Jokowi Izinkan Investasi Miras, Wajah RI Bisa Tercoreng di Mata Investor Muslim

Senin, 01 Maret 2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengizinkan para investor minuman beralklohol untuk investasi di Indonesia. Namun harus sesuai dengan syarat yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dibukanya investasi miras akan membuat wajah Indonesia di mata investor asing kurang bagus utamanya adalah investor dari negara-negara muslim.

"Ini justru membuat wajah Indonesia dimata investor asing khususnya dari negara muslim kurang bagus," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Sebin (1/3/2021).





Apalagi, pemerintah sendiri saat ini sedang menggembor-gemborkan mengenai pengembangan industri halal. Ada lebih banyak peluang yang bisa dikembangkan selain minuman beralkhol tersebut. "Apalagi sebelumnya pemerintah gembar gembor soal investasi di sektor halal. Banyak sektor yang bisa dikembangkan selain industri minol," kata Bhima.

Jika targetnya adalah untuk menciptakan dan menyerap tenaga kerja, maka sektor pertanian dan pengembangan bisnis agro bisa menjadi salah satu opsi. Apalagi, pengembangan dan fokus pada sektor pertanian masih perlu dipacu lagi. "Kalau hanya punya dampak ke tenaga kerja, sektor pertanian dan pengembangan agro industri harusnya yang dipacu," ucapnya.

Oleh karena itu lanjut Bhima, dirinya menilai salah jika fokus dalam pengembangan atau menarik investor minuman beralkohol. Karena dampak untuk jangka panjangnya kurang baik. "Salah kalau ke minuman beralkohol karena dampaknya jangka panjang justru blunder bagi kesehatan masyarakat juga mengakibatkan gejolak sosial apalagi kalau produk mirasnya ditawarkan ke pasar dalam negeri," kata Bhima.



Bhima menyarankan agar pemerintah merevisi aturan tersebut. Karena bukan hanya negatif dalam jangka oanjang saja, tapi juga ada pertimbangan moral dan kerugian secara ekonomi dan kesehatan di dalamnya. "Sebaiknya aturan ini direvisi lagi dengan pertimbangan dampak negatif dalam jangka panjang. Ini bukan sekedar pertimbangan moral tapi juga kerugian ekonomi dari sisi kesehatan," kata Bhima.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More