Agar PLTS Atap Kian Menjamur, Permen ESDM No.49 Akan Dievaluasi
Selasa, 16 Februari 2021 - 20:32 WIB
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengevaluasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 dalam rangka mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, fokus dari PLTS atap bukan untuk menjual listrik karena tidak ada transaksi jual-beli listrik antara produsen dan PLN . Menurut dia, hanya ada perhitungan selisih meteran listrik yang masuk ke PLN dan yang diambil dari PLN. ( Baca juga:Jateng Punya Potensi Besar untuk Listrik Tenaga Surya )
"Jadi tidak ada yang namanya jual-beli untuk pemanfaatan rooftop. Ini yang sering ditanya oleh masyarakat berapa harga jualnya? Sebetulnya tidak ada harga jual, yang ada itu adalah kita kirim ke PLN, kita titip kemudian pada saat membutuhkan kita ambil," ujarnya pada acara Central Java Solar Day 2021 secara virtual, Selasa (16/2/2021).
Dalam regulasi yang berlaku saat ini, tagihan listrik pelanggan dihitung berdasarkan jumlah kWh yang diimpor pelanggan dari PLN dikurangi dengan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65% (0,65). ( Baca juga:Rusia: AS Tolak Hadiri Pertemuan Bahas Situasi Suriah )
"Kalau bahasa saya biaya titip sehingga angkanya sekarang 35%. Jadi kalau kita simpan 100%, itu hanya bisa diambil 65%," jelas Dadan.
Dadan menuturkan, saat ini sedang dievaluasi permen tersebut agar pembangunan PLTS atap lebih menarik. "Sekarang sedang didiskusikan dengan PLN seperti apa regulasi di Permen ESDM ini agar bisa lebih mendorong lebih menarik lagi," tuturnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, fokus dari PLTS atap bukan untuk menjual listrik karena tidak ada transaksi jual-beli listrik antara produsen dan PLN . Menurut dia, hanya ada perhitungan selisih meteran listrik yang masuk ke PLN dan yang diambil dari PLN. ( Baca juga:Jateng Punya Potensi Besar untuk Listrik Tenaga Surya )
"Jadi tidak ada yang namanya jual-beli untuk pemanfaatan rooftop. Ini yang sering ditanya oleh masyarakat berapa harga jualnya? Sebetulnya tidak ada harga jual, yang ada itu adalah kita kirim ke PLN, kita titip kemudian pada saat membutuhkan kita ambil," ujarnya pada acara Central Java Solar Day 2021 secara virtual, Selasa (16/2/2021).
Dalam regulasi yang berlaku saat ini, tagihan listrik pelanggan dihitung berdasarkan jumlah kWh yang diimpor pelanggan dari PLN dikurangi dengan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65% (0,65). ( Baca juga:Rusia: AS Tolak Hadiri Pertemuan Bahas Situasi Suriah )
"Kalau bahasa saya biaya titip sehingga angkanya sekarang 35%. Jadi kalau kita simpan 100%, itu hanya bisa diambil 65%," jelas Dadan.
Dadan menuturkan, saat ini sedang dievaluasi permen tersebut agar pembangunan PLTS atap lebih menarik. "Sekarang sedang didiskusikan dengan PLN seperti apa regulasi di Permen ESDM ini agar bisa lebih mendorong lebih menarik lagi," tuturnya.
(uka)
tulis komentar anda