza Priyambada menyebut, backdoor listing umumnya dilakukan oleh perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan untuk go public, antara lain, mereka tidak mau perusahaannya dicampuri oleh masyarakat, namun ingin tetap masuk ke bursa.
Reza juga mengatakan bahwa saat ini belum ada aturan jelas mengenai praktik backdoor listing di Indonesia. "Ini menyebabkan ketidakpastian apakah backdoor listing, khususnya yang dilakukan melalui akuisisi perusahaan publik, diperbolehkan atau tidak menurut aturan legal di Indonesia," ujar Reza dalam sebuah webinar di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Reza juga mengkhawatirkan persoalan lainnya. Karena tidak melewati saringan seperti perusahaan yang masuk bursa pada umumnya, backdoor listing menurutnya kerap digunakan oleh para pemilik modal untuk memiliki saham gorengan.
"Emiten yang telah dipoles menjadi korporasi baru umumnya nilai sahamnya akan dikelola sehingga melonjak tinggi. Namun harga tinggi itu tidak akan bertahan cukup lama karena biasanya akan kembali turun," tuturnya.
Saham RIMO yang dimiliki oleh Benny Tjokro menurutnya merupakan salah satu contoh backdoor listing yang kurang baik. Saat ini sahamnya terancam delisting karena telah disuspensi oleh BEI selama 12 bulan. Masyarakat yang memegang sahamnya kini gigit jari.
Namun, Rexa mengakui bahwa memang tidak seluruh saham yang menggunakan mekanisme backdoor listing berujung rugi bagi investor. "Bisa juga emiten itu menjadi korporasi yang maju setelah mengubah core bisnisnya akibat dari backdoor listing," katanya.
Bahkan, metode ini terbilang sebagai cara yang paling mudah dan cepat bagi korporasi untuk dapat masuk ke bursa tanpa perlu melewati berbagai syarat yang rumit untuk bisa mencatatkan sahamnya. Khususnya, di tengah tekanan ekonomi seperti sekarang.
Isu backdoor listing ini kembali menyeruak terkait rencana aksi korporasi dari emiten PT Indosat Tbk yang akan merger dengan Hutchison 3 Indonesia (Tri). Konsolidasi keduanya diperkirakan membuka peluang backdoor listing bagi Tri yang saat ini bukan perusahaan terbuka.
Pengamat pasar modal Reza Priyambada menyebut, backdoor listing umumnya dilakukan oleh perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan untuk go public, antara lain, mereka tidak mau perusahaannya dicampuri oleh masyarakat, namun ingin tetap masuk ke bursa.
Reza juga mengatakan bahwa saat ini belum ada aturan jelas mengenai praktik backdoor listing di Indonesia. "Ini menyebabkan ketidakpastian apakah backdoor listing, khususnya yang dilakukan melalui akuisisi perusahaan publik, diperbolehkan atau tidak menurut aturan legal di Indonesia," ujar Reza dalam sebuah webinar di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Reza juga mengkhawatirkan persoalan lainnya. Karena tidak melewati saringan seperti perusahaan yang masuk bursa pada umumnya, backdoor listing menurutnya kerap digunakan oleh para pemilik modal untuk memiliki saham gorengan.
"Emiten yang telah dipoles menjadi korporasi baru umumnya nilai sahamnya akan dikelola sehingga melonjak tinggi. Namun harga tinggi itu tidak akan bertahan cukup lama karena biasanya akan kembali turun," tuturnya.
Saham RIMO yang dimiliki oleh Benny Tjokro menurutnya merupakan salah satu contoh backdoor listing yang kurang baik. Saat ini sahamnya terancam delisting karena telah disuspensi oleh BEI selama 12 bulan. Masyarakat yang memegang sahamnya kini gigit jari.
Namun, Rexa mengakui bahwa memang tidak seluruh saham yang menggunakan mekanisme backdoor listing berujung rugi bagi investor. "Bisa juga emiten itu menjadi korporasi yang maju setelah mengubah core bisnisnya akibat dari backdoor listing," katanya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda